AWAS dengan yang namanya TERKENAL
(Julianto dan Roswitha)

Bijak dan bodoh kadang tipis bedanya. Sebagai manusia kita kadang mudah terpengaruh dengan iklan dan apa kata orang. Kita cenderung terdorong oleh insting saat memutuskan sesuatu yang sangat penting. Termasuk tentang hidup dan mati.

BAYI MENINGGAL DI TANGAN DOKTER TERKENAL

Seorang sahabat saya di sebuah Kota di Jawa Tengah menyesal luar biasa. Suatu ketika istrinya hamil anak pertama. Dia memutuskan periksa rutin ke salah satu dokter ternama dan terkenal di kotanya. Saat pemeriksaan rutin tidak masalah, dia sabar menunggu antrian yang panjang. Namun saat melahirkan, istrinya sedang kritis dan butuh penanganan sang Dokter, si dokter tidak ada. Ia harus menolong pasien lainnya di ruang berbeda. Apa yang terjadi? Ketika si dokter datang sang bayi sudah kadung tidak tertolong, alias meninggal dunia. Sahabat saya ini, hampir setiap hari pergi ke kuburuan anaknya, meratapi dan menyesali akan kejadian itu.

RESTORAN TERKENAL, MAKAN TIDAK ENAK

Suatu hari saya pergi ke sebuah restoran yang katanya terkenal dan enak. Benar, kami melihat daftar antrian yang panjang. Setelah lama menunggu kami dapat tempat duduk. Tapi apa yang terjadi, kami menunggu lama untuk bisa dilayani. Meja masih dibiarkan kotor. Perut sudah tidak kompromi. Ketika makanan datang, rasa lapar sudah “hilang”. Makan pun tak sedap lagi, kadung masuk angin. Kenapa demikian? Sebab tenaga pelayan tidak sembang dengan pelanggan.

BANK KEREN, BOHONGNYA KEREN

Saat memilih bank untuk menabung dan deposito. Kadang kita hanya memilih berdasarkan nama besar. Apalagi kalau itu Bank asing dan dari negeri yang hebat. Ditambah pelayannya ramah, cantik dan servis bagus. Namun kita tidak sadar, bahwa suatu saat kita bisa saja tertipu. Seperti yang baru saja terjadi dengan satu Bank Asing yang namanya populer di seantero dunia. Yang namanya terkenal tidak selalu menjamin pelayanan akan selalu baik dan aman.

SEKOLAH TERKENAL, TAPI ANAK TIDAK MAMPU

Saat memilh sekolah anak, banyak orangtua terkecoh karena hanya mendasarkan pada sekolah itu terkenal. Namun beberapa kasus klien saya mereka kecewa karena pelayanan sekolah itu ternyata buruk sekali, terutama SDM Gurunya. Tidak seimbang dengan uang sekolahnya yang mahal sekali. Atau anak mereka sebenarnya tidak mampu secara akademis, sebab di sekolah tersebut anak di drill dengan banyak PR. Nah, ironisnya si anak yang jadi korban karena orangtua hanya membeli gengsi.

Mulai hari ini, maukah kita berpikir ulang setiap kali memutuskan sesuatu? Apalagi menyangkut masa depan anak seperti memilih sekolah. Menyangkut kesehatan dan kehidupan seperti memilih rumah sakit?

Kawan, janganlah sekali-kali memilih karena itu dan ini terkenal. Tapi pilih dan pilah dengan akal sehat. Kehidupan adalah anugerah, mari kita jaga dengan tanggungjawab.

Namun jika anda yang penah mengalami kejadian buruk seperti di atas, peribahasa berkata :”Nasi sudah menjadi bubur”. Namun kami mengajak saudara, Janganlah terus menyesali diri. Belajarlah untuk mengolah “bubur” tersebut menjadi “bubur ayam” yang nikmat. Sebab selama kita belum tutup buku, kehidupan masih bisa kita tata dan ubah menjadi lebih baik di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus.

J&R