KabariNews – Indonesia menyerukan agar DK PBB bertindak tegas dalam atasi kejahatan massal, (mass atrocities) melalui perbaikan metoda kerjanya”, demikian ditekankan oleh Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Desra Percaya, pada sesi debat umum Dewan Keamanan PBB mengenai metoda kerja DK PBB pada hari Kamis, (23/10) bertempat di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.

Seperti dikutip dari siaran pers Kemenlu, Sabtu, (25/10), Dubes Desra juga menekankan bahwa pembahasan mengenai code of conduct terkait penggunaan hak veto ke-5 negara anggota tetap DK PBB dalam menyikapi kejahatan massal segera dimulai. “Disepakatinya modalitas terkait penggunaan hak veto yang jelas, akan dapat membantu kinerja dan pelaksanaan mandat DK dalam menyikapi berbagai situasi yang merupakan pelanggaran hukum HAM dan hukum humaniter internasional, seperti pelanggaran HAM berat, genosida dan kejahatan perang. Contoh kasus yang paling jelas adalah kegagalan DK dalam menyikapi kekejaman Israel di Jalur Gaza”, ujar Dubes Desra.

Ditekankan pula pentingnya bagi PBB untuk bersikap lebih transparan dan inklusif dalam menanggapi berbagai tantangan global di bidang perdamaian dan keamanan internasional. “Indonesia melihat adanya urgensi bagi Dewan Keamanan untuk segera memberikan perhatian yang merata dan tidak menetapkan standar ganda dalam menjawab tantangan global yang bersifat kompleks dan multidimensional”, demikian ditambahkan Dubes Desra.

Sejak dibentuknya PBB pada tanggal 24 Oktober 1945 paska Perang Dunia ke-II, dunia telah mengalami berbagai perubahan mendasar dan pada saat yang sama juga dihadapkan pada sejumlah tantangan baru. Namun demikian metode kerja DK PBB yang stagnan dan bahkan tetap dibungkus dalam aturan yang bersifat provisional, seringkali menjadi kendala. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dan tanggung jawab dalam melaksanakan mandatnya, DK harus menyesuaikan diri melalui perubahan atas metoda kerjanya.

Dewan Keamanan PBB adalah satu dari enam organ utama PBB yang memiliki mandat untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta mengambil keputusan dalam bentuk resolusi yang bersifat mengikat secara hukum. DK PBB terdiri dari 5 negara anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap. Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap DK PBB sebanyak tiga kali, yakni pada periode 1974 – 1975, 1995 – 1996, dan 2007 – 2008 dan mencalonkan diri kembali untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk masa periode 2019 – 2020. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?72084

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

 Allan Samson

 

 

 

Kabaristore150x100-2