Kasus kekerasan dan teror yang menimpa rumah ibadah di Tanah
Air dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini kerap terjadi. Dari
kasus ini,gereja adalah yang paling sering mengalaminya, lalu disusul
dengan rumah ibadah milik Ahmadiyah.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
melihat, bahwa kejadian ini muncul karena ulah segelintir orang yang
melakukan provokasi terhadap masyarakat setempat, dan mencoba merusak
kerukunan antar umat beragam di Indonesia yang telah terjalin baik sejak
lama.

“Kita menyadari ini bukan semata-mata problem masyarakat. Umumnya
masyarakat di Indonesia itu sangat toleran. Problemnya adalah dilakukan
oleh orang-orang yang tidak suka dengan keadaan ini, entah dengan alasan
politik atau sosial, orang-orang ini kadang juga melakukan tindakan
anarkis,” ungkap Jeirry Sumampow, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI.

Mulai Januari 2011 hingga Juni 2011, PGI
mencatat belasan kasus menimpa gereja di Indonesia. Sedangkan pada tahun
2010 silam sekitar 30-an gereja mengalami diskriminasi, mulai dari
larangan pendirian hingga penyerangan dan perusakan.

Kasus inipun menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam pertemuannya dengan para pemuka agama tanggal 17 Januari lalu,
Presiden SBY berjanji untuk menindaklanjuti kasus-kasus ini.

“Ketua PGI pernah melaporkan langsung ke
Presiden saat pertemuan tokoh-tokoh agama pada 17 Januari 2011 lalu dan
Presiden berkata akan segera menindaklanjuti. Namun,sampai saat ini
masih saja terus terjadi,” kata Jerry sketika ditemui di Gedung PGI di Jalan Salemba Raya Nomor 10, Jakarta Pusat.

Sementara itu, peraturan pemerintah yang dikeluarkan Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian Agama menyangkut pendirian rumah ibadah,
diakui PGI berjalan efektif untuk di beberapa daerah, namun di sejumlah daerah peraturan ini tidak berjalan baik.

PGI melihat, daerah-daerah yang saat ini
dinilai sangat rawan akan terjadi “diskriminasi pembangunan gereja”
berada di wilayah Jawa Barat.

Forum Komunikasi Umat Beragam (FKUB) yang
dibentuk atas prakarsa para tokoh lintas agama dengan tujuan menjaga
kerukunan kehidupan beragama adalah menjadi salah satu jembatan untuk
dapat menyelesaikan permasalahan pembangunan rumah ibadah.

“Pembentukan FKUB ini kan diharapkan agar
gereja, mesjid, dan semua rumah ibadah lainnya berdiri tanpa memiliki
masalah. Karena prinsipnya semua pemeluk agama harus punya tempat
ibadah, kalau tidak bisa mendirikan rumah ibadah, negara harus
memfasilitasinya,” tegas Jeirry.

Sejumlah kasus yang saat ini sedang menjadi perhatian PGI
adalah kasus Gereja Taman Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Gereja Taman
Yasmin merupakan salah satu contoh dari kasus pelarangan pendirian rumah
ibadah, meski syarat dan prosedur serta izin pendiriannya sudah ada
namun dalam pembangunannya masih mengalami hambatan.

Beberapa kalangan menilai hal ini merupakan gesekan antar agama
tertentu, namun Jeirry menjelaskan, bahwa kondisi tersebut jauh dari
kenyataannya, pasalnya di banyak tempat di Indonesia kerukunan hidup
antar umat beragama terjalin dengan harmonis.

“Kalau ini gesekan antar agama, kenapa di daerah lain tidak?.Kami
yakin betul kasus-kasus gereja sebetulnya ada dalangnya, dan orang-orang
ini tidak terlalu banyak. Relasi antar agama di Indonesia sebetulnya
secara faktual di lapangan itu berjalan baik,” jelas Jeirry.

Meski demikian, diperlukan sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi
setiap agama untuk mendidik umatnya agar betul-betul beriman secara
dewasa. Dan ini merupakan tantangan berat untuk masa yang akan datang.
Sebab, bila hal tersebut tidak dijaga, maka akan mudah disusupi
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. (Arip)

Video Part-2 Klik disini

Video Part-3 Klik disini

Video Part-4 Klik disini

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37008

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :