KabariNews – Dalam dunia perfilman, kisah cinta menjadi tema sajian yang menarik. Namun bagaimana jika tema cinta itu dibumbui dengan latar belakang sosial yang chaotic semacam peristiwa Mei 1998? Ini baru tidak biasa! Dan inilah pembuktian Lukman Sardi yang baru saja meluncurkan film perdana bertajuk ‘Di Balik 98’.

Nama Lukman Sardi telah menghiasai blantika perfilman Indonesia sejak usianya belia. Lama menghilang karena fokus dengan pendidikan, pada 2005 Lukman hadir kembali melalui film ‘Gie’. Sejak saat itu, Lukman Sardi bukan hanya menjadi salah satu aktor Indonesia dengan film terbanyak, tapi juga salah satu aktor terbaik yang dimiliki Indonesia.

Kemampuannya menghidupkan karakter yang dimainkannya merupakan salah satu kehebatan pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1971 itu. Puluhan karakter telah diperankannya, beragam genre film telah dimainkannya. Sebagai aktor, Lukman Sardi telah menerima sejumlah penghargaan diantaranya The Best Actor di ajang Bali International Film Festival 2006, nominasi MTV Indonesia Movie Award 2006 sebagai Most Favourite Actor, nominasi Festival Film Indonesia Jakarta 2006, sebagai pemeran pendukung pria terbaik, Indonesian Movie Award 2009 sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik dan Indonesian Movie Award 2013 sebagai Pemeran Utama Pria terbaik.

Bisa memainkan karakter dengan baik di film belum membuat aktor Lukman Sardi puas. Tapi perasaan puas lebih jauh didapatkan apabila ia dinilai berhasil melaksanakan tugas sebagai sutradara. Menjadi sutradara memang menjadi cita-cita Lukman sejak lama, dan baru bisa ia realisasikan pada awal Januari 2015 dengan meluncurkan film perdana ‘Di Balik 98’.

// <![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
//

‘Di Balik 98’

Sepintas melihat judulnya, orang bisa berasumsi bahwa ini sebuah film dokumenter atau semi dokumenter yang menyajikan realita sosial di Tanah Air tatkala proses reformasi bergulir. Jadi, film itu memunculkan sketsa-sketsa peristiwa yang terkait dengan peristiwa bersejarah itu. Ternyata?

Di Balik 98 adalah drama yang kental dengan sisi humanismenya. “ Saya tekankan disini bahwa saya membuat film tentang drama keluarga, percintaan dengan latar belakang peristiwa Mei 1998 dengan karakter-karakter yang fiksi,” kata Lukman di Jakarta Theatre XXI, Jakarta Pusat.

Aktor peraih Piala Citra ini mengatakan awalnya ingin membuat film bergenre drama keluarga dan dengan tema sebatas percintaan. Hanya saja, setelah berdiskusi dengan para tim akhirnya ketemu ide film dengan latar belakang peristiwa Mei 1998. Lukman pun melakukan interpretasi dari data-data tentang peristiwa Mei 1998, lantas kemudian diwujudkan dalam sketsa-sketsa yang ada di film tersebut. Untuk memperkuat kejadian dari peristiwa Mei 1998, Lukman melakukan riset dari literatur yang sudah ada semisal buku karya BJ Habibie, Sintong Panjaitan dan yang lainnya. Selain Lukman juga melakukan wawancara dengan banyak subjek yang berhubungan dengan peristiwa Mei 1998.

Ada beberapa karakter utama yang menjadi penggerak cerita di film ini. Dari sudut pandang mahasiswa ada Chelsea Islan dan Boy William yang memerankan aktivis mahasiswa, lalu Donny Alamsyah dan Fauzi Baadila di sisi militer, Verdi Solaiman dan Alya Rohali dari sudut pandang petugas rumah tangga istana, Teuku Rifnu Wikana yang mewakili rakyat kecil dan Ririn Ekawati sebagai istri seorang tentara. Tak ketinggalan ada aktor senior Amoroso Katamsi yang lagi-lagi memerankan sebagai Suharto untuk yang ketiga kalinya setelah film terdahulunya yang berjudul Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dan Djakarta 1966.

// <![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
// < ![CDATA[
//

Sinopsis
Kisah perjuangan dan pengorbanan sebuah keluarga dalam melewati tragedi kerusuhan Mei 1998.

Dikisahkan, Letda Bagus ragu ketika dihadapkan pada keadaan yang luar biasa itu. Tanggung jawabnya sebagai prajurit harus berseberangan dengan kewajibannya sebagai suami untuk menjagai Salma, istrinya, pegawai di Istana Negara, yang sedang hamil tua.

Hari itu Salma terjebak dalam kerusuhan Mei 1998, lalu dinyatakan hilang. Perintah dari atasan, bahwa Letda Bagus harus mengutamakan tugas negara. Sebagai prajurit, pantang baginya menjadi cengeng.

Sementara itu kerusuhan tersebut memaksa Presiden Soeharto pulang lebih awal dari Kairo, Mesir. Pemerintah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Para tokoh politik dan beberapa perwakilan dari Organisasi Kemasyarakatan memaksa Presiden Soeharto lengser. Namun, dia bersikukuh untuk mempertahankannya dan berencana membentuk Kabinet Reformasi untuk menjawab tuntutan tersebut.

Masalah yang dihadapi Bagus semakin rumit karena Diana, aktivis reformasi itu merupakan adik iparnya, berbenturan pendapat dengannya. Ia menyalahkan Bagus akan hilangnya Salma. Sementara itu Daniel, pacar Diana yang merupakan keturunan Tionghoa, sedih kehilangan ayah dan adiknya dalam kerusuhan tersebut. Bahkan Daniel nyaris menjadi korban sweeping warga yang mencari orang-orang non pribumi. Namun, untunglah Daniel selamat dan berhasil menemukan keluarganya, lalu ikut eksodus meninggalkan Indonesia.

Presiden Soeharto yang membentuk Kabinet Reformasi tidak mendapat tanggapan positif. Bahkan Ketua MPR Harmoko meminta Presiden agar mengundurkan diri. Tidak hanya itu, ada 14 menteri yang menolak bergabung dalam Kabinet Reformasi ini.

Sementara itu Salma berhasil diselamatkan dan dibawa ke sebuah rumah sakit. Bagus dan Diana akhirnya bertemu dengan Salma sesaat sebelum Salma melahirkan bayinya. 17 Tahun berlalu setelah kejadian itu, Daniel kembali ke Jakarta dengan membawa abu kremasi dari jenazah Sang Ayah. Ayahnya ingin beristirahat untuk selama-lamanya di tanah kelahirannya itu. Daniel pun bertemu dengan Diana. Keduanya masih memiliki semangat yang sama untuk melanjutkan semangat reformasi.

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/74094

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Asuransi Mobil

 

 

 

 

Kabaristore150x100-2