Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang orang mampu membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak akan efektif mencegah lonjakan konsumsi premium. Langkah yang paling mungkin dilakukan yakni dengan merealisasikan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, langkah menggandeng MUI merupakan inisiatif Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bukan keputusan pemerintah. 
Dia meragukan efektivitas keterlibatan MUI untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi. Menurutnya, yang paling efektif adalah realisasi kebijakan pembatasan BBM. ”Soal efektivitas sangat bergantung pada komitmen membatasi subsidi BBM,” kata Bambang seperti diberitakan Antara. 
Awal minggu ini, Kementerian ESDM menggelar pertemuan dengan MUI membahas program pengembangan budaya hemat energi. Usai pertemuan, MUI berpendapat, prilaku masyarakat golongan mampu yang menggunakan premium merupakan perbuatan dosa. Pernyataan MUI itu pada akhirnya memicu pro-kontra masyarakat. 
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Radjasa menanggapi dingin langkah Kementerian ESDM menggandeng ulama sebagai salah satu upaya mengurangi pemakaian BBM bersubsidi. ”Saya tidak ikut-ikutan. Tidak usah dikomentari lah. Yang baik-baik kita dukung deh,” ungkap Hatta. 
Untuk kesekian kalinya, mantan menteri perhubungan ini menegaskan, pemerintah tidak memilih opsi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan kondisi perekonomian nasional, utamanya pada tekanan terhadap inflasi. Secara tidak langsung Hatta mengungkapkan kekhawatiran terhadap tekanan inflasi yang tinggi jika kebijakan menaikkan harga BBM diberlakukan. 
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati berharap pengaturan penggunaan BBM bersubsidi tetap diberlakukan agar tidak membebani subsidi energi dan meningkatkan defisit anggaran. Menurut dia, apabila pengaturan bisa dilakukan pada 2011, defisit anggaran bisa dipertahankan pada angka plus minus 0,1% dari 2%. ”Kita minta Kementerian ESDM melakukan pembatasan. Kalau tidak, implikasinya ada kenaikan subsidi listrik dan BBM,”ujarnya. 
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan, keputusan pengaturan BBM bersubsidi akan berdampak ringan terhadap inflasi. Namun, operasional pengaturan BBM bersubsidi tidak mudah dilakukan. ”Migrasi (kepada pertamax) akibat pembatasan BBM dampaknya tidak seberat naik langsung. Namun, operasional pengaturan BBM bersubsidi jauh lebih sulit diterapkan daripada menaikkan harga,” ujar Rusman.
Menurut dia, apabila angkutan umum ikut dikenakan kenaikan BBM, secara tidak langsung akan menyebabkan kenaikan tarif barang dan jasa yang berdampak langsung terhadap kenaikan inflasi. ”Kalau diberlakukan untuk semua pengguna angkutan umum akan ada dampak kenaikan tarif barang dan jasa, bisa menyebabkan kenaikan inflasi lagi,” ujar Rusman. 
Amirul, seorang pekerja kantoran yang tingal di Bekasi mengungkapkan kalau kebijakan pemerintah soal kendaraan dan BBM sangat lemah dan salah sasaran. “Mobil tua harusnya dibatasi. Jadi Jakarta tidak terlalu penuh mobil. Bensin juga begitu. Harus dibuat aturan yang keras bahwa mobil pribadi keluaran 5 tahun ke atas harus membeli Pertamax bukan premium, “ kata Amirul.

Saat ini memang banyak mobil pribadi yang masih memakai Premium dan bukan Pertamax, meski pemerintah sudah menghimbau aturan ketat soal pembatasan pembelian. Harga Premium saat ini adalah Rp 4.500 sedangkan Pertamax mencapai Rp 8.000.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36949

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :