Kata orang bijak, sejarah tak akan terulang. Satu bagian dari sejarah bangsa ini kini jadi reruntuhan batu tua yang merana. Itulah Bandar Banten Lama, yang mana pada abad ke 5 Masehi sudah dikenal bangsa-bangsa dunia.

Tersebutlah seorang pelaut Belanda bernama Jan Huygen Van Linschoten pada penghujung abad 15. Dialah yang menggemparkan Eropa pada masa itu ketika membuka tabir rahasia Nusantara. Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang sampai ke kawasan Nusantara. Jalur pelayaran ke timur tersebut, dirahasiakan sangat ketat. Bahkan, demikian penting dan berharganya peta pelayaran ke timur, membocorkannya disamakan dengan penghianatan terhadap raja. Sejak abad pertengahan (13-an), angan-angan bangsa Eropa menebus kawasan timur (Nusantara) merupakan obsesi utama. Linschotenlah yang menemukan rahasia navigasi bangsa Potugis. Catatan Linschoten oleh Belanda diterbitkan dengan judul Itinerario pada tahun 1956. Ketika Linschoten nylonong ke Sunda Kelapa, Portugis tengah asyik-asyiknya di Malaka yang ia taklukkan tahun 1511.

Kemunculan Sunda Kelapa sebagai Bandar Dagang Internasional pada abad ke 16, merupakan awal keruntuhan Kesultanan Banten. Bandar Banten selama berabad-abad, sudah dikenal sebagai Bandar Internasional yang berdaulat – diakui oleh bangsa manapun.

Belanda secara terang-terangan “meminang” Banten dengan kedatangan armada Laksamana Cornelis de Houtman di Banten pada 23 Juni 1596. Houtman membuang sauh kapalnya di lepas Pantai Pelabuhan Banten. Sultan menyambut mereka. Berpura-pura atau sungguh-sungguh, entahlah. Sultan Banten orangtua yang pandai memainkan peran.

Tentu saja Portugis – yang sudah lebih dahulu hadir disana merasa was-was. Terjadilah intrik perdagangan sampai intrik Politik. Sultan Banten lebih memihak Portugis ketimbang Belanda. Kemudian Belanda bergeser mencari pos dagang baru. Mereka mengarah ke timur sebagaimana pentujuk dari Linschoten. Itulah Sunda Kelapa.

Sunda Kelapa sebetulnya bukanlah tempat yang ideal sebagai pelabuhan dagang karena kawasan ini penuh dengan rawa. Tapi Belanda tidak punya pilihan.

Inilah ada masa-masa yang menentukan keruntuhan Banten nantinya karena intrik politik oleh Portugis dan Belanda dengan Banten sebagai “pelanduk”. Belanda berhasil mengusir Portugis, sekaligus secara pelan-pelan membinasakan Banten. Pada akhirnya Belanda memang meruntuhkan semua kejayaan Banten yang dibangun selama berabad-abad. Reruntuhan kota Banten Lama yang kini masih terlihat, adalah saksi sejarah.

Bangsa Portugis, adalah bangsa Eropa pertama yang berdagang di Banten, namun berabad-abad sebelumnya – ditenggarai pada abad ke 5 Masehi saudagar-saudagar Tionghoa, Arab, Gujarat, dan Turki telah tiba di Banten.

Kesultanan Banten didirikan oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Kejayaan Banten ketika Sultan Maulana Yusuf (1570-1580) memegang pucuk pimpinan. Sultan Maulana Yusuf, putra dari Sultan Maulana Hasanuddin. Demikian majunya Banten ketika itu, berbagai bangsa ada disana. Macam-macam perdagangan ada. Kota ramai sekali. Otoritas kota sampai mengatur penduduk sesuai dengan keahlian dan asalnya. Ada Kampung Pekojan bagi pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki. Kampung Pecinan, diperuntukkan bagi kalangan Tionghoa.

Tulang punggung perekonomian Banten ketika itu berada di tangan orang Tionghoa, Arab dan Gujarat. Namun, Orang Tionghoa lebih menonjol. Mereka inilah yang memajukan perekonomian Kesultanan Banten. Kelihaian orang Tionghoa berbisnis dan kepatuhannya, menarik hati Gubernur Jenderal JP Coen (1619). Ia membawa sekitar 800 warga Tionghoa Banten ke Batavia, termasuk Souw Beng Kong, konglomerat orang Tionghoa saat itu. Di Batavia Souw Bing Kong diangkat sebagai Kapten Tionghoa, yang dipanggil Kapten Bengkong. Belanda juga membangun kampung-kampung berdasarkan asal-usul. Misalnya, Kampung Pekojan untuk etnik Arab, dan Pecinan bagi warga Tionghoa. Kini kampung yang disediakan oleh Belanda tersebut, adalah Petak Sembilan dan Pekojan di Jakarta Barat. (Baca Kabari Edisi Februari atau klik www.KabariNews.com tentang artikel Petak Sembilan dan Sejarah Glodok).

Kini, orang Tionghoa yang tersisa di kawasan reruntuhan Banten Lama tinggal 4 keluarga. Tentang mereka, nantikan Kabari Edisi Maret. (Rizal B.)