Bila suatu hari harus berkunjung ke Medan, kita akan bertemu dengan
kota ketiga terbesar di Indonesia. Pelabuhan Belawan, perdagangan darat
dan pembangunan yang maju, juga penduduk yang padat. Kota berpenduduk
2,1 juta jiwa ini dalam sejarah didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring
Pelawi tahun 1590.

Medan tak lepas dari nama Haru dan Deli. Nama ‘Haru’ ditemukan dalam
kajian sejarah Sumatera Timur ketika sering berkonfrontasi dengan
Malaka. Haru pernah mengirim misi ke Tiongkok tahun 1282 M di era
kekuasaan pemerintahan Kubhilai Khan. Pertengahan abad ke-16, Haru
bermitra dengan kaum Melayu Riau-Johor untuk menghadapi penetrasi Aceh
yang muncul sebagai kekuatan baru di perairan selatan Malaka. Tapi
lantas Aceh mengalahkan Haru yang lebih dikenal dengan ‘Ghuri’. Pada
awal abad ke-17 Ghuri berubah menjadi ‘Deli’ (Medan)

Belanda tercatat pertama kali masuk ke Deli tahun 1641, ketika sebuah
kapal yang dipimpin Arent Patter merapat untuk mengambil budak.
Selanjutnya hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus. Tahun 1863 kapal
Yosephine yang membawa J. Nieuwenhuyze dan Van Leeuwen juga ke Deli.
Mereka berdua lantas mengirim contoh daun tembakau Deli ke Roterdam,
Belanda dan ditemukan bahwa tembakau Deli sangat baik mutunya.
Sejak itulah tembakau Deli menjadi termasyhur sebagai dekblad
(lapis) cerutu terbaik dan tidak ada bandingnya di dunia. Tembakau itu
diekspor ke Eropa dan Amerika. Kemajuan Deli menyebabkan masuknya
kapital asing ke Sumatera Timur. Sultan Deli yang menjadi kaya raya
karena tembakau, juga memberikan tanah yang subur untuk konsesi
perkebunan dengan bebas.

Medan sekarang adalah kota multikultur, dimana banyak sekali kaum
pendatang seperti Jawa, India dan Tionghoa. Konon, Medan dalam bahasa
Melayu berarti tempat berkumpul. Kota ini tak lepas dari sejarah puluhan
kerajaan di Sumatera Timur yang erat dengan budaya Melayu. Tahun 1886,
Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya
residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909,
kemakmuran terjadi di Medan, terutama setelah pemerintah kolonial
membuka perusahaan perkebunan tembakau dan kelapa sawit secara
besar-besaran.

Kemultikulturan Medan, karena di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20
terdapat dua gelombang migrasi besar ke kota ini. Tembakau dan kelapa
sawit berkembang pesat dan pihak perkebunan membutuhkan ribuan orang
sebagai buruh kebun. Gelombang pertama adalah kedatangan orang
Tionghoa, India dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Kemudian orang
Tionghoa tak didatangkan lagi, karena sebagian besar dari mereka lari
meninggalkan kebun. Orang Jawa lebih ulet untuk bekerja di kebun.
Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk
mengembangkan sektor perdagangan.

Gelombang migrasi kedua ialah masuknya orang Minangkabau, Mandailing
dan Aceh. Mereka datang ke Medan untuk berdagang, menjadi guru dan
ulama.

Revolusi Sosial Sumatera Timur dan Dampaknya

Bisnis tembakau dan sawit membuat hubungan bangsawan dan Belanda
sangat mesra. Mereka sering tak menghiraukan kepentingan rakyat. Setelah
Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum
bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum
bangsawan merasa tidak senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya
kembali dengan bekerja sama dengan Belanda.

Hal itu menimbulkan Revolusi Sosial. Revolusi Sosial Sumatera Timur
adalah gerakan sosial oleh rakyat terhadap penguasa kesultanan Melayu
pada bulan Maret 1946. Revolusi sosial terjadi karena sikap
sultan-sultan dan kaum bangsawan, yang tidak begitu antusias terhadap
kemerdekaan Indonesia.

Pemuda dan kaum komunis ingin kedaulatan rakyat berlaku di wilayah
Sumatera Timur dan hak-hak istimewa kaum kerajaan dan bangsawan dihapus.
Semangat kemerdekaan Indonesia juga membakar mereka. Mereka menyasar
kaum bangsawan pria untuk dibunuh dengan menyerang beberapa istana di
wilayah Sumatera Timur. Selama beberapa hari, 140 orang terbunuh. Istana
Sultan Deli terlindung karena adanya benteng pertahanan tentara sekutu
di Medan. Istana Langkat( Tanjung Pura) awalnya juga terlalu kuat untuk
diserbu namun akhirnya jatuh.

Pergolakan sosial berlanjut pada 8 Maret. Sultan Bilah dan Sultan
Langkat ditangkap lalu dibunuh. Yang paling ironis adalah pemerkosaan
dua orang putri Sultan Langkat pada malam jatuhnya istana tersebut, 9
Maret 1946 dan dieksekusinya penyair terkemuka Tengku Amir Hamzah.
Meskipun pemerkosa ditangkap dan dibunuh namun revolusi telah melenceng
jauh.

Wakil Gubernur Sumatera Utara, Dr. Amir mengeluarkan pengumuman bahwa
gerakan itu suatu “Revolusi Sosial”. Keterlibatan aktivis Partai
Komunis dalam revolusi sosial di Sumatera Timur memberikan kontribusi
besar; terlebih lagi tanggal 6 Maret 1946, Dr. Amir secara resmi
mengangkat M. Joenoes Nasoetion, yang juga ketua PKI Sumatera Timur sebagai Residen Sumatera Timur. Sejak itu pengaruh politik dan kewenangan kerajaan merosot tajam.

Lambang Kota Medan : istana Maimun


Sejarah Kerajaan Haru, merupakan salah satu cikal bakal kesultanan
Deli. Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-15, Kerajaan Haru itu
termasuk salah satu kerajaan terbesar di Sumatera, setara dengan
Kerajaan Pasai dan Malaka dan masuk dalam kultur Melayu. Saat ini, di
wilayah bekas Kerajaan Haru ini telah berdiri sebelas kabupaten dan kota
di Provinsi Sumatera Utara bagian timur, yaitu Langkat, Binjai, Medan,
Deli Serdang, Karo, Tebing Tinggi, Simalungun, Pematang Siantar, Asahan,
Tanjung Balai dan Labuhan Batu. Situs Kerajaan Haru kini berada di
wilayah Deli Tua, bersebelahan dengan kota Medan.

Istilah Melayu untuk Medan dan kaum Sumatera Timur berdasarkan alasan
kultural. Salah satu ciri orang Melayu adalah memegang konsepsi
“kerajaan”. Hal ini menunjukkan pentingnya fungsi raja bagi orang Melayu
dalam kebijakan negara dan pemusatan sesuatu pada raja. Raja adalah
simbol personifikasi nilai-nilai masyarakat dan tradisi sejarah.

Kerasnya konsep be-raja tersebut ditunjukkan oleh beberapa pepatah
Melayu, seperti “Ada raja adat berdiri, tiada raja adat mati” dan “Biar
mati anak, daripada mati adat”. Arti “kerajaan” di sini adalah wilayah
kediaman yang ada bandarnya. Orang Melayu sangat menghormati raja dari
keturunan dinasti mereka. Hal ini berfungsi sebagai legitimasi karena
menurut mereka, rakyat dan negeri mudah dicari, namun dinasti purba yang
tersohor tak mudah dicari.

Istana Maimun adalah salah satu dari lambang Kesultanan Deli di
kelurahan Sukaraja, kecamatan Medan Maimun-Medan. Didesain oleh arsitek
Italia dan dibangun oleh Sultan Deli, Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah
pada 1888 saat Deli kayaraya karena hasil kebun. Istana Maimun memiliki
30 ruangan dengan warna dominan kuning (warna khas Melayu). Perabotan
istana seperti kursi, meja, lemari dan lampu-lampu kristal di Istana
Maimun sangat terasa unsur Eropanya. Konon, sebagian material bangunan
memang didatangkan dari Eropa, misalnya ubin marmer.

Istana Maimun menarik dikunjungi bukan hanya karena usianya yang tua,
namun juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan
kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Italia.
Sekarang, keadaan istana ini kurang terurus . Jika kita melewati tempat
ini pada sore hari, kita bahkan bisa melihat anak-anak bermain sepak
bola di halaman dan jemuran pakaian terbentang di samping istana utama.

Jaman berganti. Medan pesat sebagai kota perdagangan dan kesultanan
Deli tak lagi punya pengaruh pemerintahan dan perdagangan di wilayah
Sumatera Utara. Kerajaan akhirnya hanya menjadi simbol dan istananya
menjadi obyek wisata. Agak berbeda dengan Yogyakarta. Sultan Deli yang
sekarang adalah Tuanku Mahmud Arya Lamanjidi Perkasa Alam, masih berusia
sekitar 12 tahun. Dia menjadi Sultan Deli XIV
pada tahun 2005, karena ayahnya, Tuanku Otteman Mahmud Perkasa Alam
(Tito) meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat terbang di Lhoksemauwe,
Aceh. Tuanku Otteman Mahmud Perkasa Alam adalah anggota TNI
berpangkat kolonel dari Batalyon Siliwangi. Sultan cilik ini sekarang
tinggal di Makassar, mengikuti ibunya yang asli orang Sulawesi Selatan.
(Indah)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37273

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :