KabariNews – Pemerintah dianggap tidak serius melakukan renegoisasi dengan PT Freeport Indonesia, buktinya dari 6 point yang diajukan oleh pemerintah hanya satu yang baru bisa dipenuhi oleh mereka. Point tersebut adalah royalti emas sebesar 3,75% dari yang sebelumnya 1%.

Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa sebelumnya mengatakan bahwa pihak Freeport bersedia menambah royalti emas menjadi 3,75%, namun point tersebut dianggap Kementerian ESDM belum memenuhi tuntutan 6 point yang diajukan dalam renegoisasi tersebut.

Ke 6 point tersebut adalah, terkait luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi dan kewajiban penggunaan barang atau jasa pertambangan dalam negeri.

“Kasus mandegnya renegoisasi, mencerminkan Freeport memang tidak ada niat baik. Buktinya dari 6 point yang diajukan hanya baru satu yang dipenuhi. Ini menunjukan arogansi Freeport terhadap bangsa ini,” kata Dewi Aryani. Demikian disampaikan Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani.

Menurut Dewi Aryani renegoisasi dengan Freeport merupakan momentum yang tepat untuk mereposisi sektor energi di Indonesia. Menurutnya, dari kegagalan tersebut menciptakan kondisi ketahanan energi di dalam negeri yang eksternalitas negatif kepada sektor lainnya dan akan mengganggu berjalannya proses pembangunan.

“Keterkaitan energi dengan berbagai sektor lain seperti ekonomi, politik, lingkungan, dan sosial menempatkan energi sebagai sebuah hal yang keberadaannya perlu diposisikan dalam ruang lingkup kebijakan prioritas. Pada kenyataannya, sikap Pemerintah yang selama ini mengesampingkan kebijakan energi dibandingkan dengan kebijakan lainnya menuai hasil berupa kelangkaan energi yang disebabkan oleh salah tata kelola energi,” tegas dia.