Kisah sukses seorang blogger tunanetra

Ditemui
di rumahnya di daerah Jatibening, Bekasi, Eko Ramaditya Adikara yang
akrab dipanggil Rama menyambut Kabari dengan ramah. “Maaf, tadi saya
tertidur. Jadi gak dengar bel-nya”, katanya sembari mempersilakan
Kabari masuk. Di rumah itu ia tinggal bersama kedua orangtua dan adik
lelakinya.

Siapa sih pemuda berkulit putih ini? Pemuda yang lahir tanggal 3 Februari 27 tahun silam ini dikenal sebagai bloger aktif dan juga jurnalis harian online. Profesi yang sebetulnya biasa saja, tapi tidak bagi seorang Rama, karena sejak lahir ia tunanetra.

Orangtua
Rama menyadari kekurangan anaknya. Ketika lahir, Rama tidak menangis.
“Bayi menangis ketika keluar dari rahim karena ada perubahan cahaya. Di
dalam rahim itu gelap, sehingga saat bayi merasakan cahaya di luar
lebih terang, ia menangis. Sedangkan saya, tidak menangis,” begitu
penjelasan Rama.

Meski sempat shock, namun
orangtua Rama tetap memberikan kasih sayang tak terhingga padanya. Ia
mendapatkan pendidikan yang layak, mereka juga mendukung Rama
berinteraksi dengan lingkungannya, seperti bermain dengan teman-teman,
berbelanja, dan berkenalan dengan orang-orang.

Sewaktu TK (Taman
Kanak-kanak, red), Rama masuk ke sekolah umum. Namun akhirnya pindah ke
TK khusus tuna netra. Ia melanjutkan sekolah dasar di sebuah SLB (Sekolah
Luar Biasa, red) di kawasan Lebak Bulus dan tinggal di asrama karena
letak sekolah yang cukup jauh. Di sanalah ia belajar mandiri, belajar
membaca huruf braille, dan pulang ke rumah seminggu sekali. Setelah lulus SD, orangtuanya memasukkan Rama ke sekolah umum.

Di
sekolah umum, ia mendapatkan sedikit kesulitan. Salah satunya adalah
tidak bisa membaca papan tulis. Orang tua Rama berinisiatif merekam
semua pelajaran. Dari rekaman itulah Rama mengulang pelajaran di
sekolahnya. Selebihnya ia tak ada masalah beradaptasi dengan lingkungan
sekitar, kecuali ia tidak bisa mengikuti ekstrakurikuler yang
memerlukan kegiatan penglihatan. Peran orangtua Rama memang begitu
besar. Mereka membantu dan membimbing Rama dalam belajar.

Rama bertekad menyelesaikan sekolahnya tepat waktu, seperti anak normal lainnya. Setelah lulus SMA,
ia melanjutkan kuliah di Universitas Darma Persada jurusan Sastra
Inggris. Rama memilih jurusan itu karena melihat hampir semua informasi
di dunia teknologi, berbahasa Inggris. Dan dengan menguasai bahasa
Inggris, ia akan mudah mempelajari ilmu tersebut. Ia pun lulus dengan
nilai yang cukup memuaskan.

Kesulitan ketika masuk kuliah
adalah, mereka tidak menyediakan fasilitas untuk tuna netra. Namun Rama
meyakinkan fakultasnya bahwa ia bisa menjalankan semua itu, akhirnya
mereka mengijinkan Rama mengikuti kuliah.

Sejak kecil Rama
sudah bercita-cita menjadi ahli komputer. Saat masa kanak-kanak, Rama
suka menonton film Starwars. Walaupun belum mengerti sepenuhnya film
tersebut, dari situ ia berimajinasi ingin memiliki komputer yang bisa
berbicara. “Kayaknya enak punya komputer atau alat komunikasi yang bisa
ngomong. Dan sekarang kejadian!” tuturnya. Dulu, Ayahnya
sering membawa Rama ke kantor dan mengenalkan Rama dengan komputer.
Dari situ berkembanglah keinginannya untuk menjadi ahli komputer.

Dalam mengoperasikan komputer, Rama mengandalkan perangkat lunak pembaca layar (screen reader).
Perangkat ini pula yang membantunya belajar komputer hingga menjadi
penggiat IT seperti sekarang. Rama mempelajari perangkat ini di Yayasan
Mitra Netra, sebuah yayasan pendidikan dan pengembangan untuk tuna
netra. Perangkat ini cukup mahal dan jarang dimiliki secara individual.
Ia rutin belajar komputer di Yayasan Mitra Netra sampai akhirnya ia
mampu membeli perangkat ini dan digunakan setiap hari. Dengan perangkat
ini, ia bisa mengutak-atik komputer, bermain game, hingga chatting.

Photobucket

Ia bekerja dari rumah. Di ruang kerjanya hanya terdapat komputer, dengan LCD
yang tidak dinyalakan. Dengan mengandalkan suara dan insting, Rama
melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Rama adalah pemuda
multi-talenta. Selain bekerja sebagai IT, ia merupakan jurnalis di
beberapa media massa, podcaster di beberapa podcast radio di Amerika, dan juga komposer musik beberapa game
Jepang. Rama juga seringkali diminta menjadi pembicara seminar-seminar
pengembangan diri. Kisah hidupnya bisa menjadi motivasi orang lain
untuk berjuang meraih cita-cita.

Semua berawal saat ia membuat ramaditya.com.
Banyak orang yang mengunjungi blog tersebut dan banyak yang menyarankan
supaya Rama menjadi jurnalis. Rama pun ditawarkan menulis untuk
rubrik-rubrik di portal. Dengan menjadi jurnalis online dan game, Rama merasa lebih smart karena ia dapat mengetahui barang baru dan bisa mencobanya. Biasanya Rama mencari berita dari internet dan TV cable. Ia pribadi memiliki 3 portal yang harus dikelola, yaitu ramaditya.com, blog di multiply dan Facebook.

Rama merasa senang menjalani semua pekerjaan karena sudah menjadi hobinya. Selain travelling dan nonton, ia sangat menyukai game. Sejak tahun ’87, ia sudah mengenal perangkat game Atari, Nitendo, dan Sega. Sampai saat ini pun ia masih memainkannya. Kebanyakan game yang dimainkan adalah web-based. Sulitkah bermain game tanpa melihat? Ternyata Rama mengandalkan sound effect dan imajinasinya untuk bermain game.
Imajinasi berperan banyak dalam hal ini. Dalam hal mengetik, Rama cukup
lihai. Awalnya dia belajar mengetik dengan mesin tik. Kemudian ia
memutuskan mengikuti les mengetik selama 2 bulan, dan sekarang ia mampu
mengetik 60 kata dalam 1 menit.

Ketika ditanya peritiswa
hidup yang berhubung dengan kekurangan fisiknya, Rama menjawab tidak
ada. Karena orang tuanya membesarkan Rama layaknya orang normal, ia
merasa tidak ada masalah dengan kondisinya. Kesulitan yang biasa dia
hadapi mungkin tak beda dengan orang-orang kebanyakan, antara lain
ketika ujian ia harus belajar, ketika bekerja mengalami stuck, dan sebagainya.

Sehari-hari Rama menulis blog dan media online
serta menjadi motivator di sekolah, kampus atau kantor. Selain itu Rama
telah menerbitkan biografi dirinya yang berisi motivasi-motivasi. Bisa
dibilang inilah biografi pertama dari seorang blogger tuna
netra. Dalam waktu 2 bulan, bukunya telah terjual 2000 kopi dan telah
memasuki cetakan kedua. Ia juga berencana akan membuat acara TV khusus
tuna netra dengan format talkshow.

Untuk berkomunikasi, Rama telah meng-install
software khusus di telpon genggamnya. Bahkan perangkat tersebut dibuat
sendiri olehnya. Dengan begitu, ia bisa mengetahui siapa yang
menelepon, membalas sms, dan bermain game.

Dari
semua yang ia miliki, Rama mengaku tidak pernah menyesali kebutaannya.
Menurut Rama, dirinya tidak berbeda dengan orang-orang kebanyakan. Yang
berbeda hanya soal mata. Ia pun menuturkan “Kesuksesan itu merupakan
tanggung jawab sendiri. Karena saya lihat teman -teman yang disadvantage tetap bisa maju. Dengan kata lain bukan selalu menjadi halangan ‘ketidakberuntungan’ itu. If you wanna get your succes, just go and get it”. Dan ia dengan mantap mengatakan “Sekeras apapun cobaan itu, Tuhan gak akan memberi cobaan yang melebihi kemampuan umatnya.” Bravo Rama! We’ll be waiting for your next move! (chika)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?32442

Untuk melihat Berita Indonesia / Kisah lainnya, Klik disini

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket