KabariNews – Banyak masyarakat yang keliru dalam membedakan antara fast food dan junk food, padahal keduanya tidak selalu sama. “Junk food merupakan julukan yang disematkan pada kategori makanan yang minim gizi dan diproses dalam waktu yang relatif cepat untuk bisa segera dikonsumsi seperti yang banyak tersedia di restoran cepat saji,” terang Jansen Ongko, Konsultan Gizi.

Walau begitu, julukan junk food tidak ekslusif untuk aneka makanan yang ditemui pada restoran-restoran cepat saji saja tetapi untuk seluruh jenis makanan/minuman yang tinggi akan kandungan garam, tinggi kalori dari gula dan lemak tetapi rendah kandungan gizi lain (vitamin, mineral dan serat). “Beberapa contohnya seperti gorengan, makanan daging olahan (nugget, sosis, kornet), mi instan serta makanan ringan lainnya dengan kandungan serupa. Buah-buahan termasuk cepat saji, tetapi tidak tergolong kategori makanan ini karena kaya bergizi tinggi,” sambungnya.

Makanan yang disediakan oleh restoran cepat saji dianggap sebagai solusi bagi masyarakat urban yang memiliki jadwal kesibukan yang padat, namun solusi ini memiliki konsekuensi negatif yang jarang mereka sadari. Banyak yang kesulitan berhenti makan makanan cepat saji, terutama yang masuk dalam kategori junk food, karena rasanya sangat enak. “Terlalu sering mengonsumsi junk food apabila tidak diimbangi dengan pola makan sehat dan rutin olahraga berpotensi besar untuk mengalami gangguan kesehatan,” kata Jansen.

Makanan cepat saji yang masuk dalam kategori junk food seringkali diproses melalui cara digoreng dalam minyak dengan jumlah banyak dan sangat panas oleh karena mudah dan efisien dari segi waktu. Proses memasak dengan pemanasan berlebih inilah yang memengaruhi dan merusak kandungan gizinya. Teknik ini membuat minyak terserap ke dalam makanan mencapai 65%, sehingga dapat meningkatkan kandungan kalorinya. Selain digoreng, makanan cepat saji juga banyak yang mengandung tinggi kadar gula, contohnya seperti soft drink, cake dan kue-kue kering.

Terlalu sering mengonsumsi junk food seperti gorengan dapat menyebabkan lemak trans menumpuk di dalam tubuh. “Penumpukan lemak trans dapat mengakibatkan obesitas dan timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, kerusakan hati, tekanan darah tinggi, dan penyakit lain,” pungkas Jansen. (Kabari1009)