Setelah melalui sejumlah tahap seleksi, Panitia Seleksi
(Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memutuskan untuk
mengajukan Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto sebagai calon pimpinan KPK,
dari tujuh calon yang telah disaring di tingkat akhir seleksi.

Nantinya, setelah melalui uji kepatutan (fit and proper tes) di DPR, salah satu
dari dua nama tersebut akan menjadi Ketua KPK dengan masa bakti 4 tahun.

Isu mengenai pergantian pimpinan KPK memang menjadi
isu sentral belakangan ini, terutama sejak lembaga ‘superbody’ dalam pembarantasan
korupsi ini diterpa prahara kasus pembunuhan Nasrudin yang melibatkan ketua KPK
Antasari Azhar.

Setelah kasus tersebut mencuat, KPK tak pernah
sepi dari sorotan. Isu yang paling mutakhir soal dugaan kriminalisasi pimpinan
KPK yang saat ini masih disidangkan.

Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap proses
pemberantasan korupsi oleh aparat, KPK memang menyajikan harapan baru kepada
masyarakat. Harapan untuk memberantas korupsi yang telah mengakar dan membudaya
di negeri ini.

Profil  Busyro Muqoddas

Saat ini pria lulusan Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
tahun 1977 menjabat sebagai Ketua Komisi Yudisial Indonesia (KY). Komisi ini
bertugas mengawasi,   dan memonitor   secara
intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan
unsur-unsur masyarakat. KY juga bertanggung jawab untuk menjaga kualitas dan
konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara
intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.

Alhasil, dalam hal pengawasan atau
penegakan hukum dan peradilan, sudah menjadi pekerjaan sehari-hari pria
kelahiran Yogyakarta, 17 Juli 1952 (usia 58
tahun) ini.

Mengawali karir di bidang hukum pada tahun 1983
sebagai Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, penggemar buku dan olahraga
ini  merintis pengalaman berorganisasinya sebagai anggota Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam. 

Busyro kemudian pernah menjadi sebagai dekan
fakultas hukum UII tahun 1999, ia menjadi delegator dekan-dekan Fakultas Hukum
se-Daerah Istimewa Yogyakarta Ke DPR RI untuk menyampaikan Pokok-pokok Pikiran
tentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Pernah menjadi anggota Dewan Kode
Etik IKADIN Yogyakarta (1998-2000), dan juga anggota Dewan Etik ICM Yogyakarta
(2000-2005). Sejak tahun 2005 ia dipercaya memegang jabatan terhormat sebagai
Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
periode 2005-2010.

Peraih gelar Magister Hukum dari Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada tahun 1995 ini juga memiliki segudang pengalaman dalam
memegang jabatan di bidang hukum, antara lain sebagai Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1986-1988), dilanjutkan sebagai
sebagai pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia hingga
tahun 1990.

Pada tahun 1995-1998 ia menjabat sebagai Ketua
Pusdiklat dan LKBH Laboratorium Fakultas Hukum UII. Karir di bidang karya
ilmiah sebagai penyunting buku “Politik Pembangunan Hukum Nasional”
dan “Kekerasan Politik yang Over Acting” Serta anggota tim riset
konflik Maluku dan Tim Penulis buku “Peran Polisi dalam Konflik Sosial
Politik Di Indonesia”

Profil Bambang
Widjojanto

Setelah menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya pada
tahun 1984, pria kelahiran Jakarta tanggal 18 Oktober 1959 (51 tahun) ini sampai
sekarang masih aktif sebagai pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Ia juga masih bertugas sebagai Pengacara/Tim Penasehat
Hukum KPK,  Advokat pada WSA Lawfirm dan
anggota Dewan Etik Indonesia Corruption Watch (ICW). Latar belakang pendidikannya
adalah masalah hukum dan hak asasi manusia (HAM). Ia pernah menempuh pendidikan
di Amerika dan di Utrecht
University
, Belanda.

Pada tahun 1999, ia mendirikan sebuah media yang berbasis
penegakan HAM  yakni Voice of Human
Rights (VHR).

Pada tahun 2001 menempuh program postgraduate di School of Oriental
and Africand Studies, London
University
. Karena ketekunannya
di bidang hak asasi manusia, pada tahun 1993 beliau memperoleh penghargaan
Kennedy Human Rights Award.

Pada tahun 2002 menjadi konsultan anti KKN di Partnership
of Governance Reform dan sampai saat ini bergabung dalam Tifa Foundation,
Indonesian Corruption Watch (ICW) dan di Commission for Missing Person and Violent
Action (KONTRAS). Karya tulisnya mengenai korupsi dan hak azasi sering dimuat
di koran-koran dan majalah terkemuka Indonesia, seperti Kompas, Suara
Pembaharuan, The Jakarta Post, Jawa Post dan Tempo.

Untuk Share Artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?35447

Untuk

melihat artikel Utama lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri
nilai dan komentar
di bawah artikel ini

________________________________________________________________

Supported by :