Sebut saja namanya S, bapak dua putra ini pertama kali
menginjakkan kaki di Amerika pada 20 Januari 2005. Tidak banyak
pengetahuannya mengenai dunia kerja di Amerika, tapi demi memperbaiki
ekonomi keluarga ia rela meninggalkan istri dan kedua anaknya untuk
mengadu nasib di negeri Paman Sam.

Sebelumnya ia pernah bekerja disalah satu perusahaan besar di
Jakarta, namun karena ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 merosot,
secara tidak langsung mempengaruhi ekonomi keluarganya. Awalnya, pria
berusia 40 tahun ini tidak pernah terbayang akan hijrah ke Amerika,
apalagi jauh dari keluarga.

Berbagai usaha ia lakukan untuk mengembalikan ekonomi keluarga, tapi
sayangnya kesempatan itu nihil. Tabungan, modal pun semakin hari menipis
untuk kebutuhan sehari-hari. Sampai pada suatu hari ia menghubungi
sahabatnya yang sudah menetap di Amerika, dan melalui sahabatnya itu S
mendapat semangat untuk bangkit.

Tidak ada bekal atau pun modal saat itu, satu-satunya modal yang
tersisa adalah rumah yang ditinggalinya. Ini pilihan tersulit, ditengah
keterpurukan ekonomi ia harus rela menggadaikan rumah untuk membayar
persyaratan administrasi yang diajukan agen untuk pergi ke Amerika.

Dua tahun pertama S harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan
pinjaman bank dan memenuhi kebutuhan keluarga di Jakarta. Perjalanan
tidak semulus pemikiran banyak orang yang juga bercita-cita mengadu
nasib di Amerika. Ia pernah di pecat dan pernah menekuni berbagai bidang
pekerjaan.

Pengalaman buruk dan menyenangkan diterimanya dengan ikhlas, termasuk
saat ia dipecat dari restoran tempatnya bekerja. Namun hal itu tidak
membuatnya terpuruk, justru sebaliknya, semangatnya untuk terus
mengumpulkan uang demi keluarga.

“Saya pernah dipecat karena masalah sepele, dan dari situ saya mulai
belajar memahami keinginan dan karakter bos, meski awalnya saya merasa
serba salah dan tidak mengerti alasan kenapa saya dipecat,” ungkapnya
dalam percakapan lewat telepon dengan Kabari (10/1).

Kini genap enam tahun ia tinggal dan bekerja di Amerika, meski
masa-masa sulit telah ia lewati dengan perjuangan. Ia mengaku lebih
nyaman tinggal di Indonesia daripada di negeri orang. Tidak mau
berlama-lama di negeri orang, S pun punya patokan yang sebelumnya
menunda untuk kembali ke Indonesia.

“Dulu sebelum berangkat saya janji pada istri, saya hanya lima tahun di sini, tapi nyatanya sekarang lebih dari target. Tapi tahun 2012 saya sudah putuskan untuk kembali ke tanah air,” paparnya.

Untuk mendengar sepenggal kisah perjalanan dan suka duka S selama di Amerika silakan klik

Untuk dengarkan podcast Part 2, klik di sini

Untuk dengarkan podcast Part 3, klik di sini

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36201

Untuk

melihat artikel imigrasi Amerika lainnya, Klik

di sini

Mohon
beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :