GamelaronKabariNews – Indonesia kaya akan seni musik tradisional, bahkan tiap suku bangsa di Nusantara memiliki alat musik khas. Sebut saja, komposisi musik yang manis dari alat musik boning dan gong dari Pulau Jawa dan Bali. Kabari: menuliskannya untuk Anda!

Dentingan boning dan dentuman gong terdengar mengalun harmonis, mengisi setiap sudut di sebuah hotel artistik di bilangan Manhattan, New York. Alunan tangga nada pelog dan slendro seakan membawa para tamu melintasi benua menuju Nusantara, mengunjungi Pulau Jawa dan Bali. Terlupakan sudah hiruk-pikuk Big Apple. Lobi hotel pun seperti disulap menjadi pura yang sakral dan damai.

Uniknya, tidak ada satu pun pemusik yang terlihat. Hanya alat pukul kayu saja yang cakap bergerak bergantian, memainkan komposisi lagu tradisional. Perpaduan gerak robotik dan gamelan ini adalah karya dari sejumlah seniman yang tergabung dalam Gamelatron Project. Salah satunya, seniman asal Amerika yang berbasis di Brooklyn, Aaron Taylor Kuffner.

Ia sempat bermukim di Indonesia selama 4 tahun. Dalam rentang waktu itu ia bertemu seniman-seniman berpengaruh, seperti I Wayan Senen dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta dan musisi gamelan I Wayan Sadera dari Yayasan Polos seni di Tegas, Bali. Pertemanan yang akrab ini telah menumbuhkan kecintaan Aaron pada gamelan.

Ada perbedaan yang kental antara gamelan Jawa dan Bali,” ujar Aaron. “Di Bali, gamelan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah (Hindu) dan tradisi rakyat. Oleh karena itu gamelan Bali sangat mengakar. Bahkan saat ini muncul gerakan baru yang mendorong para seniman untuk membuat komposisi baru atau membuat remix dari lagu-lagu lama.”

Gamelaron-1Aaron, bahkan dapat menilai, bahwa gamelan Jawa tidak lagi sepopuler di masa lampau. Banyak generasi sekarang, utamanya generasi muda, yang menganggap gamelan bagian dari tradisi kuno yang sudah tidak menarik lagi. Menurutnya, saat ini sudah banyak pilihan musik lain, seperti musik pop dan tekno.

“Saya mengerti sudut pandang mereka,” ujar Aaron. “Mereka lebih memilih seni yang modern. Oleh karena itu, harapan saya adalah menjadi bagian dari evolusi gamelan dengan cara melepaskannya dari stigma negatif, seperti ketinggalan zaman atau tidak ‘keren.’ I want to make it cool again!

Dengan tujuan itulah, Aaron menggabungkan unsur modern dan tradisional. Gamelatron dibuat dari beberapa set gamelan yang dihubungkan dengan komponen-komponen robotik. Dengan sekuen MIDI (Musical Instrument Digital Interface), decoding microprocessor mengirimkan sinyal elektronik yang memancing gerakan alat pukul kayu. Pengaturan yang rinci memastikan ketepatan waktu serta keras dan lembutnya pukulan.

Proyek seni ini dibantu oleh Eric Singer, pendiri The League of Electronic Musical Urban Robots, perusahaan pengembang alat musik robotik yang berbasis di Pittsburg, Pennsylvania. Selain itu John Taylor dan Joe Joe Martin, ahli teknik dari Lumigeek, ikut serta dalam pengaplikasian hardware dan software untuk beberapa instalasi Gamelatron.

Empat Bunga, salah satu instalasi Gamelatron yang sedang dipamerkan di New York, terdiri dari empat kanvas baja yang dihiasi dengan 28 instrumen perunggu. Setiap kanvas berukuran 1,2 meter dan tinggi 1,8 meter.

“Sering kali gamelan memiliki hubungan dengan alam,” ujar Aaron. “Ada lagu-lagu yang bercerita tentang jangkrik, misalnya. Saya terinspirasi dari hal serupa. Empat Bunga secara ironis melambangkan musim gugur, ketika itu bunga-bunga mati, tetapi indah. Tidak menyeramkan.”

Gamelaron-2Aaron selalu mengawali karyanya dengan pembuatan. Pengalamannya dalam tahap-tahap tersebut menjadi dasar penentuan tema dan judul. Kembang Cempaka, dinamai demikian, karena suara lembutnya menggambarkan wangi bunga cempaka. Gelombang Dewa-Dewi memberi nuansa spiritual yang kental dan Mantera Hijau menjadi judul, karena warna gong yang berubah menjadi hijau setelah melalui proses yang panjang.

“Tidak ada satu metode khusus yang saya pakai dalam menentukan tema,” ujar Aaron. “Semua tergantung pada apa yang saya rasakan dan alami.”

Tantangan terbesar bagi Aaron dalam membuat instalasi Gamelatron adalah menggabungkan antara fungsi dengan keindahan. “Saya harus bisa menyampaikan keduanya kepada publik agar mereka mendapatkan pengalaman yang optimal,” jelas Aaron.

Aaron sendiri memiliki visi untuk mendirikan sebuah yayasan nirlaba yang bisa mengelola instalasi-instalasi Gamelatron, sehingga dapat diakses oleh banyak kalangan. Caranya, dengan menempatkannya di ruang terbuka publik.

“Saya ingin membuat public sanctuary dan mengelolanya melalui yayasan tersebut agar terbentuk jaringan internasional,” jelas Aaron.

Belakangan, bukan hanya ingin memperkenalkan gamelan kepada komunitas asing, Aaron juga hendak mengajak generasi muda Indonesia untuk lebih inovatif, memanfaatkan potensi keindahan gamelan dengan cara-cara yang kreatif.

“Saya senang mengembangkan Gamelatron Project,” ujar Aaron. “Sebuah kebahagiaan tersendiri ketika saya bisa menyebarkannya kepada orang lain.” (Awis Mranani)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?73097

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

intero

 

 

 

 

Kabaristore150x100-2