Jika tak ada halangan, mulai Maret 2011 pemerintah akan melaksanakan kebijakan pembatasan BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Kebijakan ini berupa pelarangan mobil kendaraan pribadi (plat hitam) menggunakan premium, jenis BBM yang disubsidi pemerintah. Yang boleh mengkonsumsi hanya kendaraan roda dua, atau kendaraan angkutan umum (plat kuning).

Untuk pelaksanaan di lapangan, pemerintah akan mengujicoba sistem RFID (Radio Frequency Identification) atau Identifikasi Frekuensi Radio di enam SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) Jakarta.

Secara umum RFID berguna untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi. Namun bagaimana alat ini bekerja, belum banyak orang tahu.

Apa Itu RFID?

RFID merupakan metode identifikasi menggunakan sinyal radio. Melalui sebuah transponder yang biasa disebut label atau kartu RFID, data berupa sinyal radio ditangkap dan dibaca.

Label atau kartu RFID yang terdiri dari
microchip dan antena itu dipasang pada sebuah benda atau produk. Cara
kerjanya mirip dengan pemindai harga atau scanner di pasar swalayan yang menggunakan transmisi cahaya untuk mengambil data pada barcode.

Bedanya, RFID menggunakan gelombang radio dan tak memerlukan scanner. Setiap benda atau produk berlabel RFID yang berada dalam jarak tertentu, otomatis akan terdeteksi.

Pada pelaksanaan pembatasan subsidi BBM, mobil-mobil yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi akan dipasangi label atau kartu RFID oleh pemerintah dibantu instansi terkait. Sementara di SPBU akan dipasang semacam terminal penerima.

Terminal ini yang akan memberikan indikator apakah kendaraan bersangkutan berhak menerima subsidi BBM atau tidak, atau apakah masih ada limit BBM bersubsidi yang bisa diterima kendaraan tersebut.

Betul, nantinya pemerintah akan membuat limitasi atau penjatahan penggunaan BBM bersubsidi pada setiap angkutan umum. Misal dalam satu hari sebuah angkutan umum seperti Metromini butuh 50 liter BBM, maka limit pembelian BBM bersubsidi pun hanya 50 liter yang terdata lewat RFID.

Penjatahan ini dilakukan agar kendaraan bersangkutan tidak bisa ‘bermain’, yakni mengisi BBM bersubsidi berulang-ulang lalu dijual kembali.

Maklum selisih harga BBM bersubsidi dan non subsidi cukup menggiurkan. BBM bersubsidi (premium) saat ini harganya Rp 4.500 per liter, sementara yang non subsidi (pertamax) Rp 6.000 per liter.

Andai mau curang, orang bisa saja membeli premium sebanyak-banyaknya
lalu dijual seharga Rp 5.000 per liter kepada pada pengendara mobil
pribadi, dengan asumsi mereka pasti mau membeli karena lebih murah
daripada pertamax. Kalau satu liter untungnya 500 rupiah, silakan dikali
jumlah liter yang terjual. Cukup lumayan bukan?

Karena itu pemerintah berjanji melakukan pengawasan ketat dengan
sanksi hukum yang berat bagi siapa saja yang melakukan hal itu. (yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36154

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Klik di sini untuk Forum Tanya Jawab


Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________

Supported by :