KabariNews – Kementerian Perhubungan akhirnya merealisasikan regulasi yang mengatur kewajiban bagi maskapai penerbangan untuk memberi kompensasi tunai kepada penumpang jika terjadi keterlambatan penerbangan (delay). Ini bertujuan agar pelayanan kepada penumpang bisa lebih baik.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan, Herry Bakti S Gumay mengatakan, kewajiban bagi maskapai tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Regulasi tersebut telah disahkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada Senin (8/8). “Sudah disahkan sejak awal Agustus lalu dan sekarang ini kami tengah melakukan sosialisasi,” kata Herry di Jakarta seperti diberitakan Antara, Kamis (25/8).

Dia menjelaskan,dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa maskapai bertanggung jawab terhadap kerugian atas enam hal pokok yakni penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, dan luka-luka; hilang atau rusaknya bagasi kabin; hilang, musnah, atau rusaknya bagasi; hilang, musnah, atau rusaknya kargo; keterlambatan angkutan udara; serta kerugian yang diderita pihak ketiga.

Herry menambahkan, ketentuan baru ini mewajibkan maskapai penerbangan untuk mengganti rugi tunai atas keterlambatan pesawat, ganti rugi korban meninggal dan cacat total,serta penggantian kerusakan dan kehilangan bagasi dan kargo.

Dia mencontohkan, pada Pasal 10 mewajibkan maskapai untuk membayar ganti rugi tunai atas keterlambatan pesawat lebih dari empat jam Rp. 300.000 perpenumpang. Dalam Permenhub No 77/ 2011 disebutkan, jumlah ganti rugi penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena kecelakaan diberikan Rp.1,25miliar, jumlah yang sama juga diberikan kepada orang yang cacat tetap menurut ketentuan dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari.

Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Edward Alexander Silooy mengatakan, besaran atas santunan korban meninggal dan cacat tetap akibat kecelakaan pesawat udara ini sesuai dengan konvensi Montreal 1999.“Kita sebenarnya sudah ketinggalan dengan negaranegara lain. Singapore Airlines sudah menerapkan besaran USD100.000 (Rp900 juta) sejak 2000. Mereka sudah meratifikasi,” kata Silooy.

Sementara itu, Sekjen Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanuddin meminta agar peraturan pemerintah ini hendaknya diberlakukan enam bulan setelah disosialisasikan oleh pemerintah. “Ini untuk mempersiapkan maskapai bernegosiasi dengan perusahaan asuransi,”katanya.

Tengku mengungkapkan, asuransi keterlambatan penerbangan merupakan satu-satunya kewajiban asuransi di dunia. “Di tempat lain tidak ada, hanya di Indonesia.Tetapi, kenapa semuanya harus diganti dengan uang. Toh, ada kewajiban maskapai misalnya harus memberi makanan dan penginapan,” ungkap dia.

Corporate Communication Manager PT Indonesia AirAsia, Audrey Progastama Petriny, menyambut baik pengesahan regulasi tersebut. “Jujur kita belum mendapatkan info lebih lanjut mengenai mekanismenya. Jika memang menjadi sebuah kewajiban bagi maskapai, kami berharap dapat menunjuk perusahaan asuransi yang kompetitif,” ujar Audrey.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengaku siap menaati meskipun hingga kini pihaknya belum mengetahui butir-butir ketetapan dari regulasi tersebut.”Saya tak bisa berkomentar banyak karena belum tahu.Tetapi, jika sudah menjadi kewajiban, pasti kita akan memenuhinya,”kata pria ini.