Seperti halnya musik dangdut yang semakin berdendang di Amerika, Pencak silat di negeri Paman Sam pun semakin berkembang. Terbukti dari banyaknya perguruan pencak silat yang berdiri dan menyebar seantero wilayah Amerika Serikat. Sebut saja Perguruan Silat Intiombak yang berada di wilayah Colorado, Illinois dan Los Angeles, Perguruan Silat Merpati Putih yang berada di kota Ogden negara bagian Utah, Perguruan Silat Al-Azhar dan yang lainnya. Bahkan pencak silat ini pun masuk dalam kurikulum di American University di tahun 2010

Nah, diantara perguruan silat yang banyak berdiri disana terseliplah sebuah nama. Adalah Wona Sumantri, pria yang menjadi Head Instructor di sebuah perguruan silat yang bernama Martial Art Academy, Marryland, Amerika ini turut serta mengembangkan sekaligus mempopulerkan pencak silat di Amerika Serikat.

Silat dan Wona seperti dua kata yang tak dapat dipisahkan. Pasalnya, hampir 25 tahun lamanya Wona berkecimpung dalam dunia Silat. Ketertarikan Master IT ini terhadap dunia pencak silat berawal saat dirinya masih kecil dan melihat bapaknya sering latihan silat aliran Cimande, Jawa Barat. “Waktu pertama kali pindah ke AS, saya sering melihat ayah latihan pencak silat sebelum dia berangkat kerja” kata Wona kepada Kabari di rumah salah satu kerabatnya di Indonesia.

Dari mengamati bapaknya latihan itu, lantas Wona berusaha untuk belajar silat. ”Saya dulu sering latihan di KBRI, di basemant atau di garasi waktu kecil. Sebenarnya silat ini kan bukan seperti dojo dengan konsep matrasnya, jadi kalau mau latihan tinggal latihan saja dimana pun dan di Al Azhar waktu itu, banyak anak-anak seumuran saya, selain ada teman ayahnya yang kerjanya di KBRI berguru di Bangau Putih” tutur pria kelahiran 6 Juni 1976 ini.

Wona pun mengatakan semakin dirinya mempelajari pencak silat, semakin pula dia mencintai kebudayaan Indonesia. Silat itu, menurutnya, adalah satu paket untuk belajar tentang kebudayaan Indonesia dan dari pencak silat dia dapat belajar bahasa, budaya dan sejarahnya. “Kalau tidak ada pencak silat saya seperti menjadi orang yang terkesan putus dari akar kebudayaan asal saya” kata Wona. Selain itu Wona mengagumi silat justru karena banyak aliran dalam seni bela diri ini jadi itu yang membuat dirinya semakin tertarik karena bervariasi.

Membuat Sanggar Silat

Wona Sumantri 1Singkat cerita, empat tahun yang lalu tepatnya tahun 2000-an Wona membuat wadah silat profesional yang bernama Silat Martial Art Academy. Dalam sanggarnya itu, ilmu pencak silat diajarkan oleh dirinya berikut dengan adiknya, Randy Sumantri dan pelatih yang berasal Amerika. Sanggar silat Wona tersebar di dua tempat Di Rockyville, Maryland, dan cabangnya daerah Virginia.

Pertama kali dirinya mengajar silat untuk anak-anak, setelahnya baru orang dewasa. Sebenarnya, kata Wona, mengajarkan teknik-teknik silat yang dia dapatkan dari perguruannya, itu berbeda antara teknik silat yang sifatnya olahraga dan yang bersifat beladiri. Dari pengalamannya yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia pencak silat, Wona semakin melihat silat apa yang dibutuhkan oleh orang Amerika. “Tentu ini sangat berbeda, mental dan kebudayaan saja sudah berbeda dan kita harus pintar-pintar mencari paket yang mereka bisa ikuti” kata Lulusan master di bidang Informasi Teknologi di Universitas Maryland.

Misalnya untuk anak kecil diberikan paket silat yang sifatnya olahraga, sedangkan untuk orang dewasa diberikan silat tradisonal atau beladiri. “Paling muda ada murid saya yang berumur 5 tahun sampai dengan yang tertua berumur 60 tahun. Kalau yang lebih tua mereka biasanya mencari tenaga dalam dan pernafasan” kata Wona. Dia pun menambahkan para murid di sangarnya sendiri kebanyakan adalah orang-orang Amerika. Murid orang Indonesia yang ikut berlatih bisa dihitung dengan jari sama seperti komposisi dari mereka yang ikut di sanggar silat lebih banyak laki-lakinya dibandingkan dengan perempuan.

Dalam mengajarkan silat kepada murid-murid “bulenya”, terkadang Wona menggunakan bahasa campuran tetapi kalau teknik atau jurus-jurusnya silatnya, ia lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. “Mereka pun akhirnya tahu karena belajar bahasa Indonesia, ikrar silat pun mereka menggunakan bahasa Indonesia juga, kalau ujian mereka harus bisa bahasa Indonesia” kata dia. Selain itu, di sanggar silatnya ini sebelum mengajar Wona memperkenalkan juga dasar kebudayaan Indonesia. Misal, seperti yang dikatakannya, saat ada orang yang baru ikut bergabung mereka akan ditanya soal Indonesia itu ada dimana dalam peta dunia. Tak hanya ingin mengajarkan jurus silat, tapi Wona juga ingin murid-muridnya tahu dari mana asal silat yang diawali dari peta Indonesia.

Nah, bagi mereka yang ikut dalam sanggar silatnya ini dikenakan tarif sesuai dengan paket yang mereka ikuti. Wona mengatakan paling murah hanya 100 dollar saja dan layaknya pencak silat lainnya yang mempunyai sabuk semacam bukti keahlian dari pesilat. Di sanggar silatnya, Wona menerapkan hal yang serupa. “Memang di setiap perguruan berbeda tetapi di sini saya juga menerapkan sabuk supaya jelas tingkatan keahliannya” tutur dia.

Online Lebih Efektif

Wona Sumantri 3Selain di sanggar, Wona berusaha mengenalkan silat dalam berbagai cara dari mengikut berbagai festival seperti festival tahunan Made in Indonesia Festival di Marryland dan secara online. Hanya saja menurutnya Promosi melalui online baginya cukup efektif karena mereka banyak mengikuti dan tahu perkembangan pencak silat melalui online, ketimbang offline. Kenapa online?, karena dari pengalaman Wona yang dapatkan dari keikutsertaannya dalam berbagai festival dan atraksi, dia mengatakan tidak pernah mendapatkan murid yang baru. “Promosi itu seperti marketing sifatnya, kalau sekali saja promosi itu dilakukan pasti banyak orang yang lupa” kata dia. Beda halnya jika dilakukan secara online, seperti misalnya promosi di youtube atau media online lainnya, antusiame orang Amerika terhadap silat akan terbentuk secara terus menerus.

Akan halnya perkembangan dunia silat di Amerika yang menurutnya masif di kota-kota besar di Amerika Serikat. Hanya saja yang kurang adalah perguruan silat di Amerika jarang bekerja sama untuk promosi. Promosinya lebih kepada masing-masing perguruan silat. Hanya Wona berpendapat, ada baiknya jika perguruan silat yang menyebar di seluruh Amerika dapat bekerja ssama mempromosikan silat disana. “Saya kira akan lebih efektif jika semua bekerja sama” imbuhnya.

Wona, selain aktif mengajar di sanggarnya, dia juga ikut bertanding di kejuaran beladiri yang acap kali diselenggarakan di Amerika. Berhubung disana tidak ada pertandingan yang khusus hanya pencak silat yang diperlombakan, Wona mengikuti kejuaraan beladiri campuran atau mixed martial art. “Murid-murid saya yang remaja mendesak untuk ikut tanding, maka bertandinglah saya dalam beberapa kejuaraan bela diri disana” kata dia. Sekaligus juga, dia menambahkan ingin memberikan contoh kepada murid-muridnya tentang jurus-jurus silat. April tahun lalu, Wona tanding dalam mixed martial art dan berhasil memenangkan grand champion. Di tahun ini, karena dirinya berhasil mengalahkan grand champion tahun lalu, posisi Wona sebagai defending championship. “Jadi Saya tunggu mereka yang berhasil masuk final dan harus bertanding dengan saya” katanya.

Walaupun telah menjadi guru dan bertanding di kejuaraan bela diri, bukan berarti Wona lantas berpuas diri. Dia sampai sekarang ini terus mengasah kemampuan pencak silatnya. Sebab, menurutnya, aliran pencak silat itu sangat banyak, ada pencak silat yang berkembang dari Jawa, Sumatera dan daerah lainnya. Teori dan praktek tentu dipelajarinya” belajar di perguruan dibawah Al Azhar, guru di Bukit tinggi, dan di Bintaro, kalau ada kemauan pasti ada jalan untuk belajar, walau jauh lokasinya dengan saya tinggal kalau ada kesempatan waktu kenapa tidak” pungkas Wona. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?68322

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

____________________________________________

Supported by :

Hosana