Pribahasa lama Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebalanga
tampaknya pas dialamatkan ke intitusi Kepolisian Republik Indonesia
(Polri). Pribahasa yang artinya kurang lebih karena ulah seseorang maka
semua orang kena imbasnya itu, boleh jadi sedang terjadi di tubuh
Polri. Ironisnya, di saat Polri mati-matian membangun citra baru. Citra
polisi yang lebih dekat, dan mengayomi rakyat.

Kejadian bermula dari tudingan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji. Dalam jumpa pers usai
bertemu dengan Tim Satuan Tugas Anti Mafia Hukum di Jakarta (18/03),
Susno menyebut Brigjen Edmon Ilyas (mantan Direktur II Ekonomi Khusus
Bareskrim) sekarang Kapolda Lampung, dan penggantinya, Brigjen Raja
Erisman, Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, sebagai makelar kasus
tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Irjen Pajak, Gayus Tambunan,
dengan dugaan korupsi mencapai Rp 25 miliar.

Uang Rp 25 miliar dibagi-bagi?

Keterlibatan mereka dituturkan Susno terjadi saat Direktorat II Ekonomi
Khusus Bareskrim Polri mengusut dugaan kasus pencucian uang sebesar Rp
400 juta yang dilakukan Gayus Tambunan. Dari pengembangan penyidikan,
ditemukan pula adanya dugaan kasus baru, yakni kejahatan korupsi dana
wajib pajak senilai Rp 25 miliar.

Susno lalu memerintahkan Direktur II Ekonomi Khusus kala itu, Brigjen
Edmon Ilyas, untuk memprioritaskan pengusutan kasus tersebut hingga
tuntas. Sementara uang Rp 25 miliar yang diduga sebagai hasil kejahatan
dibekukan oleh Susno.

Usai kisruh cicak versus buaya yang berakibat pencopotan Susno
sebagai Kepala Bareskrim dan digantikan Komisaris Jenderal Ito Sumardi,
Susno masih sempat menanyakan kelanjutan kasus tersebut kepada
bawahannya. Entah kenapa, uang Rp 25 miliar itu malah dicairkan. Susno
curiga ada ‘permainan’ di balik ini.

“Uang itu dinyatakan milik Andi Kosasih, yang dititipkan kepada Gayus
Tambunan untuk membeli tanah,” kata Susno.

Susno meragukan alasan pencairan uang ini. Menurut logika Susno,
bagaimana mungkin beli tanah duitnya dititipkan sudah sejak setahun
lebih. “Kalau mau beli tanah, ya titip saja dicarikan tanah. Kalau sudah
dapat baru dikasih uangnya. Atau dibayarkannya sendiri ke yang punya
tanah,” kata Susno.

Lalu bagaimana uang ini bisa cair? Susno menduga Andi Kosasih
mendapat perlindungan dari orang kuat di Polri. Bahkan
Susno menduga, dia dilindungi oleh orang nomor dua polri (kala itu Komjen
Makbul Padmanegara). “Dia dibeking ( dilindungi – red ) orang kuat. Orang nomor dua (di
Polri). Karena kalau bekingnya (berpangkat) Komisaris Polisi atau
Komisaris Besar dia enggak berani main-main dengan Direktur. Kalau
bekingnya direktur, dia nggak bakal berani main-main sama Kabareskrim.
Karena bekingnya orang nomor dua di Polri makanya Kabareskrim juga nggak
berani,” ujar Susno lagi.

Susno melanjutkan, uang itu ternyata dibagi-bagi oleh mereka. Tapi
Susno enggan mengungkap masing-masing mendapat jatah berapa “Saya nggak
bisa bilang mereka masing-masing dapat berapa dan siapa-siapa saja yang
menerima. Nanti saya dibilang nuduh lagi,’’ kata Susno.

Urusan Internal Polri

Ocehan Susno di depan wartawan, kontan memancing reaksi Mabes Polri.
Alhasil selama dua hari penuh pada 22 Maret dan 23 Maret 2010, Susno
diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.

Namun baik Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri maupun Susno
sendiri sampai berita ini turun, belum memberikan komentar apapun
terkait isi pemeriksaan. Kapolri hanya menjawab singkat, “Ini urusan
internal Polri,” katanya usai menghadap Presiden di Istana Negara,
Jakarta. Selama pemeriksaan oleh intitusi yang membesarkan karirnya itu,
Susno didampingi oleh pengacara Henry Yosodiningrat. Sepanjang sejarah,
baru kali ini seorang perwira polisi didampingi pengacara saat
diperiksa Divisi Propam.

Sementara Brigjen Edmon Ilyas maupun Brigjen Raja Erisman dengan
tegas membantah tudingan Susno. Edmon menantang Susno memaparkan
fakta-fakta, “Mestinya Pak Susno menyampaikan fakta atas apa yang dia
katakan,” kata Edmon. Menurut Edmon, saat dirinya bekerja secara
profesional dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Susno ketika itu.

Raja Erisman juga membantah, bahkan dia balik menuding Susno. Kata
Erisman, mantan bosnya itu sebagai ‘maling teriak maling’, “Itu
namanya maling teriak maling,” ujarnya. Dia juga mengatakan bahwa markus
itu merajalela di kantornya Susno.

Terlepas dari persoalan saling tuding ini, sejak dulu masyarakat
maklum bahwa memang ada yang tidak beres di tubuh Polri. Bukan kasus
besar seperti yang menyeret para jenderal saja, tapi dalam prilaku
keseharian pun, masayarakat masih belum sepenuhnya percaya akan
profesionalitas Polri.

Tentu masih ada polisi yang jujur dan profesional, namun alih-alih
menjaga citra profesional itu, citra Polri justru kian terpuruk akibat
ulah segelintir oknumnya. (yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34690

Untuk

melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik

disini

Klik disini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :