KabariNews – Menjadi poros maritim dunia, itulah impian Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Namun, untuk memiliki kekuatan kemaritiman, Indonesia perlu menghadapi tantangan-tantangan. Berbagai potensi dan persoalan telah berada di depan mata untuk mewujudkannya. Untuk merumuskan pendapat akademik dalam persoalan kemaritiman tersebut, Forum Guru Besar (FGB) ITB mengadakan diskusi kelompok terarah yang diadakan pada Jumat (31/10/14) di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah ITB mengundang Dr. Ir. Son Diamar (Anggota Dewan Kelautan Indonesia)

Seperti dikutip itb.ac.id, Minggu, (2/11), menurut Son Diamar, Indonesia masih berorientasi pada daratan, seharusnya dengan visi kemaritimannya, Indonesia diharapkan mampu berperan penting bagi maritim dunia. Indonesia sudah sesuai geopolitik, geostrategis, dan geografinya sebagai negara kepulauan untuk menjadi poros maritim dunia. Negara ini memiliki empat titik strategis yang dilalui 40% kapal-kapal perdagangan dunia yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar yang bisa memberikan peluang besar untuk memfasilitasi dalam menjadi pusat industri perdagangan serta pelayaran maritim dunia.

Tantangan sekaligus peluang yang dihadapi berupa  derasnya arus globalisasi serta perubahan paradigma sektor industri dunia. Sudah banyak industri yang berskala global. Dalam hal ini, Son Diamar mencontohkan industri mobil. Bagian-bagian dalam membentuk satu mobil tidak diproduksi di satu negara saja, melainkan di negara-negara lain. Kemudian negara produsen tersebut akan mencari negara tengah yang strategis, yaitu Indonesia. Kemudian dari Indonesia diberangkatkan kembali ke pasar.

Untuk menghadapi hal tersebut, Indonesia sudah harus siap dengan sumber daya manusia dan teknologinya untuk menerima kapal-kapal luar negeri. “Anak-anak Indonesia sudah harus siap dan harus digunakan sebagai tenaga kerja di industri tersebut, mereka harus diajarkan keterampilan yang sesuai,” ungkap Son Diamar. Untuk melayani kapal-kapal industri tersebut, titik maritim dunia harus diletakkan di dekat alur laut. Berdasarkan penelitian Bappenas, Indonesia memiliki 18 titik maritim dunia.

Dalam paparannya Son Diamar juga mengingatkan dengan lima pilar pembangunan maritim untuk dikembangkan. Pertama, membangun SDM, budaya, dan iptek kelautan unggulan dunia. Kedua, mengembangkan ekonomi perikanan, pariwisata, ESDM, pelayaran, dan konstruksi kelautan. Ketiga, mengelola wilayah laut, menata ruang terintegrasi darat, dan laut serta mengembangkan kota-kota ‘bandar dunia’ menggunakan prinsip berkelanjutan. Keempat, pembangunan sistem pertahanan dan keamanan berbasis geografi negara kepulauan. Kelima, mengembangkan sistem hukum kelautan.

Potensi Indonesia yang besar tersebut, mulai dari sumber daya alam hingga letaknya yang strategis disebut Son Diamar sebagai Negeri Maha Kaya. “Tetapi, penduduk miskin Indonesia masih belum berkurang. Tentu ada kesalahan” kata dia.

Alumni Perencanaan Wilayah Kota ITB’72 ini kemudian menampilkan data yang menyatakan ekonomi Indonesia masih terjajah. Berbagai sektor masih sebagan besar dikuasai oleh asing. Seperti sektor perkebunan, hasil laut, pertambangan, bank swasta, pelayaran, penerbangan, dan telekomunikasi.

Dalam membangun ekonomi pelayaran, Son Diamar menjelaskan perlu adanya integrasi antara pajak fiskal, industri dalam negeri, sistem dan manajemen pelabuhan, modal, serta sumber daya manusia. “Harus dilakukan membangun negeri tanpa uang negara di lokasi-lokasi straegis. Banyak cara baru yang bisa kita tempuh, mulai dari manajemen aset dan rekayasa uang untuk dijadikan modal,” jelasnya. (1009).

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?72245

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

__________________________________________________

Supported by :

Asuransi Bisnis