Pemanasan global menjadi masalah yang serius belakangan ini.
Persoalan ini sebenarnya tak lagi berada di awang-awang, tapi sudah
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, dampak ini sudah
makin terasa. Hujan yang turun sepanjang musim, suhu lingkungan yang
makin meningkat, dan beberapa gejala alam yang terjadi.

Namun, ada perbedaan antara negara maju seperti Amerika Serikat dan
negara berkembang, seperti Indonesia untuk menjelaskan penyebab dan
dampak global warming ini. Di negara maju, topik pembahasan
pemanasan global, lebih mengarah ke fakta. Katakanlah, peternakan dan
industri daging merupakan salah satu penyebab terbesarnya. Sehingga
kampanyenya mengarah ke imbauan pengurangan konsumsi daging. Namun di
Indonesia, pemanasan global, baru dipahami sebatas hemat listrik, hemat
air, hemat BBM, dan menggencarkan bersepeda. Upaya untuk mengurangi sampah anorganik saja, masih sebatas slogan.

Ini beralasan. Sebab, industri peternakan dan konsumsi daging
masyarakat Indonesia masih berada di bawah negara lain. Dua sektor itu
bukan porsi terbesar penyumbang pemanasan di Indonesia. Meski begitu,
negara berkembang pun harus mulai berpikir bahwa kerusakan lingkungan
dunia adalah tanggungjawab kolektif. Sehingga, siapapun dan dari
manapun, berbuat untuk solusi pengurangan dampak pemanasan global. Kita sendiri dapat mengurangi dampak ini secara nyata.

Pertama, adalah mencoba berhenti atau mengurangi makan daging. Dalam laporan badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Enviromental Issues and Options , 2006,
mencatat 18% dari pemanasan global yang terjadi saat ini disumbangkan
oleh industri peternakan. Ini jumlah yang lebih besar dibanding dampak
alat transportasi dari seluruh dunia yang berada di angka 13 % penyebab
pemanasan global.

Industri peternakan selain sebagai penyumbang CO2 yang besar, mereka
juga salah satu sumber utama pencemaran tanah dan sumber-sumber air
bersih. Penelitian Profesor Gidon Eshel dan Pamela Martin dari
Universitas Chicago menyimpulkan, mengganti pola makan daging dengan
pola makan vegetarian, 50% lebih efektif untuk mencegah pemanasan global dibanding harus mengganti sebuah mobil SUV dengan mobil hibrida. Seorang vegetarian dengan standar diet orang Amerika akan menghemat 1,5 ton emisi rumah kaca setiap tahunnya! Seorang vegetarian yang mengendarai SUV Hummer masih lebih bersahabat dengan lingkungan daripada seorang pemakan daging yang mengendarai sepeda!

Di Indonesia, meski belum banyak, gerakan mengkritisi industri peternakan dan upaya memasyarakatkan vegetarian mulai didengungkan. Dipelopori oleh Prasasto Satwiko (guru besar Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)/ Pusat Studi Energi ), Agustinus Madyana Putra (pemerhati lingkungan dan dosen arsitektur UAJY), juga Chindy Tanjung, kordinator Indonesia Vegetarian Society DIY-Jateng. “Tak perlu menunggu lebih lama untuk mengurangi laju industri peternakan di Indonesia,” kata Chindy Tanjung.

Tanpa kita sadari pula, peternakan adalah penggerak utama penebangan
hutan. Sebesar 70% bekas hutan di Amazon telah beralih fungsi menjadi
ladang-ladang peternakan. Dampak penebangan hutan menyumbang emisi
sebesar 2,4 miliar ton gas CO2 dalam setahun.

