Selama beberapa bulan terakhir ini, sejumlah warga beramai-ramai melakukan pengobatan terapi listrik gratis dengan memanfaatkan rel kereta api di kawasan Rawa Buaya, Jakarta. Terapi listrik di atas rel kereta listrik ini dipercaya sejumlah warga dapat menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya rematik, pegal-pegal, hingga stroke.

Terkait kegiatan warga tersebut, Kepala Stasiun Rawa Buaya, Suardi akan segera menertibkan warga yang melakukan terapi di lintasan kereta api. “Kita akan melakukan penertiban segera agar lintasan kereta kembali normal. Sangat berbahaya menggunakan lintasan rel kereta api untuk pengobatan,” ucap Kepala Stasiun Rawa Buaya, di Cengkareng, Jakarta Barat, akhir minggu lalu. Dia tak bisa memberikan target waktu penertiban tersebut, tapi memastikan selalu menurunkan dua sampai tiga orang petugasnya untuk memantau lokasi.

Suardi mengaku kewalahan memberi peringatan kepada warga. “Kita sudah kasih peringatan ke warga. Kita tetap melakukan upaya persuasif memberikan pemahaman ke warga. Karena kita tetap mengkhawatirkan keselamatan mereka. Mereka di sana santai sambil ngobrol nanti tidak konsentrasi kalau ada kereta datang,” kata Suardi.

“Terapi ini sudah selalu berulang, kita sudah koordinasi dengan pihak kelurahan, tapi setiap sore, ada saja warga yang datang. Tapi kalau sekarang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan beberapa bulan lalu. Sekarang paling 10 orang per hari,” lanjutnya. Jarak dari Stasiun Rawa Buaya ke tempat terapi sekitar 300-400 meter. Mereka sudah sangat mengetahui jadwal kereta jurusan Jakarta Kota-Tangerang akan melintas. Aktivitas mulai ramai pada sore hari.

Frekuensi kereta yang melintas di Stasiun Rawa Buaya terbilang sedikit. Rentang waktu yang cukup lama membuat para warga leluasa menjalani terapi aliran listrik. Nining (36) warga Rawa Buaya mengatakan, rel kereta api relatif aman, karena kereta datang 1-1,5 jam sekali. Bandingkan dengan jalur kereta Depok.

Lokasi yang cukup jauh dari jalan utama juga menjadi salah satu alasan. Mereka leluasa menikmati terapi sambil tiduran tanpa harus malu menjadi tontonan orang banyak. Sampai saat ini Nining mengaku tidak tahu siapa yang pertama kali menemukan terapi arus listrik tersebut. Namun sejak 6 bulan menjalani terapi tersebut, Nining merasa penyakit darah tinggi dan kebiasaanya bersin di pagi hari mulai membaik. “Badan saya sudah enakan,” imbuhnya.

Hal senada juga diutarakan Santi (43). Menurutnya lokasi terapi ini terbilang cukup nyaman karena jauh dari keramaian. Dia juga tidak mempermasalahkan jika ada orang yang menilai dirinya aneh. “Terserah orang mau bilang saya gila, kenyataannya saya sehat,” kata Santi.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37068

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
_____________________________________________________


Supported by :