Tujuh tahun berpisah dengan suami tercinta bukanlan waktu
yang sebentar bagi Okta. Kerinduannya memeluk suami dan berbagi seperti
saat berkumpul dulu, kini tinggal kenangan. Meski sedih, tapi wanita
beranak dua ini tetap tegar menelan kenyataan bahwa suaminya telah
tiada.

Selasa pagi, 22 Februari 2011, hatinya begitu terpukul, kaget saat
mendengar berita suaminya yang tengah merantau ke Negeri Paman Sam
menghembuskan nafas terakhir karena serangan jantung di Portsmouth Regional Hospital
pukul 5.35 sore (waktu New York). Tidak ada firasat sedikitpun, bahkan
ia masih ingat betul saat dua hari sebelumnya masih berkomunikasi lewat
telepon dengan sang suami.

“Komunikasi kita lancar, dua hari sekali dia pasti telepon kasih
kabar dia disana. Dua hari sebelum meninggal kita masih bercanda di
telepon, dia bilang mau pulang, mau lihat cucu katanya,” papar Okta
sambil memeluk foto mendiang suaminya.

Berat, bingung, kaget, marah, sedih, semua bercampur jadi satu. Wajah
kosong, bibir kelu tak bisa berkata-kata saat banyak kerabat, tetangga,
dan semua orang mulai berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa.
“Rasanya masih kaget, nggak percaya. Saya hanya bisa pasrah, perasaan
bingung musti ngomong apa. Pokoknya nggak percaya,” ungkapnya.

Ongkos pemulangan jenazah mahal

Disaat duka tengah menyelimuti keluarga di Jakarta, ada hal yang
tidak kalah menyedihkan. Tidak murah untuk mengurus pemulangan jenazah,
dibutuhkan biaya ribuan dollar untuk sampai ke Tanah Air.

“Awalnya saya mau jenazah suami saya dibawa pulang dalam keadaan utuh, tidak tega rasanya kalau harus dikremasi” katanya.

Tapi kenyataan kembali berkata lain, mau tidak mau, kremasi adalah
jalan satu-satunya untuk memulangkan suaminya. Rapat keluarga besar pun
akhirnya memutuskan agar jenazah dikremasi dan dipulangkan dalam bentuk
abu.

“Kami pasrah, apapun yang terbaik kami terima, meski berat. Kami pun
tidak bisa berbuat apa-apa, hanya berdoa yang terbaik,” ungkapnya
pasrah.

Tidak bisa dibayangkan betapa berat kenyataan harus ditanggung ibu
dari Lucky dan Franky, tapi dibalik semua kesusahan pasti ada
kebahagiaan yang sudah dipersiapkan Tuhan. Satu minggu kehilangan suami
tercinta, keluarga ini diberi anugerah kelahiran cucu pertama.

“Anak saya bilang, anak pertamanya mirip sekali dengan papa, mungkin
ini satu isyarat bagi kami semua untuk tidak melupakannya.” paparnya.

Untuk nonton Video Part 2, Klik disini

Untuk nonton Video Part 3, Klik disini

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36552

Untuk

melihat artikel imigrasi Amerika lainnya, Klik

di sini

Mohon
beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :