Setelah bentrokan Jemaah Ahmadiyah di
Indonesia (JAI) di Cikeusik, sekarang berbagai beda pendapat tentang aliran itu terjadi. Terutama soal kekerasan
terhadap JAI. Kelompok ini selalu berada di kubu korban. Pemerintah Indonesia sendiri sedang mencari
solusi atas aliran ini. Namun, rupanya tak selamanya JAI dipandang dengan mata
bermusuhan oleh masyarakat. Ada beberapa anggota JAI yang
merasa aman berada di tengah masyarakat. Bahkan dapat diterima oleh masyarakat.

Jemaah Ahmadiyah di Provinsi
Kepulauan Riau, misalnya. Memang tak banyak anggota JAI di kepulauan kaya ini. Cuma seratus jiwa lebih. Pemimpin
Ahmadiyah di Pulau Bintan dan Batam adalah M Nasrun. Pemimpin lokal JAI
ini juga membawahi Kota Tanjungpinang, Kabupaten
Bintan dan kepulauan sekitarnya. Dia bercerita
bahwa hubungan antara JAI dengan masyarakat Kepulauan Riau berlangsung baik. Jemaahnya
merasa aman karena mereka tidak ekslusif.

Nasrun sehari-hari berwiraswasta. Bapak beranak 2 ini berjualan tekstil di pasar setempat. Seperti
warga yang lain dia mencari nafkah untuk keluarganya. Peduli dengan masyarakat sekitar. Dia juga berusaha baik dengan sekitarnya. Di sela-sela
kesibukannya sebagai pedagang, dia membawahi JAI di Bintan dan Batam. Meski
sedikit dan tersebar di beberapa wilayah, dia tetap berhubungan dengan jemaahnya. 

Menurutnya, belum pernah ada konflik
antara jemaat Ahmadiyah di Riau. Masyarakat Kepulauan Riau menghargai kebebasan
beragama. Pusat pengajaran Ahmadiyah wilayah berada di Batam, dengan jumlah jemaat
mencapai 65 orang. Sementara jemaat Ahmadiyah di Pulau Bintan sebanyak 75
orang. Beberapa diantaranya sudah tidak aktif. Di kabupaten Karimun dan Lingga juga
ada. Namun masing-masing hanya satu keluarga yang menjadi anggota.

Dari pengalaman jemaah dan dirinya sendiri, pihaknya membaur dengan masyarakat
lainnya. Tanpa membedakan agama dan kepercayaan. Meski
sekarang Nasrun berada di Batam, dia meyakini hubungan antara jemaat Ahmadiyah
dengan masyarakat Riau tetap harmonis. Karena masyarakat di sana menyakini bahwa seluruh agama
mengajarkan umatnya untuk hidup secara damai dan saling membantu.

“Kalau ada konflik, bukan disebabkan hubungan
antara jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat retak, melainkan karena ada kelompok
penghasut. Dia tidak senang dengan Ahmadiyah,” katanya.Menurut dia, kehadiran Ahmadiyah hanya tidak disukai
kelompok tertentu. Kelompok itulah yang diduga selalu memprovokasi masyarakat
untuk membenci ajaran itu. Namun dia berharap hal itu tidak terjadi di Riau. Sikap
jemaah Ahmadiyah yang menganggap dirinya ekslusif, diakuinya kadang membuat
sulit diri mereka sendiri. “Karena itu saya minta pada jemaah untuk bergaul
dengan baik dengan masyarakat”, ujarnya.

Seperti penuturan kepada kantor berita Antara, beberapa daerah di luar Riau yang
sebelumnya memiliki hubungan yang baik dengan Ahmadiyah dihasut oleh kelompok
tertentu. Hasutan ini bertujuan mengusik ajaran itu. Kemudian, Ahmadiyah
mencoba bertahan dan berupaya tidak terjadi aksi kekerasan.

Dia sendiri meminta pemerintah untuk memperhatikan
permasalahan itu dengan baik. Sehingga aksi kekerasan dapat dihindari.
Ahmadiyah telah menyesuaikan aktivitasnya dengan melaksanakan keputusan tiga
menteri. “Kami diajarkan untuk hidup damai, tanpa kekerasan. Ahmadiyah sangat
membenci kekerasan,” katanya.

Pemerintah Isyaratkan Pembubaran.

Dalam releasenya,Pimpinan
Muslim Jamaat Ahmadiyah Internasional
yang berkedudukan di London, Hadhrat Mirza
Masroor Ahmad merespon kejadian Cikeusik
dengan rasa sedih. Dia mengatakan bahwa setiap kali terjadi serangan
seperti ini. Pihaknya selalu menunjukkan kesabaran dan tidak mencari solusi
dengan balas dendam atau kekerasan.

Dia juga
mendesak , Pemerintah Indonesia
memenuhi mandatnya untuk melindungi semua warga negaranya, terlepas dari apapun
agamanya. Hal ini juga untuk mengklarifikasi bahwa tidak ada Muslim Ahmadi yang
terlibat dalam segala bentuk provokasi apapun. Serangan ini termotivasi
karena korban adalah anggota Jamaat Muslim Ahmadiyah. Motto Ahmadiyah ‘Cinta
untuk Semua, Kebencian untuk Tidak Ada’

Sementara itu, Pemerintah Indonesia
mengisyaratkan akan melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
Kebijakan tegas itu diambil agar tidak ada penistaan terhadap ajaran agama
Islam di tanah air. Juga mencegah aksi kekerasan kembali terjadi. Keputusan itu
dari hasil pertemuan tertutup antara Menteri Agama Suryadharma Ali, Kapolri
Jenderal Pol Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Menkumham Patrialis
Akbar di Kantor Kementrian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta (9/2). “Jika
Ahmadiyah masih melakukan penyebaran ajarannya, akan kami tindak. Begitu pula
jika ada warga yang melakukan kekerasan kepada anggota JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia),”
ujar Suryadharma Ali.

Untuk share atikel ini klik www.KabariNews.com/?36337

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :