Kabari News – Wabah ebola yang kini melanda Guinea, Liberia, dan Sierra Leone terjadi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejak Maret tahun ini, Médecins Sans Frontières / Dokter Lintas Batas (MSF) telah menangani lebih dari 250 kasus yang sudah dikonfirmasi. Dr Hilde de Clerck dan ahli epidemiologi Michel Van Herp dari MSF berpengalaman menangani enam wabah ebola, khususnya di Republik Demokratik Kongo (RDK), Uganda, dan di Guinea baru-baru ini. Berikut ini petikan wawancara Dr Hilde de Clerck dan Michel Van Herp dari MSF yang diterima kabarinews.com (7/7) perihal paparan situasi terkini wabah Ebola dan kendala-kendala yang dihadapi MSF dalam upayanya mengendalikan penyebaran wabah ini

Wabah Ebola kembali muncul di Afrika Barat, khususnya di Guinea. Seperti apakah situasinya sekarang ini? Bisa dijelaskan?

Hilde de Clerck: Beberapa minggu lalu, hanya tinggal dua desa di Guinea yang perlu kami monitor untuk mencari orang-orang yang telah melakukan kontak dengan pasien yang diduga maupun yang sudah dikonfirmasi terkena ebola. Kami sempat berharap bahwa wabah akan segera berakhir. Namun, tiba-tiba, kami menerima telepon dari tiga lokasi yang berbeda di Guinea. Dalam lima menit, segalanya berubah. Rupanya, beberapa kasus juga muncul di desa-desa tetangga Sierra Leone yang terletak sangat dekat dengan perbatasan Guinea. Di sana, perbatasan antarnegara sangat mudah dilintasi dan orang-orang melaluinya dengan rutin. Mereka punya keluarga di kedua sisi perbatasan dan mereka sering bepergian ke pasar atau menghadiri pemakaman, dan kegiatan lainnya.

Selain adanya laporan dari desa-desa di Sierra Leone, kami juga mendapat laporan dari dalam Guinea – di Télimélé, sebuah daerah pegunungan 200 kilometer sebelah utara ibukota, Conakry, dan juga di ibukota. Karena adanya laporan-laporan baru, MSF yang tadinya hanya memonitor dua desa kini perlu memonitor 40 desa dan lebih dari 500 orang yang sudah melakukan kontak.Analisis epidemiologi berdasarkan catatan orang yang sudah melakukan kontak dengan orang yang terkena ebola akan menunjukkan tempat-tempat di mana kasus berikutnya kemungkinan akan muncul. Banyak desa yang terkena dampak. Ini telah menjadi wabah terbesar yang pernah kami hadapi, melihat dari durasi dan jumlah kasusnya.

Mengapa wabah ini sangat sulit dikendalikan?

Michel Van Herp: Kurangnya pengetahuan penduduk tentang ebola, tingginya mobilitas penduduk dan luasnya wilayah geografis – ini semua menjadikan wabah ebola sulit dikendalikan. Ini adalah pertama kali Guinea, Sierra Leone, dan Liberia menghadapi virus ebola. Orang-orang khawatir dan sulit untuk percaya bahwa penyakit ini memang ada. Beberapa penduduk desa yang dekat dengan Guéckédou (Guinea) bahkan sempat menuduh MSF yang membawa penyakit ini ke wilayah mereka. Salah seorang warga desa bertanya kepada kami: “Nenek moyang kami tidak pernah membicarakan tentang penyakit ini, kenapa sekarang ini bisa berubah?”

Warga di sini tidak familiar dengan penyakit ini, jadi kami bekerja dengan antropolog dalam upaya kami menangani wabah. Para antropolog membantu kami untuk lebih memahami penduduk di sini dan memfasilitasi hubungan kami dengan para pasien dan komunitas. Dengan angka kematian yang bisa mencapai 90% (dari jumlah kasus), ketika orang-orang mendengar kata ‘ebola’, mereka segera berpikir tentang kematian. Ini menyebabkan ketakutan dan bagi beberapa orang di sini, ebola dianggap sebagai takhayul. Beberapa orang percaya jika mereka mengucapkan kata ’ebola’ keras-keras, itu seperti memanggil atau menyebabkan ebola muncul. Dan, sebaliknya, jika mereka menyangkal bahwa ebola ada, ini dipercayai bahwa ebola tidak akan menyentuh kita. Ketakutan dan takhayul ini cukup bisa dipahami bila kita bandingkan dengan pasien kanker di negara-negara maju sekalipun. Contohnya, terkadang pasien kanker tidak mau menerima hasil diagnosis untuk menghindari konsekuensi dari diagnosis tersebut.

Tingginya mobilitas penduduk adalah faktor lain yang memperburuk penyebaran penyakit. Orang-orang di Afrika Barat bagian ini lebih sering berpindah-pindah dibandingkan penduduk di negara yang pernah dilanda ebola, seperti Uganda atau Republik Demokratik Kongo. Sebagai contoh, satu pasien yang kami tangani telah melewati lima desa dalam satu minggu sebelum datang ke pusat perawatan kami. Ini artinya, ia berkemungkinan menularkan orang lain di setiap desa yang ia lalui.

Apa dampak dari kurangnya kepercayaan penduduk terhadap efektivitas upaya memperlambat penyebaran ebola?

Hilde de Clerck: Di Macenta (Guinea), ada satu keluarga yang kehilangan 15 orang akibat virus ebola. MSF merawat kepala keluarga dan istrinya, dan keduanya selamat. Awalnya, kami cukup yakin bahwa orang tua yang berhasil ditangani ini akan membawa pengaruh yang besar bagi seluruh anggota keluarga tentang perlunya mencari perawatan segera jika ada yang mengalami gejala-gejala yang menyerupai ebola. Namun, beberapa hari kemudian, seorang anak kecil dari keluarga ini jatuh sakit. Bibinya pergi bersamanya ke desa lain dan anak ini meninggal beberapa hari kemudian. Sering kali, meyakinkan satu anggota keluarga saja tidak cukup. Untuk mengendalikan rantai penyebaran penyakit, kami harus mendapat kepercayaan setiap orang di dalam keluarga yang terkena dampak. Ini adalah tugas yang besar, itulah sebabnya keterlibatan yang lebih besar dari otoritas agama dan politik dalam meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini sangat penting.

Hari ini, kami menemui penduduk yang bersikap memusuhi di beberapa daerah. Ada sekitar 20 desa di sekitar Gueckedou yang tidak mendapatkan akses tim medis, namun kami akan meneruskan dialog dengan otoritas setempat agar dapat mengubah hal ini. Informasi yang akurat tentang penyakit ini harus disebarkan dengan cepat dan meluas di negara-negara yang terdampak. Ini sangat penting untuk mengatasi ketakutan yang melingkupi penyakit ini, dan juga untuk meningkatkan kesadaran tentang beberapa hal: perlunya mendapatkan perawatan segera; jangan bepergian dan melakukan kontak dengan orang lain yang diduga telah terinfeksi; dan bagaimana tata cara pemakaman yang benar bagi orang-orang yang meninggal karena penyakit ini. Menyebarkan informasi yang dapat dipercaya hanyalah satu bagian dari upaya memerangi wabah ini. Pasien dan komunitas juga harus sepenuhnya menerima informasi tersebut. Menyebarkan pengetahuan dan menumbuhkan kepercayaan di antara penduduk adalah hal penting untuk mengendalikan rantai penyebaran virus.

Apakah sumber-sumber dari epidemik ini, atau kasus pertama yang diketahui? Dan bagaimana penyebaran dari epidemik ini?

Michel Van Herp: Epidemi sepertinya bermula di sebuah desa di dekat Guéckédou di Guinea, dari situ, penyakit menyebar ke tempat-tempat lain. Ini adalah tempat di mana orang-orang sering berburu kelelawar. Seperti banyak keluarga lain yang tinggal di wilayah itu, keluarga pertama di desa yang terinfeksi penyakit ini melaporkan sebelumnya telah berburu dua spesies kelelawar yaitu Hypsignatus monstrosus dan Epomops franqueti yang keduanya membawa virus ebola. Koloni kelelawar bermigrasi melintasi jarak yang luas dan kami menduga mereka pertama kali menularkan virus di antara mereka sendiri, kemudian membawanya dari timur ke barat Afrika. Virus ebola kemudian menjangkau penduduk melalui kontak dengan hewan yang telah terinfeksi.

Meningkatnya penyebaran virus di Sierra Leone juga berkaitan dengan status sosial sumber infeksi – atau status sosial kasus ’awal’. Di Sierra Leone, jika seorang dukun terinfeksi, berarti penyakit bisa menyebar dengan cepat. Jenazah biasanya dimandikan dan dikenakan pakaian. Namun, ketika sudah meninggal, virus ebola tetap berada di dalam tubuh orang yang sudah meninggal dan kontak dengan jenazah bisa membuat seseorang terinfeksi. Mengingat pentingnya seorang dukun dalam struktur sosial setempat, beberapa orang bisa terinfeksi saat menghadiri pemakaman. Ini sangat kontras dengan apa yang terjadi jika seorang anak jatuh sakit – biasanya anak yang sakit hanya akan menularkan sedikit orang. Namun, seorang dewasa yang tingkat mobilitasnya tinggi, dengan peran yang besar di komunitasnya, akan melakukan kontak dengan orang yang lebih banyak lagi, sehingga penyakitnya menyebar lebih jauh. Jadi, status sosial atau peran sosial seseorang yang terkena infeksi ebola di masyarakat tradisional adalah faktor penting dalam penyebaran virus.

Apa saja kendala-kendala yang harus dihadapi?

Hilde de Clerck: Dengan semakin banyaknya tempat baru yang terinfeksi ebola, MSF kini harus mengirim timnya ke wilayah yang lebih banyak lagi. MSF memiliki staf yang berpengalaman, namun persediannya terbatas karena kami juga bekerja di keadaan darurat lain di berbagai tempat di dunia. Tim MSF bekerja di banyak lokasi untuk membantu mengendalikan wabah ini, termasuk: memonitor kontak, melakukan survei epidemiologi, promosi kesehatan, konseling pasien dan komunitas, karantina, penyediaan layanan medis, menjalankan ambulans, desinfeksi rumah, dan pemakaman. Pihak-pihak lain membantu beberapa tugas ini, namun tim mereka juga kecil dan tidak selalu berpengalaman.

Kini, ada kebutuhan mendesak agar semua pihak meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang bisa dikerahkan untuk menangani kedaruratan ini – khususnya orang-orang yang berpengalaman. Pengalaman lebih dibutuhkan ketimbang keahlian medis untuk mengendalikan wabah ini. Apa yang dikerjakan tim kami untuk membantu mengendalikan ebola tidak terlalu canggih secara medis. Namun, ada prosedur yang sangat ketat yang harus diikuti untuk mencegah agar orang lain tidak terinfeksi. Idealnya, untuk menambah sumber daya di lapangan, tim yang terdiri dari dua orang akan dilatih oleh satu orang yang berpengalaman selama satu atau dua minggu, atau lebih lama jika memungkinkan.

Bagaimana dengan kesulitan yang dihadapi tim MSF dalam menangani keadaan darurat seperti ini?

Hilde de Clerck: Selain beban kerja yang sangat banyak, pekerjaan ini sangat menguras tenaga dan emosi bagi para staf kami. Tim yang menjangkau ke luar kerap kali harus menempuh perjalanan yang lama untuk mencapai komunitas yang terkena dampak. Selain itu, banyak di antara staf kami yang mengenal keluarga yang terkena ebola, dan mereka menyaksikan ketika orang-orang ini dijemput dari rumahnya untuk dibawa ke pusat perawatan.

Tim yang bekerja di pusat perawatan harus memakai pakaian dan perlengkapan pelindung yang menutup seluruh tubuh; pakaian ini sangat tidak nyaman dikenakan dan sangat sulit dipakai dalam suhu yang tinggi.Karena ada banyak pasien, kami harus berhati-hati menghindari hipertermia dan dehidrasi.
Secara emosional, pekerjaan ini cukup ekstrem. Banyak pasien yang meninggal, termasuk anak-anak. Perawatan paliatif untuk penyakit ini sulit, karena pasien ketakutan.Kami menenangkan pasien sedapat mungkin. Momen-momen ini sangat sulit dan intens. Meskipun pekerjaan kami dilakukan dalam keadaan darurat, kami selalui berupaya bekerja semanusiawi dan selembut mungkin.

Apakah wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini membutuhkan langkah-langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya?

Michel Van Herp: Karena jumlah tempat yang terinfeksi bertambah, sumber daya manusia MSF pun hampir mencapai batasnya. Kini, ada 300 staf kami yang bekerja untuk berupaya mengendalikan wabah ini. Kami harus tetap berfokus pada layanan medis dan karantina, karena MSF adalah salah satu pihak yang memiliki keahlian teknis, terutama dalam hal mengkarantina pasien. Untuk dapat melakukan hal ini, kami memerlukan pihak lain untuk mengambil alih beberapa pekerjaan lain, agar kami bisa memprioritaskan aspek medis. Maka, kami memerlukan pihak lain yang memiliki spesialisasi dalam peningkatan kesadaran dan memonitor orang-orang yang telah berkontak dengan orang yang terkena ebola di komunitas untuk sungguh-sungguh meningkatkan aktivitas mereka. Memonitor kontak lintas-perbatasan dan mengkoordinasi respons medis pada saat yang bersamaan adalah sebuah tantangan besar. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?67777

Untuk melihat artikel Serba-Serbi lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
____________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan