IMG_0315Titiek Puspa resah, kegalauannya disebabkan ketiadaan lagu-lagu anak di tengah masyarakat. Tapi bukanlah Titiek Puspa jika tidak melakukan sesuatu terhadap kondisi yang ada. Galeri Indonesia Kaya (GIK) di Grand Indonesia Mall awal Oktober lalu dibuatnya semarak. Duta Cinta, produk seni teranyar Titiek Puspa yang isinya hanya anak-anak pentas seraya mengisi kekosongan disaat lagu anak Indonesia jarang bergema di bumi Indonesia.

Duta Cinta perlu dibentuk kata Titiek Puspa dalam perbincangannya dengan Kabari di kediamannya di wilayah Dharmawangsa, Jakarta Selatan.Duta cinta ini tak lebih dari bentuk keprihatinan disaat hiruk pikuk politik Indonesia kian hari semakin dipenuhi intrik. Otak anak Indonesia dijejali lagu ”sampah” cinta orang dewasa. Titiek merasa anak-anak Indonesia seperti terabaikan. Lagu yang banyak dinyanyikan sekarang bukan melulu soal anak. “Dan Saya merasa punya hutang sama Tuhan. Umur segini saya masih bisa tersenyum dan banyak teman. Sedikit talenta walaupun tidak terlalu hebat dapat membuat lagu, lama-kelamaan jadi kesal. Buat saya ini sesuatu yang merisaukan alangkah dosanya saya, bagaimana dengan cucu, cicit saya dan anak Indonesia?” tuturnya

Ya, inilah waktu yang tepat baginya. Titiek Puspa bersemangat di hari tua dan memulai Duta Cinta di awal Januari. Audisi digelar dan tidak sampai seminggu berhasil mengumpulkan 50 anak. Dari 50 anak lalu disaring dan akhirnya menjadi 10 anak. Anak-anak di Duta Cinta bukan hanya berasal dari Indonesia saja, ada yang orang tuanya berasal dari luar, Ibunya dari Jerman, bapaknya dari Indonesia, dan sebagainya.

Februari 2014, Titiek mulai memberikan pelajaran. Pelajaran musik yang diberikan tidak seperti zaman dulu, melainkan ditambah suplemen lain seperti acting, dan dancing. Substansi liriknya pun tidak berisi cinta mendayu, melainkan cinta yang lebih universal seperti cinta kepada tuhan, kepada lingkungan, orang tua, dan cinta Indonesia.

Titiek tidak peduli soal untung dari menampilkannya. Dia merasa anak-anak Indonesia sudah kelaparan dan kehausan untuk menyanyikan lagu yang memang sesuai dengan hasrat anak. “Cinta antara persahabatan, cinta sesama manusia, dan sesuai dengan umurnya. Mengisi kebutuhan rasa buat anak itu sendiri” tambah Titik. Jika tidak ada halang merintang album ini akan dirilis pada Januari tahun depan.

Konsistensi Lima Dekade

Titiek Puspa dan Duta Cinta_04Menilisik perjalanan hidup legenda musik yang satu ini bagaikan meretas lima dekade waktu. Dalam blantika musik Indonesia bisa dibilang hanya Titiek Puspa yang mampu bertahan dalam konsistensinya. Silih berganti pemerintahan Indonesia, dari zaman Sukarno hingga Jokowi, Titiek Puspa masih seperti Titiek Puspa yang dulu yang suka menyanyi dan mencipta lagu. Tak salah juga jika mengatakan Titiek Puspa adalah musik dan musik adalah Titiek Puspa. Menyanyi adalah karunia indah yang diberikan Tuhan. Menyanyi baginya dapat mendatangkan rasa indah tiada tara dan menyanyi adalah salah satu wujud keinginan hatinya untuk menghibur hati orang lain.

Menyanyi awalnya bukan perkara mudah bagi Titiek. Dia yang lahir dan tumbuh di Semarang sempat mendapat tentangan dari keluarga. Profesi penyanyi bagi keluarga, terutama bapaknya dianggap sebagai profesi yang suram. “Bapak menganggap profesi menyanyi itu rendah” katanya. Namun itu tak menghentikan derap langkah Titiek untuk terus bernanyi. Diam-diam Titiek remaja – waktu di Sekolah Guru Taman Kanak-kanak ( SGTK) ia ikut perlombaan menyanyi Bintang Pelajar. Sahabatnya, Yayuk mengusulkan Titiek memakai nama samaran supaya tidak ketahuan terutama oleh bapaknya. Alhasil, namanya pun berubah menjadi Titiek Puspa.

Semenjak itulah pada tahun 1953, Titiek Puspa menjadi nama tenar untuk tampil menyanyi. Setiap tahun ia ditugasi untuk mewakili sekolahnya. Saat usia 17 tahun, panggung lomba pun berpindah dari sekolah ke Bintang Radio daerah, Semarang. Dari bintang Radio daerah, Titiek berkesempatan menjajal Jakarta dan bertemu dengan Sjaiful Bahri, pemimpin Orkes Studio Djakarta (OSD). Saat latihan di RRI terdengar selentingan kabar ada Bing Slamet di tempat itu. Kontan, kepalang senang hati Titiek, pasalnya Bing Slamet adalah idolanya. Bertemu Bing Slamet mendadak menjadi target utama. Seliweran kesana kemari, akhirnya Titiek kesampaian bertemu dan memperoleh tanda tangan Bing Slamet.

Saking senangnya, Titiek sampai lupa bahwa di Jakarta ini dia harus serius bernyanyi. Tak ayal, penampilannya jauh dari harapan dan Titiek didepak. Namun ada mengejutkan, Titiek yang tak menang di malam Final malah diminta menyanyi di Panggung Gembira di Gedung Olahraga Lapangan Ikada sebagai malam puncak dari serangkaian Lomba Bintang Radio Nasional. Di panggung itu Titiek menyanyikan lagu Chandra Buana ciptaan Ismail Marzuki. Sosok Ismail Marzuki, dimatanya merupakan pencipta yang sangat luar biasa dengan lagu sederhana.

Popularitas Titiek semakin meningkat. RRI Semarang meminta Titiek untuk sering tampil di radio. Titiek juga mulai mendapatkan tawaran dari RRI Semarang untuk rekaman dalam piringan hitam. Rekaman itu dilakukan perusahaan rekaman Lokananta. Salah satu judul yang ia nyanyikan adalah Dian Nan Tak Kunjung Padam. ”Dulu Lokananta melakukan door too door dengan mendatangi radio-radio terus direkam dengan alat sederhana, tidak seperti sekarang.”kata Titiek.

Pada tahun 1959, Titiek kembali mengikuti ajang Bintang Radio di Semarang dan meraih juara pertama. Ia kembali dikirim lagi ke Jakarta. Titiek membulatkan tekad untuk segera menapak karir di ibukota. Di tahun itu juga Titiek memutuskan untuk menetap di Jakarta. Rekaman berikutnya pada tahun 1959 di Lokananta, Jakarta. Satu piringan hitam masih diisi beberapa suara penyanyi. Ternyata lagu Kasih di Antara Remaja, ciptaan Mas Hardo dari Semarang, berhasil menjadi hit dan membuat nama Titiek Puspa mulai dikenal luas.

Ketenaran Titiek dilirik istana negara. Gordon Tobing di awal tahun 1960-an mengajak Titiek untuk melakukan audisi menyanyi di Istana Negara. Di sebuah sore, Titiek bercerita berangkat ke Istana Negara didampingi oleh Gordon Tobing, dia akan menghadap Bung Karno. ”Saya mau melihat saja takut, begitu ditanya saya hanya jawab iya-iya saja tidak berani melihat tapi bung Karno menganggap suara saya bagus dan akhirnya saya menjadi penyanyi istana” tuturnya. Sore itu, Titiek menyanyi di depan orang nomor satu Republik Indonesia. Ada beberapa judul yang ia nyanyikan, termasuk lagu Kasih di Antara Remaja.

Memasuki awal tahun 1961, Titiek sudah menjadi penyanyi tenar ibu kota. Perusahaan rekaman Irama dan Bali, mengajak Titiek untuk merekam suara dalam piringan hitam. Titiek dipercaya bisa membawakan lagu ciptaan mereka dengan baik. Mochtar Embut memberikan lagu Di Sudut Bibirmu. Surni Warkiman, memberikan lagu Daun yang Gugur dan Esok Malam Kau Kujelang. Iskandar memberikan lagu Puspa Dewi.

Kehidupan Titiek menjadi penyanyi kondang menghantarkannya pada pertemanan yang sangat luas di kalangan selebriti. Dari pertemanan pula Titiek mengenal Mus Mualim. Mus dikenal sebagai pencipta lagu yang handal. Kedekatan dengan Mus membuahkan hasrat Titiek untuk menciptakan lagu. Mereka pun menikah pada dekade 1970.

Lagu pertama yang berhasil diciptakan Titiek diberi judul Kisah Hidupku. Kemudian sederet lagu bergulir tanpa terasa. Minah Gadis Dusun, Aku dan Asmara, Si Hitam, Sungaiku, Tinggalkan, Berkawan, Doa Ibu, Pantang Mundur, dan banyak lagi. Banyak lagu Titiek terinspirasi dari pengalaman hidupnya. ”Lagu-lagu itu adalah apa yang saya lihat dan saya rasakan” katanya. Dan yang paling terkenal adalah lagunya yang berjudul Kupu-kupu Malam yang bercerita mengenai kelamnya hidup seorang wanita yang merindukan belaian kasih Yang Maha Kuasa.

IMG_0318Aktivitas bermusik Titiek semakin berkembang seiring lagu-lagu ciptaannya yang banyak diminta oleh para penyanyi muda dan perusahaan rekaman. Bimbo, Grace Simon, dan Marini adalah penyanyi-penyanyi yang sering menyanyikan lagu-lagu ciptaan Titiek. Grace Simon termasuk salah satu dari sekian banyak penyanyi yang menyanyikan lagu ciptaannya. Titiek mempercayakan lagu Bing dinyanyikan olehnya. Lagu itu pula yang membawa Grace menjadi juara pertama dalam Festival Pop Singer tahun 1975. Di penghujung dekade 1970-an, sejumlah lagu ciptaan Titiek berhasil mencapai puncak dengan dinyanyikan oleh penyanyi lain.

Pada tahun 1980-1982 Titiek vakum dari dunia musik. Setelah dua tahun vakum hasrat mencipta lagu kembali muncul. Titiek terdorong untuk menciptakan lagu berirama riang dengan mood yang lepas bebas. Lagu itu dibuat Titiek untuk Euis Darliah. Pada bulan Oktober 1982, Euis menyanyikan lagu Apanya Dong dan mendulang sukses besar. Pada bulan Juli 1984 Titiek dan Euis Darliah mengikuti World Song Festival di Amerika Serikat. Titiek menciptakan lagu yang berjudul Horas Kasih atau Viva Love. lagu Titiek yang dinyanyikan Euis berhasil memenangi Hadiah Perunggu ( Bronze Prize ). Dekade 80-an menjadi masa semangat baru bagi Titiek. Selain menyanyi dan mencipta lagu, Titiek mulai menikmati masa-masa santai Ia tidak lagi dibebani dengan tuntutan mengejar karier seperti dulu. Aktivitas berkarya menjadi jauh lebih tanpa beban.

Selepas dekade 1980, di tahun 1993 harian besar Kompas menawarkan sesuatu yang membuatnya terperangah. Dalam rangka ulang tahun ke-28, Kompas akan menggelar sebuah konser bertajuk “Konser Perjalanan Karier Titiek Puspa”. Konser yang melibatkan banyak penyanyi itu digelar di Assembly Hall JCC pada tanggal 2 Juli 1993. Konser itu seperti sebuah film kehidupan Titiek yang diputar ulang. Tahun 1997, Titiek membuat sebuah album dangdut bertajuk Virus Cinta bersama musisi muda, Dwiki Darmawan. Album itu kemudian mengilhami Dwiki untuk menggelar konser spesial memperingati ulang tahun Titiek yang ke-60. Citra Karya Titiek Puspa menjadi titel pertunjukan dan dipentaskan pada tanggal 18 November 1997.

Memasuki usia senja, angka hanya sebatas kertas di mata Titiek. Memasuki dekade 2000-an, Titiek masih banyak melakukan aktivitas. Titiek dan Elly Kasim sempat melakukan lawatan budaya berupa pementasan drama, tari dan musik bertajuk Malin Kundang ke enam kota di Amerika Serikat, sejumlah negara Eropa, Malaysia, Kanada dan Australia, dan masih banyak lagi kegiatan yang Titiek lakukan hingga saat ini

Petuah Bijak Legenda

Sebagai seorang perasa, intuisinya bekerja. Sebagaimana lagu yang banyak diciptakan olehnya, Titiek yang November nanti akan berusia 77 Tahun merasakan kondisi negeri yang dicintainya saat ini. Titiek berujar bangsa Indonesia harus saling berdoa untuk keadaan yang lebih baik.

“Banyak kita yang sedang lupa apa tugasnya di dunia dan untuk apa hidupnya di dunia. Bukan untuk diri sendiri atau kelompok tetapi untuk kebersamaan. Sekarang, saya takut cucu cicit kita akan terkonminasi dengan perbuatan yang seliweran tidak karuan. Marilah berdoa bersama demi kebaikan cucu dan cicit bangsa Indonesia. Kalau kita berdoa demi suatu kebaikan, Tuhan pasti dengar” tuturnya.

Satu hal lagi, hormatilah alam dengan segala isinya dan saling mengingatkan yang lupa, menolong yang butuh pertolongan, dan menjaga agar semua tetap damai karena damai itu indah. “Banyak yang bersumpah atas nama cinta, cinta negara dan lainnya tetapi banyak yang lupa. Sebab, apa yang kita buat sekarang akan dibayar oleh anak cucu cicit kita, kalau kita menanam pohon yang rindang, anak cucu cicit kita akan duduk di tempat yang rindang”pungkas Titiek Puspa.

Klik disini untuk melihat Majalah Digital Kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?71513

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan