Sore itu matahari masih terasa sedikit panas. Belasan orang berjajar menghadap ke arah Istana Negara, Jakarta. Semuanya mengenakan pakaian serba hitam dan berpayung hitam. Mereka adalah para keluarga korban kejahatan HAM di masa orde baru berkuasa.Tak ada suara-suara lantang dari corong, tak ada yel-yel pemompa semangat, mereka hanya berdiri diam sambil memandang Istana Negara yang berdiri angkuh. Seorang Ibu dengan rambut yang memutih dan wajah bergurat keriput masih terlihat semangat berdiri, memegang payung menghalau terik matahari sore itu. Wanita tegar itu bernama Sumarsih.Sepuluh tahun lalu anaknya, Wawan, tewas menjadi martir dalam peristiwa Semanggi November 1998. Kematian putranya menjadikan bara api dalam dada Ibu ini. Dia akan terus berdiri, melawan dan menuntut pemerintah agar segera menggelar pengadilan HAM Ad-Hoc bagi para pelaku kejahatan HAM. Inilah bentuk cinta seorang ibu yang tak gentar melawan walau tembok besar menghadang. (Alfan)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31267

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari Mei 2008 ( E-Magazine )

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Jason_LawOffice

Butuh Lawyer : Kecelakaan?, Imigrasi?, Litigasi/Non Litigasi?

Klik www.liegal.com             Email : Jason@liegal.com

Telp. 213 422 9182 ( Konsultasi Cuma-cuma )