Rabu, 31 Desember 2008, saat orang bersiap menyambut pesta malam tahun baru,
Suciwati, janda Almarhum Munir yang tewas di racun di Pesawat Garuda dalam
perjalanan Jakarta-Amsterdam, harus menerima kenyataan pahit. Muchdi
Purwoprandjono, Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, yang diduga terlibat
dalam pembunuhan suaminya, divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta
Selatan.

Dalam persidangan yang digelar di hari terakhir tahun 2008 itu, Majelis
hakim menyatakan terdakwa Muchdi, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan atau terlibat pembunuhan aktivis HAM Munir.

Bukan hanya Suciwati, banyak pihak juga terhenyak atas putusan itu. Mata
Suciwati tampak nanar dan berkaca-kaca, malam tahun baru kali ini tak seperti
yang ia harapkan. Ia lemas ketika Ketua Majelis Hakim mengetuk palu. “Kok
jadinya begini?’ katanya via sms kepada sahabat-sahabatnya.

Kalimat itu pendek saja, tapi mengandung kekecewaan yang amat dalam.
Empat tahun berjuang mencari keadilan untuk almarhum suaminya, kembali membentur
tembok.

BIN dan Pollycarpus

Suciwati, tim kuasa hukumnya dan juga banyak orang, yakin, bahwa Munir tewas
akibat konspirasi tingkat tinggi. Karena hampir tidak mungkin sosok seperti
Pollycarpus yang mantan Pilot Garuda mampu melakukan itu sendirian.

Menurut Suciwati pula, jika tak ada yang memerintah  mustahil Pollycarpus
membunuh suaminya. Apa motifnya jika Poly melakukan itu sendirian?Apakah Polly
punya dendam terhadap Munir? Apalagi Munir tidak mengenal Polly,
sementara Polly mengenal Munir karena memang Munir dikenal sebagai aktivis.
Atas dasar itu, Suciwati dan tim kuasa hukumnya yakin, ada orang
atau institusi lain yang membeking Polly.  Kenapa Institusi?

Begini ceritanya. Tabir keterkaitan Badan Intelejen Negara dengan tewasnya
Munir terkuak saat BIN menulis surat
kepada Direktur Garuda, Indra Setiawan. Surat
rekomendasi tak bertanggal itu meminta agar Pollycarpus ditempatkan di
bagian Corporate Secretary PT. Garuda Indonesia untuk keamanan internal. Orang
yang duduk di jabatan tersebut memungkinkan ikut dalam semua perjalan pesawat
Garuda. Surat
itu ditandatangani oleh Wakil Kepala BIN saat itu, M. As’ad dan dikeluarkan Juli
2004. Kenapa sampai BIN merekomendasikan Polly? Itulah yang menjadi pertanyaan
krusial. Banyak orang menduga, Polly adalah agen non-jejaring BIN atau minimal
Polly adalah ‘orang’nya BIN.

Surat
kemudian dibalas dan disetujui oleh Direktur Garuda, Indra Setiawan pada tanggal
11 Agustus 2004. Sayangnya, surat
rekomendasi BIN itu ‘hilang’. Indra mengaku hilangnya saat mobilnya dibobol maling di suatu tempat. 

Lalu pada hari Munir tewas, diketahui Polly berada di pesawat yang
ditumpangi Munir. Dengan berbekal surat
rekomendasi BIN dan disetujui oleh Dirut Garuda, tentu saja Polly bisa bebas
ikut dalam perjalanan seluruh pesawat Garuda, termasuk dalam perjalanan Munir
menuju Amsterdam.
Beberapa saksi melihat Polly dan Munir berbincang-bincang dalam pesawat. Bahkan
dalam manifes perjalanan tercatat, Polly pindah tempat duduk ke sebelah Munir.
Cerita berlanjut dengan heboh, Munir ditemukan tewas dalam pesawat, tubuhnya
mengandung racun arsenik.

Karena kecurigaan atas surat
rekomendasi dari BIN dan bukti-bukti lainnya, banyak orang menduga, BIN ikut berperan dalam kasus pembunuhan
Munir. Para petinggi BIN pun mulai terseret, termasuk Muchdi, yang saat
kejadian menjabat sebagai Deputi V BIN.  Menurut Suciwati, dari semua petinggi
BIN, barangkali hanya Muchdi yang punya motif. Karena semasa hidupnya, Munir
pernah membongkar kasus penculikan aktivis yang dilakukan tim Mawar Kopassus,
yang berakibat Muchdi digeser dari jabatan Komandan Jenderal Kopassus.

Kemudian ditemukan fakta bahwa Muchdi menjalin kontak berkali-kali dengan
Polly pada saat ‘genting’ yakni sebelum dan sesudah Munir tewas.  Kontak
itu intensif hingga sebanyak 41 kali. Namun sayang sekali lagi, baik Polisi
maupun kejaksaan tidak bisa mengungkap isi percakapan tersebut. Aktivis HAM,
Usman Hamid pernah berkata, “Jika saya ingin melakukan konferensi pers,
lalu ponsel saya aktif berkali-kali di saat-saat menjelang konferensi pers, pasti
ada hubungannya dengan konferensi pers, entah tentang persiapannya dan
sebagainya kan?”
katanya.

Intinya Usman beranggapan, isi percakapan antara Polly dan Muchdi pasti
berhubungan dengan tewasnya Munir.  Pengamat Intelijen  Soeripto
bahkan menegaskan, “Isi percakapan tersebut adalah bukti kunci adanya
konspirasi di balik kematian Munir.”

Sementara Budi Santoso, agen BIN lainnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) yang kemudian di cabutnya kembali menyatakan, bahwa Muchdi dan Polly
saling kenal dan berhubungan baik. BAP itu kemudian dicabut Budi melalui
kedubes Indonesia di Pakistan. Tak tanggung-tanggung, empat BAP yang sudah
ditandatanginya itu dicabut semua. Dan pencabutan BAP ini memperkuat posisi
Muchdi pengadilan. Karena dalam salah BAP itu juga terdapat keterangan Budi
Santoso bahwa Polly pernah menerima uang sebesar sepuluh juta rupiah dari
Muchdi, sebelum berada dalam satu pesawat bersama Munir.

Kejanggalan demi kejanggalan pun berlanjut, Budi Santoso sebagai saksi kunci,
tak pernah hadir dalam persidangan Muchdi. Kemudian  saksi-saksi dari BIN
juga mencabut keterangannya. 

Dan keempat hal penting tersebut, yakni tidak hadirnya saksi kunci Budi
Santoso, tidak adanya transkrip pembicaraan Muchdi dan Polly meski mereka
menjalin kontak berkali-kali (yang ada hanya call data recorded), hilangnya
surat rekomendasi BIN kepada Dirut Garuda, dan dicabutnya BAP para saksi dari
BIN, semakin menebalkan keyakinan, bahwa Muchdi bakal dibebaskan dari segala
tuntutan.

Tapi hal itu jugalah yang membuat kita yakin, memang ada konspirasi
dalam pembunuhan Munir. Dan apa mau dikata, rasa keadilan memang masih jauh
dari harapan.

Suciwati barangkali menjadi orang yang paling tidak bahagia saat malam
pergantian tahun, malam yang penuh dengan warna-warni kembang api itu harus dilalui
Suciwati dengan pedih.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?32460

Untuk melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik disini

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah artikel ini

________________________________________________________

Supported by :

Photobucket