KabariNews – Konsep pemikiran perempuan masih setia mengikuti arus ego laki-laki, sekuat cinta yang mengikatnya sebagai istri. Reklamasi pemikiran cemerlang ter-aborsi di ruang istana kecilnya menuruti kewajiban sebagai perempuan, istri sekaligus ibu, dan pemikiran hebat terjungkal oleh dalil, hukum adat dan tradisi bahkan juga agama. Rasa batin yang terdera itu diungkap R A Kartini pada zamannya. Torehan itu memberi pesan pada tiap hati perempuan, agar harapan diwujudkan oleh perempuan di masa datang. Totalitas cinta dan kasih sayang itu tak pernah berharga untuk jadi alat transaksi dalam lingkaran hidup dari pingitan menjadi kebebasan. Sebagai laki-laki kadang kita sempat berbisik dalam hati; sesungguhnya perempuan adalah pahlawan dari segala pahlawan. Dan harus disematkan bintang di atas bintang maha putra, begitu dia harus bertaruh mengorbankan nyawanya untuk melahirkan manusia baru keturunannya.

Sebagai laki-laki saya harus mengakui, kagum dan hormat pada perempuan. Terutama pada sebuah nama Hermina. Setelah hampir 40 tahun kami tak bersua dengan Bu Hermina, guru Aljabar galak yang mengajar kami di SMA dulu. Hari ini tiba-tiba Tuhan mempertemukan kami di sebuah kios penampungan sementara pedagang pasar Klewer yang beberapa waktu lalu terbakar. Guru kami yang cantik itu kini sudah sepuh, sangat sepuh, tapi masih tetap charming dan kharismatik. Guratan garis di wajah menyiratkan usianya dan tak mampu mengubah estetika kecantikan alami yang pernah jadi penyebab kenakalan kami di masa sekolah dulu. Entah kenapa kami harus dipertemukan di Solo jauh dari tempat awal mula kami menjadi muridnya di Jakarta.

Baca artikel selengkapnya di Kabari Digital