KabariNews – Jika hasrat ingin menulis sudah sampai ubun-ubun kepala, tak peduli  apapun profesi dan halangannya, hasrat itu harus segera disalurkan. Ya, menjadi seorang penulis tidak harus mereka dengan pendidikan yang tinggi ataupun mereka yang pernah mendapat pendidikan mengenai cara menulis dengan baik. Salah satu contohnya adalah Aveus Har, seorang pedagang mie ayam di Wiradesa, Pekalongan, Jawa Tengah ini berhasil melahirkan beberapa karya novel.  Sebut saja  novel berjudul Sejujurnya Aku, Warna Merah Pada Hati , ASIBUKA!Mantra Rahasia dan yang terbaru novel  Flawless Hope.  Ini baru novel, belum lagi dengan ratusan cerita pendek yang dimuat di majalah, tabloid dan koran dan karya antologinya  bersama para penulis lain.

Suharso aka Aveus Har  mengatakan menulis membuatnya menjadi seorang yang lebih baik. Lantas bagaimana kisah novelis cum penjual mie ayam ?, berikut petikan wawancara KABARI dengan Aveus Har beberapa waktu yang lalu.

Kabari: Profesi Anda kalau tidak salah adalah seorang pedagang mie ayam, tetapi di sisi lain Anda merupakan seorang Novelis.  Lantas bagaimana ceritanya Anda bisa memiliki dua dunia yang berbeda?

Saya suka menulis sejak SMP. Menulis di buku tulis. Tidak dipublikasikan dan hanya untuk dibaca teman-teman dekat. Di SMA (saya sekolah di Sekolah Menengah Ekonomi Atas jurusan akuntansi), saya mulai mempublikasikan cerita-cerita saya di majalah dinding. Lulus sekolah saya tidak kuliah. Saya bekerja dan tidak pernah betah lama. Lalu, bersama Ibu, saya jualan mie ayam di trotoar sebuah jalan di Kota Pekalongan.

Saya masih terus menulis, karena saya menyukainya. Ketika kamu menyukai sesuatu, kamu tak ingin kehilangannya meski apa pun. Begitu ketika saya menyukai menulis cerita–dunia ajaib yang kubangun dengan kata-kata, saya tidak mau berhenti meskipun saya harus bekerja untuk mendapatkan uang. Lalu, demi sebuah eksistensi, saya membuka warungku sendiri, di trotoar jalan di Wiradesa. Ini masalah uang. Hingga sekarang aku masih menulis atas nama kesukaan. Hingga sekarang saya masih jualan atas nama kebutuhan.

Kabari:  Diantara kesibukan Anda bagaimana Anda membagi waktu antara menulis dan berdagang? adakah hal yang memotivasi Anda untuk terus menulis? 

Saya menulis di sela kesibukan jualan dan  menulis di ponsel. Ada aplikasi pengelola kata yang saya  instal di ponsel. Saya masih mempunyai laptop, tapi Saya tidak bisa memakainya sambil jualan–anak sulungku yang masih TK akan mengambil-alih dan mengacaukan file-fileku. Laptop hanya saya pakai buat mengedit, sebulan sekali, di malam hari ketika anak-anak sudah lelap.

Saya menulis ketika  sedang tidak melayani pembeli, atau tidak sedang mengerjakan tetek-bengek lain.    Seringkali, ketika otak saya sedang penuh inspirasi namun jualan pas ramai, saya terpaksa membiarkan inspirasi hilang karena tidak menuliskannya. Awalnya memang tidak mudah. Kecepatan jempol saya  mengetik di tombol kaca yang kecil tidak secepat ketika saya mengetik di atas papan kibor komputer. Tapi semua yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan, dan semua kebiasaan akan menjadi mudah. Maka, saya jalani saja.

Soal Motivasi? saya tidak tahu apa yang memotivasiku. Mungkin hasrat. Mungkin ambisi. Mungkin perpaduannya. Saya masih punya hasrat yang besar untuk menuangkan ceritaku–yang selalu saja ada ide-ide baru. Saya  masih punya ambisi untuk menulis lebih bagus lagi. Ambisi untuk mendapatkan pengakuan yang lebih dari sekarang. Saya ingin namaku dikenal lebih banyak orang atas karya-karya.

Kabari :  Bisa diceritakan juga, bagaimana awal muasalnya Anda suka dengan dunia tulis menulis? adakah arti menulis untuk anda? 

Awalnya saya suka membaca. Saya seorang introvert dan dunia dalam cerita itu membiusku sedemikian rupa hingga ketagihan. Lalu terlintas pikiran: Saya juga punya cerita. Jadi, kenapa saya tidak menceritakan ceritaku pula? Maka, saya  menulis cerita. Menulis, kemudian membawa saya  untuk keluar dari diriku: beberapa teman meminta berbagi pengalaman dan pengetahuan menulis.

Kamu tahu, bagi seorang introvert, itu mengerikan. Tapi saya harus melakukannya, saya harus melawan ketakutanku, kecemasanku dan  berhasil. Saya mulai bisa membuka diri dan sekarang menjadi lebih ekstrovert. Meskipun masih merasa gugup setiap kali diundang menjadi pembicara dalam sebuah pertemuan kreatif, aku selalu bisa melewatinya dengan baik. Bahkan dalam wawancara di sebuah stasiun televisi nasional, saya tidak nampak minder dan gugup. Menulis membuat saya  menjadi diri yang lebih baik. Membuatku mempunyai lebih banyak teman dan eksistensi.

aveus har dengan anaknyaKabari :  Sudah berapa banyak buku yang berhasil Anda tulis dan terbitkan? untuk satu karya buku butuh waktu berapa lama untuk merampungkannya? tentu juga menulis butuh suatu inspirasi tersendiri, lantas bagaimana dengan insipirasi Anda untuk menulis?

Seratus lebih cerita pendek karya sya dimuat di majalah, tabloid dan koran. Sembilan buku yang telah diterbitkan oleh penerbit mayor. Tidak kuhitung antologi bersama penulis lain. Saya tidak bisa menghitung lama pengerjaan sebuah buku, karena saya tidak menulis satu cerita sampai selesai sebelum mengerjakan cerita yang lain. Tidak seperti itu karena saya  menulis cerita. Beberapa waktu kemudian saya mendapatkan inspirasi untuk cerita yang lain, sehingga saya menghentikan cerita yang sedang kutulis untuk menulis cerita yang lain. Suatu waktu kemudian saya kembali ke tulisan sebelumnya. Dan begitulah.

Sebuah cerita, mungkin pula kurampungkan dalam tempo singkat. Namun saya merevisinya berkali-kali, bahkan menulis ulang beberapa bagiannya. Saya tidak bisa menghitungnya. Dan saya memang tidak mau menghitungnya. Sekarang, produktifitas menulis saya  sedang menurun: anak bungsuku suka membajak ponsel ketika saya sedang menulis. Tapi saya tetap menulis. Karena, saya tidak peduli kapan akan selesainya bukuku. Saya hanya peduli bahwa saya terus menulis hingga pada akhirnya akan sampai.

Inspirasiku dari mana saja. Kehidupan membuat kita kaya. Interaksi dengan lingkungan penuh inspirasi. Dan bacaan. Tapi hal terpenting dalam menulis cerita adalah imajinasi. Imajinasi tidak berbatas, tidak bertepi. Kamu  bisa tidak ke mana-mana tetapi imajinasimu bisa sampai ke mana saja.

Kabari : Adakah harapan dan rencana kedepan untuk Anda?

Suatu hari nanti saya ingin tinggal di sebuah rumah dengan halaman luas untuk aneka tanaman. Istriku akan menjahit sesuatu entah pernik atau baju. Anak-anak kami sudah besar dan mandiri. Saya punya banyak waktu untuk membaca. Dan banyak waktu untuk menulis. Itu impian masa depanku. (1009)