Kedua: Berusaha untuk membatasi emisi karbon dioksida! Negara maju
dan berkembang memang harus mulai mencari sumber-sumber energi
alternatif yang tidak menghasilkan emisi CO2, seperti tenaga matahari,
air, angin, nuklir, dan lain-lain. Bila terpaksa harus menggunakan bahan
bakar fosil (yang mana akan menghasilkan emisi CO2), menggunakannya
dengan bijak dan efisien. Indonesia termasuk negara yang banyak
menggunakan bahan bakar fosil (minyak, batubara) untuk pembangkit
listriknya. Mematikan peralatan listrik ketika tidak digunakan,
menggunakan lampu hemat energi, dan panel surya sebagai energi
alternatif adalah solusi yang realistis.

Ketiga: Menanam lebih banyak pohon! Tanaman hijau menyerap CO2 dari
atmosfer dan menyimpannya dalam jaringannya. Tetapi setelah mati mereka
akan melepaskan kembali CO2 ke udara. Lingkungan dengan banyak tanaman
akan mengikat CO2 dengan baik. Jika tidak, maka karbon yang sudah
tersimpan dalam tanaman akan kembali terlepas ke atmosfer sebagai CO2.

Peneliti dari Louisiana Tech University menemukan, bahwa
setiap pepohonan hijau dapat menangkap karbon yang cukup untuk
mengimbangi emisi yang dihasilkan dari mengendarai sebuah mobil selama
setahun. Sebuah studi di Amerika Serikat juga menunjukkan, bahwa
penanaman 95 ribu pohon yang dilakukan di dua kota kecil di Chicago,
memberikan udara yang lebih bersih dan menghemat biaya yang berhubungan
dengan pemanasan dan pendinginan udara sebesar lebih dari US$ 38 juta
dalam 30 tahun ke depan.

Keempat: Daur ulang (recycle) dan gunakan ulang (reuse)
kalkulasi yang dilakukan di California menunjukkan, bahwa apabila proses
daur ulang dapat diterapkan hingga di tingkat negara bagian California,
maka energi yang dihemat cukup untuk memberikan suplai energi bagi 1,4
juta rumah, mengurangi 27.047 ton polusi air, menyelamatkan 14 juta
pohon, dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga setara dengan 3,8 juta
mobil!

Kelima: Menggunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi
emisi karbon. Penelitian yang dilakukan Universitas Chicago menunjukkan,
bahwa beralih dari mobil konvensional ke mobil hibrida seperti Toyota
Prius dapat menghemat 1 ton emisi per tahun. Mengonsumsi makanan produk
lokal akan mengurangi emisi dalam jumlah yang cukup signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Iowa State University pada tahun
2003 menemukan, bahwa makanan non-lokal rata-rata menempuh jarak 1.494
mil sebelum dikonsumsi. Coba bandingkan dengan makanan lokal yang hanya
menempuh jarak 56 mil. Betapa banyak emisi karbon yang dapat dihemat
dengan perbedaan 1.438 mil tersebut.

Sepeda adalah alternatif bagi alat transportasi. Selain menghemat
banyak energi, bersepeda juga merupakan olah raga yang menyehatkan.
“Saya berusaha untuk menggunakan sepeda untuk pergi ke tempat kerja
sesering yang saya bisa untuk menghemat energi.” Kata Margot Wallstrom,
Wakil Presiden dari Komisi Uni Eropa.

Dari keseluruhan hal di atas, terpenting adalah keinginan dan
motivasi kita sendiri untuk berubah dan memikirkan kelangsungan
lingkungan yang baik untuk keturunan kita. Slogan-slogan menghentikan global warming
tidak akan berarti jika hanya menjadi bahan bacaan tanpa tindakan yang
nyata. Kita harus benar-benar mulai mempraktekkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Kita mungkin tak perlu menunggu orang lain melakukannya. Bila tak ada
pihak lain yang bisa diajak, mulailah dari kita sendiri. Melakukan
secara bertahap tetapi konsisten akan menjadi contoh nyata bagi
orang-orang di sekitar kita. Contoh dan praktek akan menginspirasi
banyak orang untuk bertindak bagi lingkungan. Karena bumi yang sehat dan
bersih, sangat berguna untuk anak-anak kita. (Indah)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36574

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :