KabariNews – Miris, dari catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2013, diketahui terjadi 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan jumlah kasus kekerasan seksual yang bertambah menjadi 5.629 kasus dari 4.336 kasus di tahun 2012. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual.

Seperti dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan Menjelang Peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKtP), Selasa, (25/11), tindak kekerasan seksual ini dilakukan bahkan oleh orang-orang terdekat korban, yaitu di dalam lingkup keluarga dan di lingkar pergaulannya, misalnya di sekolah. Juga, oleh sejumlah aparatur penegak hukum, penyelenggara negara dan tokoh publik.

Semua itu menunjukkan bahwa kebutuhan untuk membahas payung hukum yang lebih komprehensif untuk pemberantasan kekerasan seksual terhadap perempuan tidak dapat lagi ditunda. Apalagi, Presiden terpilih dan Pemerintah Indonesia di berbagai forum nasional dan internasional telah berkomitmen untuk menempatkan perbaikan penanganan kekerasan seksual sebagai agenda prioritas lima tahun ke depan.



Semua elemen negara dan masyarakat, karenanya, perlu secara proaktif turut serta dalam pembahasan tersebut agar dapat menghasilkan kebijakan yang mumpuni dalam memastikan penanganan komprehensif untuk memenuhi hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.

Agenda perbaikan payung hukum dan sikap proaktif masyarakat inilah yang menjadi topik sentral Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKtP), 25 November – 10 Desember 2014. Perbaikan segera payung hukum, baik hukum pidana dan hukum acara pidana, merupakan salah satu hal mendasar untuk hadirkan penanganan komprehensif kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Hukum yang ada saat ini masih mengatur secara terbatas tentang perkosaan, pelecehan seksual dan perdagangan perempuan.

Padahal, hasil pemantauan Komnas Perempuan menunjukkan setidaknya ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia, yaitu (1) perkosaan, (2) intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, (3) pelecehan seksual, (4) eksploitasi seksual, (5) perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, (6) prostitusi paksa, (7) perbudakan seksual, (8) pemaksaan perkawinan, (9) pemaksaan kehamilan, (10) pemaksaan aborsi, (11) pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, (12) penyiksaan seksual, (13) penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, (14) praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasikan perempuan, (15) kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.



Perbaikan segera juga perlu dilakukan dalam hal penanganan kasus kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum. Komnas Perempuan mencatat bahwa aparat dalam penanganan kasus kekerasan seksual masih kerap menyalahkan korban dan menggunakan pendekatan yang parsial. Akibatnya, korban tidak mendapatkan haknya atas keadilan, kebenaran dan pemulihan. Sistem penanganan yang belum berperspektif korban dan anggaran yang minim untuk kebutuhan perempuan korban juga menjadi penghambat tersedianya pendampingan yang utuh dan berkualitas bagi korban.

Namun, Komnas Perempuan juga mencatat bahwa semakin hari semakin terbangun dukungan dari masyarakat terhadap korban kekerasan seksual. Kerja-kerja kerelawanan semakin bermunculan untuk penguatan terhadap korban, termasuk dengan kelahiran komunitas-komunitas baru yang turut menyebarluaskan informasi mengenai cara menghadapi dan menangani tindak kekerasan seksual. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya pihak yang tergerak untuk terlibat dalam K16HAKtP.(1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?73070

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

Kabaristore150x100-2    Allan Samson