TNI diguncang skandal. Sebuah video penyiksaan yang diduga
dilakukan oleh aparat TNI terhadap warga Papua beredar di situs Youtube sejak
Sabtu pekan lalu. Video berdurasi empat 4 menit 47 detik itu menayangkan adegan
penyiksaan aparat TNI terhadap sejumlah pria yang diduga anggota separatis OPM (Organisasi
Papua Merdeka).

Beberapa orang berseragam TNI dengan menyandang senjata
lengkap terlihat sedang menginterogasi sejumlah warga Papua. Dengan kasar
mereka menendang salah seorang warga Papua, “Hey Kau Bajingan, kami menjalankan perintah negara,” kata
salah seorang berseragam TNI. Kalimat itu berulang kali diucapkan. Dalam gambar,
menggunakan sepatu lars orang-orang berseragam
TNI itu menendang kepala warga Papua yang bertelanjang dada yang duduk di
rumput.

Adegan selanjutnya berisi tayangan seorang pria Papua yang ditanyai
oleh seseorang dibawah ancaman sebuah
pisau. Dalam gambar, pisau itu tampak ditempelkan secara terbalik di bagian
wajah pria Papua tersebut. “Kamu punya senjata tidak?” tanyanya sembari memainkan pisau itu di wajah si pria
Papua. Ia juga menamparinya.

Adegan selanjtnya, seorang pria Papua ditidurkan dengan tangan
dan kaki diikat. Ia hanya mengenakan celana pendek. Pria itu diinterogasi, “Dimana
senjata paling dekat?” kata orang-orang berseragma TNI. Leher pria
Papua itu diinjak dan diancam dengan senjata tajam.

Tak puas mendapat jawaban, para integrator kemudian menelanjangi
dan membakar alat kelamin pria itu dengan cara menempelkannya dengan sebatang kayu
bakar yang asapnya masih mengepul. Dalam keterangan video, ARHC mengaku telah
mengedit adegan ini.

Dalam rilis yang diterima redaksi, video ini diterima oleh
lembaga Asian Human Rights Commission (AHRC) dari sebuah sumber di Papua. Disebutkan,
gambar video itu di ambil bulan Oktober
2010 di daerah Tingginambut, Puncak Jaya, Papua Barat.

“Ini hanya salah satu dari sejumlah
kasus penyiksaan oleh militer di Papua yang telah dilaporkan kepada kami,”
jelas Wong Kai Shing, Direktur Eksekutif AHRC.
“Pemerintah
Indonesia
harus mengadopsi kebijakan toleransi nol penyiksaan, seperti yang direkomendasikan
oleh utusan khusus PBB
Dr Manfred Nowak tentang penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi
atau merendahkan atau hukuman lainnya,” lanjutnya.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan pada
tahun 1998, tetapi tindakan penyiksaan terus terjadi tanpa tindakan hukum.
Akibatnya, penyiksaan masih digunakan sebagai alat interogasi dan
intimidasi oleh polisi dan militer Indonesia, demikian tulis ARHC.

http://video.ahrchk.net/AHRC-VID-012-2010-Indonesia.html

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35739

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Klik di sini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

________________________________________________________________

Supported by :