ilustrasi Pekerja seks komersialCinta baginya hanya omong kosong belaka, tidak lebih dari mimpi anak-anak yang bercita-cita menjadi presiden kelak dia besar nanti. Begitu pula dengan seks yang dia rasanya seperti sup tanpa garam. “Saya tidak pernah sekalipun merasakan seks, walau juga kadang terpaksa saya harus merasakannya” kata Yeni (salah seoarang pekerja seks komersial) di wilayah Jatinegara.

“Kalau mau tahu saya ini sebenarnya benci dengan kaum pria” tegasnya. Jelas bukan tanpa pikiran logis dia mengatakan, pasalnya menikah dua kali yang berujung pada ketukan palu hakim di meja hijau menjadi semacam bukti yang mengakibatkan  rasa traumatis terhadap kaum adam. “Mungkin untuk pikiran menikah lagi, tidak dulu lah, fokus saya sekarang bagaimana dalam dua tahun nanti saya bisa menyekolahkan dua anak perempuan saya di kampung” katanya kepada Kabarinews.com.

Yeni (35) tak begitu ingat kapan dirinya menjadi seperti ini. Kata yang terlontarkan dari mulutnya banyak menunjukkan waktu yang tepat. Namun ada satu ingatan yang membekas, dia bercerita sebelum dirinya terjun di pinggir jalan, profesi menjadi penari telanjang pun pernah dia lakoni. Dari klub malam di daerah mangga besar hingga di daerah Pasar Rebo yang dia sendiri lupa nama klub malam tersebut. “Lumayan bayarannya, besar juga” katanya. Yah, begitulah katanya pasrah, yang merasa dirinya juga tidak sampai habis pikir kenapa sekarang harus berakhir di pinggir jalan. “Gak tahu teman-teman saya dulu, sekarang jadi apa semuanya” tutur dia.

Keluarganya di Sukabumi hanya tahu dia kerja di kota sebagai pelayan sebuah café bukan di pinggiran jalan. “Anak saya mau saya masukin ke universitas kalau udah lulus SMA” kata dia. Wanita yang di dalam tasnya banyak bungkus rokok tapi tak merokok ini pun mengatakan tidak melayani untuk satu malam full lantaran dirinya merasa tidak kerasan terus-terusan berada di kamar. “Lagi pula ngapain juga saya lama-lama di kamar” ucapnya. Tapi dia tidak menolak juga untuk melayani para pria hidung belang untuk berlama-lamaan di kamar apabila dirinya dibayar lebih.

Bertarung dengan dinginnya malam,  melayani para hidung belang yang hilir mudik di depannya, dia termasuk yang pilih-pilih, salah-salah menjaring mangsa dia bisa  kena getahnya. Pengalaman dari teman seprofesinya mengajarkan dia, pria hidung belang tidak selamanya berlaku baik. Kisah temannya tidak pernah dibayar alias ditipu, dibuang di jalan, atau diperlakukan tidak baik, itu sudah biasa, makanya dia pun bersikap selektif. “Saya lihat-lihat dulu orangnya, kalau dia pakai mobil saya kadang-kadang menolak, apalagi yang kacanya hitam, tanpa orang tahu saya bisa diapa-apakan lagi di didalam” ungkapnya.

Banyak berinteraksi dengan kaum pria tak pelak banyak pengalaman yang Yeni rasakan. Di suatu saat dia pernah melayani seorang pria yang mempunyai alat kemalauan yang aneh, “Gimana tidak aneh, alat kelaminnya besar tapi tidak wajar” kata dia. Dia pun memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi ajakan bergulat di ranjang lantaran merasa risih dengan kemaluan pria tersebut ”Gimana coba, katanya penisnya disuntik silikon jadi batangnya besar tapi kepalanya kecil” tuturnya. Prianya pun tidak terima, mau gimana lagi kata dia, mendingan tidak daripada dia menderita kemudian setelah berguling-guling di atas kasur empuk.

Pernah juga dia melayani pria yang batang kemaluannya diikat tali, entah apa maksudnya dia heran kenapa ada pria yang memperlakukan barang berharganya seperti itu. Alasannya pasti janggal pikirnya, tapi dia lebih baik tak menanyakannya karena untuk apa juga dia menanyakan pria yang menurutnya aneh itu. “Wah pokoknya banyak deh pengalaman saya yang aneh-aneh, tapi ya syukur juga saya gak pernah dijahatin sama tamu” kata dia.

Namun ada cerita darinya yang cukup miris, alkisah dia mempunyai teman yang tentu seprofesi. Tapi temannya ini tuna wicara alias gagu ”Kadang-kadang saya sampai kasihan ngeliatnya, bicaranya gagu. Suaminya tega memukul dirinya lantaran belum dapat apa-apa hari ini. Suaminya tahu dia kerja di jalan tapi dibiarin begitu saja, tapi ya suaminya juga butuh duit dari dia juga jadi serba salah” tuturnya.

Kucing-kucingan dengan Polisi

Yeni dan polisi ibarat kucing dan tikus yang keduanya tak pernah akur. Tak terhitung sudah berapa kali dirinya selalu dihantui dengan perasaan tidak tenang saat mangkal. Alih-alih kerjaannya tak mau diganggu, Yeni mengetahui modus yang biasa digunakan aparat berwenang untuk meringkusnya dan membawanya ke panti sosial. Salah satunya adalah modusnya  sang polisi yang menyamar pura-pura sebagai pelanggan. “Nah, kalau yang gini kadang-kadang susah dibedakan mana yang benar-benar pelanggan atau polisi” katanya.

Namun Yeni paham soal modusnya dan lebih bersikap hati-hati. Namun naas, sepintar-pintarnya yeni tahu modusnya, pada suatu malam dirinya pernah tertangkap dan digelandang beserta dengan para PSK lainnya dan dibawa ke Kedoya. Beruntungnya Yeni, dia  dapat menghirup udara bebas beberapa hari kemudian. “Saya terhitung mujur juga untung saja tidak sampai dibawa ke panti, kalau dibawa bisa gawat ini jadinya, kasihan anak saya” tuturnya.

Tak hanya itu Yeni pun acapkali  berurusan dengan birahi seorang polisi. Kebanyakan polisi banyak yang tidak bayar, pernah  berada di posisi yang sulit disaat dengan bermodal pistol yang diletakkan di meja hotel aparat itu dengan arogannya tak memberikan upah. Tapi tidak semuanya juga, kata Yeni, karena ada juga polisi yang membayar uang sesuai dengan perjanjian awalnya mereka bertemu, hanya saja menurut pengalamannya banyak dari mereka yang tidak membayar.

Menjadi seorang pelacur jalanan memang bukan pilihannya. “Ya mau gimana lagi, saya seperti ini sudah lama, pernah berhenti tapi kembali lagi, sekarang ini yang penting saya berusaha sebisa saya menghasilkan uang buat anak-anak saya sekolah sambil dagang kecil-kecilan” kata Yeni.(1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?62145

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

th_Alan180x180copy