Jakarta, KabariNews.com – Sampah bukanlah hal yang baru bagi kita, setiap orang pasti sudah mengetahui apa itu sampah dan penyakit apa yang bisa disebabkannya.

Hampir dapat dipastikan bahwa semua orang menghasilkan sampah, dan salah satu sampah yang paling banyak dan mudah ditemui adalah sampah dari sektor rumah tangga.
Bagi kebanyakan orang, sampah merupakan barang yang sudah tidak dapat digunakan kembali, sehingga jalan terakhir yang harus dilakukan adalah dengan membuangnya. Namun langkah tersebut ternyata tidak harus selalu demikian, khususnya di mata mereka yang peduli akan kelestarian lingkungan sampah merupakan sesuatu yang berharga. 
Di tangan sebagian orang ini, sampah tidak lagi identik dengan hal yang tidak berguna, melainkan menjadi bahan baku yang dapat dikelola sehingga memiliki nilai akhir yang positif, bahkan bernilai ekonomis tinggi.
Salah satu pengolahan sampah rumah tangga yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikannya kompos atau pupuk tanaman.
Selain sampah rumah tangga, sampah lainnya yang juga banyak ditemui adalah sampah kertas. Sampah kertas ini biasanya berasal dari kantor-kantor maupun industri percetakan lainnya.
Seperti diketahui, bahwa bahan baku utama pembuatan kertas didapat dari kayu pohon. Maka tidak heran bila saat ini jumlah hutan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah banyak berkurang demi kebutuhan tersebut.

Berdasarkan penelitian, satu pohon berumur 10 tahun hanya bisa menghasilkan 15 rim kertas (7500 lembar) ukuran A4, jadi sudah dapat dibayangkan bila penggunaan kertas yang tidak bijak dapat mengakibatkan semakin banyaknya area hutan yang hilang.
Untuk itu, guna mencegah hal tersebut terjadi dan demi mengurangi bertambahnya kerusakan lingkungan, barang-barang berbahan baku kertas yang sudah tidak berguna  sebaiknya jangan langsung dibuang. Sebab barang ini dapat didaur ulang untuk dijadikan bahan baku yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu orang yang peduli akan hal ini adalah Nursalam. Dimulai sejak tahun 1996, Nursalam bersama rekan-rekannya di Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) ini mendirikan sebuah usaha pengolahan sampah kertas yang diberi nama Kedai Daur Ulang di rumahnya di Jalan Mampang Prapatan XI, Jakarta Selatan.
Pria yang akrab disapa Pak Salam ini bermaksud memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam, salah satunya adalah dengan cara memanfaatkan barang yang tidak berguna menjadi barang bermutu.
“Dari dulu kita memikirkan bahwa cara terbaik untuk menangani masalah sampah adalah dengan cara mendaur ulangnya, dan ternyata ini terbukti sampai sekarang,” ucap Pak Salam.
Pada awal didirikan, untuk mendapatkan bahan baku sampah kertas ini Pak Salam harus membeli dari para pemulung. Langkah ini dilakukannya sekitar dua tahun. Namun dengan semakin banyaknya orang yang tahu bahwa sampah kertas dapat didaur ulang dan digunakan menjadi bahan berguna, sekarnag ini Pak Salam mendapatkan sampah kertas dengan percuma dari pemberian perusahaan-perusahaan dan masyarakat dilingkungan sekitarnya.
Ia mengakui,  bahwa untuk mendaur ulang sampah kertas siapa saja dapat melakukannya, mulai dari perorangan, kelompok hingga perusahaan besar. Hal ini berbeda dengan cara pengolahan sampah plastik maupun sampah kaleng yang menurutnya harus dilakukan dengan menggunakan teknologi tinggi.
Untuk mengkampanyekan rasa cintanya terhadap lingkungan, Kedai Daur Ulang Pak Salam sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin mempelajari cara pengolahan sampah daur ulang.

“Saya ingin mengubah pola pikir masyarakat bahwa sampah itu tanggung jawab kita bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Kita juga ingin kasih tahu bahwa sampah adalah bahan baku, sehingga ke depannya tidak perlu lagi ada himbauan jangan buang sampah sembarangan, sebab pola pikir dan kesadaran mereka sudah berubah,” imbuhnya.

Bagi Pak Salam, semua barang-barang yang dibuat dengan berbahan baku kertas dapat didaur ulang kembali. 
“Semua barang yang terbuat dari kertas kita bisa daur ulang, kecuali barang-barang yang sebelumnya digunakan untuk zat berbahaya, sebab di sini semua kita kelola dengan tangan-tangan manusia tanpa menggunakan mesin,”ucapnya.
Seperti diketahui, bahwa untuk memproduksi 1 ton bubur kertas dibutuhkan sekitar 25 meter kubik kayu, atau sekitar 1/4 hektar hutan harus ditebang untuk dijadikan kertas. Selain pohon, penggunaan air untuk proses produksi kertas juga sangat banyak, padahal seperti diketahui bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Hal ini pulalah yang melatarbelakangi Pak Salam untuk terus mengkampanyekan arti pentingnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan.
“Dengan mendaur ulang 1 ton kertas sama saja dengan menyelamatkan sekitar 10 pohon dewasa,” imbuh Pak Salam.
Kertas daur ulang yang diproduksi Kedai Daur Ulang ini ternyata cukup memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk kertas ukuran A4 Pak Salam menjualnya seharga Rp 1.000 – 3.000.
Beberapa kerajinan tangan yang dihasilkan dari bahan baku kertas daur ulang tersebut, di antaranya adalah kotak tissu, kotak pensil, bahkan hingga undangan pernikahan.
Untuk sebuah kotak tissu, Pak Salam menjualnya dengan harga sekitar Rp 20.000, sedangkan kotak pensil seharga Rp 5.000.
Meski hasil penjualan barang berbahan kertas daur ulang tersebut cukup menggiurkan, Pak Salam mengaku bahwa untuk proses pembuatannya tidaklah mudah, sebab untuk satu lembar kertas ukuran A4 saja dibutuhkan waktu hampir 1 minggu untuk masa pengerjaannya, yakni mulai dari perendaman, menjadikannya bubur kertas, pencetakan hingga proses penjemuran atau pengeringan.
Proses pengeringan ini sepenuhnya sangat mengandalakan panas matahari. Maka jika cuaca tidak bersahabat, proses pengeringan akan semakin lama.
“Waste is the raw material, sampah adalah bahan baku” tegas Pak Salam.
Lihat video wawancaranya di sini
Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36586

Untuk melihat artikel Unik lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :