KabariNews – Di tengah wacana perbedaan antar manusia yang menimbulkan ketimpangan hubungan oleh kedudukan, jabatan, dan kekayaan, harap diterima sebagai realitas. Manusia yang merasa tertindas hanya perlu usaha untuk menerima takdirnya. Biarpun di mata Tuhan manusia sama. Kalimat itu jadi pesan moral, agar harapan itu menjadi motivasi kecemburuan berubah menjadi semangat untuk berjuang keluar dari kasta yang membuat terasa nista. Atau pilihan yang memang dilandasi oleh motif lain. Kebahagiaan dan kedamaian duniawi.

Lasuardi nama itu secara tak terduga dan tidak mencari-cari agar bisa memaafkan situasi dan kondisi, mencoba memahami falsafah hidup yang diajarkan orangtua sebagai upaya meyakinkan diri, istri dan anaknya untuk tidak tergoda pada perbedaan nasib kaya, miskin. Nrimo ing pandum, atau menerima hak dan ketentuan yang ditakdirkan olehNya. Sikap dan ketauladanan pilihan yang diambil, ketika daya upaya itu untuk hidup dengan materi lebih nampaknya hanya sampai di situ adanya.

Sebagai pegawai negeri, kejujuran malah memancing godaan luar biasa. Kebosanan oleh kegiatan rutin, bertemu dengan itu ke itu setiap saat, setiap hari, sebenarnya cukup alasan untuk memakan umpan sedikit saja menikmati perselingkuhan jabatan demi ekonomi dan kesejahteraan hidup keluarganya ditimbang imbalan cukup pantas. Apalagi orang lain, kolega di sekitarnya terkesan merestui. Godaan masih ada, di sebuah pertemuan tak disengaja.

Baca artikel selengkapnya di Kabari Digital