Di sebuah pelosok di daerah Clincing, Jakarta Utara, anak-anak tampak riang berlatih juggling
bola tenis. Permainan melempar atau mempertahankan suatu benda tanpa
terjatuh itu memang sulit, beberapa kali bola-bola tennis di tangan
mereka jatuh dan terpental. Tapi mereka mencoba lagi dan lagi. Tentu
saja dengan perasaan riang gembira.

Di rumah milik Ibu Manggi, warga RT 13, Kalibaru, Cilincing, ini
sekitar 15 anak berkumpul, belajar, dan bermain sirkus. Siapa yang
mengajari mereka? Dan Roberts, bule tulen berkebangsaan Amerika Serikat.

Kehadiran Dan Roberts dengan Red Nose Circus (nama yayasan yang
diasuhnya) memang menarik perhatian. Alumnus Jakarta International
School (JIS) yang sempat mencicipi kehidupan
Jakarta selama enam tahun, sejak 1994 inilah yang pertama kali memiliki
ide membangun program sosial yang berbasis hiburan.

Oleh teman-temannya, Dan Roberts dikenal peka dengan realita sosial.
Ia begitu terenyuh saat melihat kehidupan anak-anak jalanan di Jakarta
yang benar-benar miskin. “Di Amerika juga ada masyarakat yang miskin.
Tapi tidak ada perkampungan seperti Cilincing di sana,” kata Dan.

Bagaimana ia tertarik dengan badut dan dunia sirkus, adalah ketika ia lulus dari JIS
Jakarta dan kembali ke Chicago, Amerika. Di sana Dan meneruskan kuliah
dan mengambil jurusan teater. Dari sini dia belajar tentang badut. Dan
menyukai karakter badut yang menyerupai karakter legendaris Charlie
Chaplin.

Saat kuliah, Dan juga bergabung dengan kelompok Clowns Without Borders,
sebuah gerakan sosial yang menghibur anak-anak di seluruh dunia melalui
atraksi badut. Dan yang pernah tinggal di Jakarta dan menyaksikan
langsung bagaimana miskinnya kehidupan anak-anak kelas pinggir,
memutuskan kembali ke Indonesia dan membangun program Red Nose Circus.

“Ini sebagai salah satu rasa terima kasih saya kepada Jakarta yang banyak membantu selama saya bersekolah di JIS. Karakter saya banyak terbentuk di kota ini, melalui bantuan dari teman-teman saya di sini,” ucap pria kelahiran Chicago itu.

Meski mengajarkan sirkus, Dan tidak meminta anak-anak didiknya
menjadi pemain sirkus atau badut seperti dirinya. Ia hanya ingin
anak-anak didiknya mengisi masa kanak-kanak dengan gembira.

Kepedulian Dan akan pendidikan para anak didiknya tampak dari apa
yang dilakukan Dedi, salah seorang teman Dan yang membantu program Red
Nose Circus. Dedi meminta daftar absen ke sekolah anak, mengecek
nilai mata pelajaran mereka satu per satu, hingga berkonsultasi dengan
gurunya saat dirasa perlu. Tak jarang, murid yang ketahuan membolos
mendapat teguran dari Dan.

Selain itu, dia juga membantu biaya beberapa orang muridnya yang
tidak mampu membayar uang sekolah secara penuh. Namun dalam kasus ini,
Dan tetap melibatkan orang tua mereka. Agar orang tua sang murid juga
paham tentang pentingnya arti pendidikan bagi anaknya.

Dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Namun, seluruh keluarga Dan sangat
mendukung program pribadinya itu. “Bahkan adik saya yang masih sekolah
mengadakan satu acara amal di sekolahnya dan hasil itu untuk saya
menjalankan program ini,” katanya.

Red Nose Circus mumi proyek pribadi Dan. Hanya sejumlah artis seperti
Oppie Andaresta, Steven and the Coconut Trees, serta Nana Mirdad kerap
melakukan acara amal untuk kelangsungan Red Nose Circus, program
sukarela yang Dan jalani penuh suka. (yayat – photos: Courtesy of Dan Roberts)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.co/?35877

Untuk

melihat artikel Profil lainnya, Klik
di sini

Klik

di sini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon
beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :