Tuhan selalu punya rencana indah untuk umat-Nya. Begitu pula yang dialami Louisa Handoyo. Putri sulung Soekardji Kusno dan Maria Magdalena Sriyati ini hanya setinggi 74 cm dengan tangan dan kaki tidak sempurna. Tetapi perempuan kelahiran Kediri, 27 Mei 1974 ini menjadi pribadi tangguh dan mampu memberi semangat kepada banyak orang untuk selalu percaya diri dan berbesar hati.

Saat mulai bersekolah di Taman Kanak-kanak, Louisa baru menyadari dirinya berbeda dari teman-teman sekelas. Mereka dapat bebas berlarian, sedangkan ia hanya menonton dari tepi lapangan. Dalam kebingungan itu, ia bertanya pada ayah ibunya mengapa ia berbeda.

“Kata Papa dan Mama, Tuhan memberi kelebihan dan kekurangan kepada semua anak, juga saya. Tuhan menyayangi saya, dan bagi mereka, saya anak istimewa yang diberikan Tuhan untuk mereka sayangi,” urainya.

Sejak itulah, keyakinan bahwa Tuhan menyayanginya membuat Louisa tegar dan kuat. Setiap ada kesulitan, ia selalu berlari kepada Tuhan. “Dulu sewaktu kecil ada yang mengejek, saya sembunyi di balik pintu, lalu mengadu kepada Tuhan. ‘Tuhan, dia mengatai saya, tapi tidak apa, karena saya tahu Tuhan sayang sama saya. Jadi, saya maafkan dia,” lanjutnya.

Louisa dibesarkan sama seperti keenam adiknya yang normal. Tidak dibeda-bedakan. Satu hal yang pasti, katanya, ia harus kuat, karena kalau cengeng akan dimasukkan ke Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC). Ia pun masuk ke sekolah umum hingga berhasil meraih gelar Sarjana Hukum sesuai saran ayahnya yang seorang jaksa. Namun, ia juga mendapat gelar diploma komputer seperti yang didambakannya.

BERTEMU JODOH DARI TUHAN

Pada usia 20 tahun Louisa merawat bayi temannya sebagai anak sendiri, yang dinamainya Maria Rosa Widya Buana. Itu dilakukannya, karena ia sadar keadaan dirinya dan tak berani berpikir tentang pernikahan. Sebaliknya, kepada semua pria, ia sengaja bersikap sombong, karena takut jatuh cinta.

Tetapi Tuhan Maha Kuasa. Pada 1999 ia bertemu pria asal Surabaya bernama Handoyo Suryo (48) dalam perjalanan berlibur ke Bali bersama putrinya. Ia duduk bersisian. Alkitab yang selalu dibawanya itu terjatuh, dan Handoyo mengambilkannya. Louisa berlagak sombong dan menjawab singkat-singkat pertanyaan Handoyo.

“Mbak kok sombong sih?” Handoyo menyentilnya, yang langsung mengejutkan Louisa. Ia baru sadar kalau sikapnya itu telah melukai hati orang.

Sebagai permintaan maaf, Louisa mau bertukar alamat email dan nomor telepon. Pertemuan itu berlanjut menjadi hubungan pertemanan. Keduanya cocok satu sama lain. Tiga tahun berteman, Handoyo melamar yang membuat Louisa panik luar biasa. Tak tahu apakah Handoyo serius melamarnya atau hanya ingin menghinanya.

Louisa langsung menolak dan menutup semua akses untuk pria itu. Tak putus asa, Handoyo melamar kembali, kali itu datang bersama keluarganya. Tapi begitu melihat tubuh Louisa, orang tua Handoyo langsung menolak. Sampai lima kali lamaran Handoyo batal, tetapi berkat kuasa Tuhan, akhirnya mereka ke pelaminan pada 13 Oktober 2004.

Dua bulan menikah, Louisa mengandung. Dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilannya itu karena akan sangat membahayakan jiwanya. Namun Louisa dan suaminya yakin Tuhan akan melindungi, lalu memutuskan untuk mempertahankannya, apa pun pengorbanannya. Enam bulan lamanya Louisa hanya berbaring di Rumah Sakit Anak & Bersalin Harapan Kita, Jakarta di bawah pengawasan tim dokter yang terdiri dari 7 dokter ahli kandungan.

Sebuah keajaiban, perut dengan diameter 15 cm yang sempit itu diisi janin. Bolehlah Louisa cacat, tetapi ia melahirkan bayi perempuan sehat dan normal sepanjang 42 cm pada 15 Juni 2005. Bayi itu dinamainya Maria Gabriella Handoyo. Ini peristiwa pertama kali di Tanah Air sehingga dicatat di MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) pada Juni 2005 sebagai wanita pertama Indonesia tinggi 74 cm dapat melahirkan.

Persalinan Gaby juga menebalkan keyakinan Louisa akan mukjizat dan pertolongan Tuhan. Bagaimana tidak? Uang di tangan hanya ada 35 juta rupiah, sementara biaya bersalin mencapai 176 juta rupiah. Tuhan telah menggerakkan hati banyak orang hingga tagihan itu terlunasi, bahkan hingga kini mendapat pertolongan tempat tinggal dan anak-anak mendapat beasiswa hingga SMA di Mahatma Gading.

INGIN TERUS MENYEMANGATI BANYAK ORANG

Sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan kepada keluarganya, Louisa memutuskan untuk mengembalikannya kepada sesama. Ia melakukan banyak kunjungan ke berbagai daerah dan negara tetangga untuk menularkan kepada banyak orang semangat berjuang dan menggugah rasa percaya diri. Terlebih kini, setelah kedua putrinya cukup besar—Maria (14) dan Gaby (6), Louisa makin aktif menemui banyak orang, memberikan pencerahan dan menjadi sahabat untuk bertukar pikiran tentang permasalahan hidup.

Tidak terbatas di dalam kota maupun lingkungan kerohanian, Louisa tampil sebagai pembicara di depan banyak orang dari perusahaan maupun anggota organisasi. Kini sang suami dan putri kecilnya Gaby, terkadang juga ikut tampil di panggung sebagai bukti dan saksi hidup, bahwa mukjizat itu ada. Louisa mengajak untuk selalu berbesar hati dan kembali kepada Tuhan, karena kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Tuhan mampu mengangkat kesulitan dan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.

Langkah Louisa dalam menebarkan semangat dan keyakinan diri itu semakin mantap. Ia ingin terus melakukan yang terbaik, mengikuti jejak Nick Fujivic yang berasal dari Australia. Tokoh penyemangat ini tidak bertangan dan berkaki, tapi ia terus melangkah maju hingga kini ia bermukim di Amerika Serikat.

“Saya ingin sekali seperti Fujivic. Dia menularkan kepada dunia semangat dan keyakinan yang positif dalam menghadapi hidup,” tandas Louisa. Untuk menambah daya tarik dalam penampilannya di lingkungan tertentu, Louisa belajar menyanyi, mengumandangkan lagu-lagu pujian kepada Tuhan.

Selain itu tampil sebagai pembicara, ia juga dengan suka cita menyediakan waktunya kepada mereka yang ingin bertukar pikiran. Louisa juga terus memperluas wawasannya tentang berbagai topik beragam yang berkembang di masyarakat. Dari masalah perkawinan hingga karier dapat dikupas Louisa dengan gaya bicaranya yang hangat dan penuh empati.

Ke depan, Louisa rencananya akan terus membenahi diri dan meningkatkan kemampuannya sehingga tetap menjadi pembicara yang menarik. Dia juga ingin suatu hari menjadi pembawa acara di stasiun televisi sehingga dapat menyebarkan semangat dan rasa percaya diri secara lebih luas lagi. Semoga! (Mailahana Zahra)

Foto-foto: Buyung Zulfiar & Dok Pribadi

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37745

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :