KabariNews – Saat banyak perguruan tinggi menolak peserta didik yang berkebutuhan khusus, Dra Endang Rahayu Pudjo justru meyakini mereka tetap memiliki potensi mengecap pendidikan akademik tinggi. Dengan demikian, mereka dapat menata masa depan yang ceria.

Pendidikan adalah hak setiap orang, demikian Endang berkeyakinan. Dengan pendidikan inilah yang menjadi modal untuk mandiri dan mampu merenda masa depan yang sejahtera. Karena itu ia sangat geram ketika ada omongan miring yang mendiskreditkan mereka yang penyandang kebutuhan khusus, baik down syndrome ataupun difabel. “Mereka punya hak yang sama dengan kita, termasuk punya masa depan. Kalau mereka diberi kesempatan mengenyam pendidikan, bagaimana mereka bisa membuktikannya? Kita harus sabar dan memberi kesempatan itu,” paparnya lagi.

Mahasiswa Rumah Kampus belajar menanam sayur mayur organikKeprihatinan Endang terhadap keberadaan kaum difabel dimulai saat dihadapkan pada kenyataan, bahwa putranya bernama Bagus Angger Putranto lahir dengan keterbatasan khusus. Bahkan dokter yang merawatnya pernah memvonis Angger akan mengalami keterlambatan memori. Yang lebih menyentak batin Endang adalah pernyataan seorang psikiater yang memupuskan harapannya untuk menyekolahkan sang anak ke jenjang yang lebih tinggi.

“Bagaimana nasib anak saya? Tidak hanya Angger, tapi juga anak-anak lain yang mengidap keterbatasan seperti dia?” Enda bertanya, seraya menirukan percakapan dengan psikiater. Tapi dia tidak menyerah. Sebaliknya, terus berupaya agar anaknya bisa melanjutkan pendidikan dan mandiri menata masa depannya.

Berbekal pengalaman dan informasi yang dikumpulkannya, ibu dua anak ini pernah mendatangi Dirjen Pendidikan, tapi nihil. Jawabannya tetap tidak ada perguruan tinggi atau pun kurikulum bagi penyandang keterbatasan khusus. “Saya datangi universitas-universitas. Dari Universitas Negeri Jakarta (dulu Institut Kejuruan Ilmu Pendidikan—Red), Universitas Pakuan, sampai Universitas Trisakti jawabannya tidak melegakan. Saya hampir putus asa,” imbuhnya.

Di balik masalah pasti ada jawaban. Wanita kelahiran Rangkas Bitung, 11 Maret 1957 ini pun terus bersemangat dan tertantang untuk mencari solusi atas kesulitan ini sampai akhirnya ia bertemu dengan salah seorang kenalan suaminya yang menjadi Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah melewati berbagai proses, Endang mendapat paket pendidikan pelatihan selama setahun bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Karena di IPB tidak memiliki program untuk mahasiswa berkebutuhan khusus, Endang turut terlibat untuk membuat lembaga pendidikan khusus. Sejak itulah Endang resmi mendirikan Rumah Kampus pada 2008.

“Nggak pakai nunggu lama, kurikulum dirancang dan disusun sambil jalan. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak,” kata Endang.

Rumah Kampus

Suasana belajar di kelasKampus identik dengan gedung tempat para mahasiswa mengikuti program pendidikan. Namun, agak berbeda dari kampus yang stereotip itu, Rumah Kampus ini khusus menerima peserta didik lulusan jenjang sekolah menengah atas, namun memiliki keterbatasan khusus. Dimulai dari 2-3 mahasiswa saja, kini ada 10 mahasiswa berusia 18-32 tahun yang menuntut ilmu di kampus ini.

Karena tidak memiliki cukup biaya untuk menyewa gedung, Endang pun menjadikan rumah orang tuanya di Jalan Kramat Asam Raya Nomor 16, Kelapa Mas, Utan Kayu, Jakarta Timur itu menjadi markas Rumah Kampus. Kurikulum perkuliahan maupun staf pengajar di Rumah Kampus dibantu oleh IPB. Formalnya, kerja sama dengan Rumah Kampus ini menjadi kegiatan sosial Program Diploma IPB, dan disebut dengan nama Program Khusus Program Diploma IPB.

Kepada Kabari:, mantan editor majalah anak-anak ini mengaku sama sekali tidak pernah mengira ataupun membayangkan bisa mendirikan Rumah Kampus. Ikhtiarnya itu tak lain hanya ingin mencari solusi pendidikan untuk anaknya dan para penyandang lain dengan keterbatasan khusus.

“Saya prihatin sekali, karena itu terus berupaya. Apa jadinya anak saya yang 3 kali drop out di SD karena beberapa orang tua murid dan juga siswa menolak Angger. Kalau didiamkan saja, anak saya dan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya itu tidak punya masa depan,” katanya lugas.

Berdirinya Rumah Kampus memberi harapan bagi orang tua. Terlebih dalam kurikulum yang disusun Endang bersama Program Diploma IPB ini mematok tujuan pendidikan adalah untuk memberi bekal hidup bagi para mahasiswanya kelak. Karena itu, dipilihlah ragam pendidikan berupa kegiatan keterampilan dan pelajaran ekonomi praktis.

“Kami berharap, setelah selesai pendidikan, para mahasiswa berkebutuhan khusus ini kelak mempunyai bekal untuk masa depan,” jelas Endang. Pelatihan diadakan secara rutin laiknya perkuliahan. Namun ragam pelatihan yang diberikan berupa olah pangan, tanaman hias, pertanian, dan budi daya ikan air tawar,” papar Endang.

“Mulai per 2013 dukungan IPB Diploma membuka Vokasi Berkelanjutan khusus untuk Disabilitas jurusan Budidaya Ikan Konsumsi. Masa selesai kuliah disesuaikan dengan kemampuan siswa. Setelah selesai kuliah, mereka mendapatkan sertifikat diploma dan bisa langsung praktek lapangan,” tambahnya.

Tidak ingin sembarang memasukkan mahasiswa, Endang memasang standar sendiri dalam menerima mahasiswa. Antara lain, calon mahasiswa sudah lulus sekolah lanjutan tingkat atas atau yang sederajat, belum menikah, mau mengikuti tes evaluasi minat dan kemampuan, serta melampirkan catatan kesehatan.

Rumah Kampus menarik uang kuliah Rp1,5 juta per bulan. Untuk bayar dosen-dosen saja sudah habis, ujar Endang, sehingga sering harus merogoh kantung sendiri untuk memenuhi keperluan lain. Namun, Endang mengaku tidak terbebani.

“Yang penting perkuliahan jalan,” imbuhnya, sambil tersenyum. Rumah Kampus memiliki ruang terapi khusus dengan tenaga terapis dan dokter. Tak hanya diberi ilmu, mahasiswa Rumah Kampus juga mendapatkan pelayanan fisioterapi dan Cranio. Apakah Cranio? Ini sebuah terapi untuk mengatasi penyumbatan pada pusat saraf otak akibat adanya cairan di otak. Terapi ini dilakukan dengan sentuhan tangan, tanpa menggunakan obat kimia. Proses terapi minimal 6 bulan hingga 2 tahun.

Sistem perkuliahan di Rumah Kampus, yaitu 70 persen praktik dan 30 persen teori. Pada semester awal, mahasiswa belajar dan praktik mata kuliah budi daya ikan. Dalam mata kuliah ini mahasiswa diajari cara merawat, memberi makan, dan membersihkan kolam ikan. Mahasiswa juga diajarkan tentang budi daya tanaman dan mengenal produk olahan hasil pertanian. Pada semester selanjutnya mahasiswa juga diajarkan praktik membuat roti, bakso, sosis, es krim, dan lainnya. Untuk pembekalan, di semester akhir, mahasiswa belajar mata kuliah manajemen promosi dan pemasaran, praktik pertanian terpadu, dan praktik kerja.

Mahasiswa Rumah Kampus juga dibekali mata kuliah pendukung, seperti bahasa Inggris, matematika, pengetahuan komputer, ilmu komunikasi, musik, ekonomi, serta pendidikan moral (agama). Diakui Endang, bukanlah hal mudah mengajarkan sesuatu kepada mereka yang berkebutuhan khusus, seperti mahasiswa di sini. “Pelajaran harus diulang-ulang, memang. Mereka gampang sekali lupa, jadi kita harus menjelaskan lagi, berkali-kali,” ungkapnya sabar.

Terus Memberikan Harapan dan Keyakinan

Endang Rahayu mengajar dibantu putri sulungnya, OvieEndang kini dibantu putri pertamanya, Ovie, dalam mengasuh Rumah Kampus. Sang putri juga mewarisi sifat asih sang Ibu dalam mencerdaskan anak-anak didik yang berkebutuhan khusus ini. Dengan sabar dan telaten ia mengajar para mahasiswa. Pembelajaran ilmu yang mudah saja sulit, terlebih dalam mengajarkan ilmu yang tergolong sulit bagi mereka. Tak heran pada masa awal kuliah banyak dosen yang menyerah. “Tak sedikit dosen yang akhirnya menyerah. Karenanya, saya salut pada dosen-dosen yang masih terus bertahan,” ujar Endang sambil tersenyum.

Selain kesabaran ekstra dalam mentransfer ilmu, tetapi juga dalam menghadapi polah tingkah mahasiwa yang berkebutuhan khusus. Tetapi tantangan terbesar Endang justru dalam meyakinkan para orang tua agar memperlakukan anak-anak mereka secara normal.

“Saya harus terus meyakinkan orang tua untuk tidak memperlakukan anak mereka dengan spesial. Biarkan mereka mandiri. Ibarat kertas kosong, apa pun yang diberikan ke mereka itu akan terekam terus. Kalau semua dibantu, kapan mereka bisa mandiri?” Endang menandaskan.

Endang memperlakukan Angger layaknya anak normal. Ia memberi sang anak tanggung jawab meski dengan segala keterbatasan. Buktinya, sang putra yang membuat dirinya nekat mendirikan kampus itu kini telah bisa menyetir mobil.

“Tak cuma sekadar nyetir, Angger juga lulus tes SIM. Itu bukti kalau keterbatasan bisa diatasi dengan memberikan kepercayaan bahwa sang anak bisa,” katanya bangga. “Mereka bukanlah orang-orang yang tergolong cacat mental seperti yang sering kita lihat di SLB. Mereka masih lancar dalam berkomunikasi antara sesama dan orang tuanya,” lanjut Endang.

Endang berharap Rumah Kampus kian berkembang dan menjadi model sekolah alternatif bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dia juga berharap pemerintah lebih memberikan perhatian terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak penyandang disabilitas, khususnya yang mengalami keterlambatan daya pikir.

Tak hanya fokus pada mahasiswa, kini Endang berusaha mengembangkan sekolahnya. Dia membuka kelas untuk anak-anak berkebutuhan khusus tingkat taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD). Selain mendapatkan terapi, anak-anak juga mendapatkan pelajaran menggambar, melukis dan baca tulis.

Seperti diceritakan Nita, salah seorang Ibu mahasiswa bernama Farhan, sudah mengalami banyak perubahan setelah menjalani terapi. “Awalnya dia lambat sekali, hiperaktif dan sulit sekali mengenal huruf. Tapi sekarang dia sudah menunjukan perubahan positif,” katanya. Nita sendiri mengaku mendapatkan informasi Rumah Kampus dari dokter spesialis anaknya.

Dalam waktu dekat ini Rumah Kampus juga dibangun di Cihideung, Jawa Barat. Harapan dan bayangan Endang tidak mengada-ada. Rumah Kampus paling tidak sudah membuktikan adanya kebutuhan itu. Keterbatasan bukan alasan untuk putus asa, justru di balik keterbatasan anak-anak penyandang disabilitas memiliki masa depan yang masih harus dijalani. (1001)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?73095

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

lincoln

Kabaristore150x100-2