Berkunjung ke Museum PETA di BogorHeri Eriyadi lengkap dengan peci khas ala pejuang kemerdekaan siang itu. Di kantong kiri bajunya terpampang sebuah pin bertuliskan Komunitas Cinta Pejuang Indonesia atau KCPI.  Yup, pin yang dikenakannya bukan sembarang pin karena pin itu adalah tanda Heri merupakan salah satu anggota Komunitas Cinta Pejuang Indonesia.

Komunitas yang dibentuk olehnya pada 25 November 2011 merupakan komunitas para penggemar sejarah perjuangan dan sahabat para pejuang Indonesia. Heri mengatakan kepada kabarinews.com (12/8), awal pendirian komunitas ini berawal saat dirinya  bergabung dalam komunitas yang anggotanya menggunakan atribut Nazi.

Hanya saja, Heri lama-lama merasa kurang sreg bergabung dengan komunitas itu.  “Misalnya saja waktu ingin dalam performance atau tampil terkadang  harus merogoh kocek jutaan” kata Heri. Pasalnya, kostum yang harus digunakannya itu adalah original, mahal harganya dan harus dieksport. Selain itu Heri berpendapat, kenapa harus  membanggakan hal-hal yang berbau luar sedangkan di negeri sendiri banyak pejuang kemerdekaan.

Dari situlah akhirnya Heri membentuk komunitasnya sendiri berikut dengan konsep yang akan ditampilkannya. Nah, di saat dia mencari konsepnya Heri menemukan sesuatu yang unik. “Saya menemukan bahwa sembilan dari sepuluh pelaku pertempuran pada saat itu adalah rakyat biasa yang senjatanya apa adanya. Bisa dibayangkan mereka akan menjadi korban, lantas kenapa yang dinamakan pejuang itu tentara saja, bagaimana dengan yang sembilan orang ini sekarang dan itulah yang menjadi pertimbangan saya akhirnya” tuturnya.

Dan di Jakarta sendiri ada sekitar 80-an pejuang yang terdiri dari etnis, Jawa, Sunda dan Cina, belum lagi yang ada di wilayah Jawa dan wilayah lainnya.

Salah satu yang Heri berhasil temukan adalah seorang pejuang yang bernama Abdullah Mutalib. Heri mengatakan pejuang tua yang ditemukannya ini  pernah memberantas PKI dan bergerilya sampai Sumatera. Namun setelah perang selesai, dia tidak mendapatkan apa-apa. “Hidupnya seperti gelandangan saja, tidak punya rumah dan keluarga” kata Endri.

Pejuang itu merupakan salah satu yang miris hidupnya dan para pejuang yang ada di Indonesia banyak yang tidak mendapatkan haknya. Heri memberikan penjelasan, karena ada prasyaratan veteran yang harus mereka penuhi. Sebab menurut hematnya, pejuang adalah tentara yang berasal dari rakyat. Saat jepang masuk mereka adalah rakyat. Dan setelah perang kemerdekaan selesai mereka tidak melanjutkan karirnya menjadi tentara, kembali menjadi rakyat dan tidak mendapatkan tunjungan dari pemerintah, alhasil hidup mereka rata-rata susah.

komunitas cinta pejuang indonesiaBeda halnya dengan veteran yang merupakan tentara yang aktif kemudian pensiun lantas meneruskan kegiatannya sebagai veteran. Veteran ini pun dibagi menjadi dua yaitu veteran kemerdekaan dan sipil. Veteran kemerdekaan adalah mantan tentara yang pernah bentrok langsung dengan penjajahan. Dan veteran sipil adalah sebaliknya yang tidak mengalami perang, namun mereka dapat gaji dari pemerintah berupa tunjangan-tunjangan.

Heri mengatakan syarat pejuang dapat dikatakan sebagai veteran meliputi, Pertama, harus mempunyai surat dinas, bayangkan zaman dahulu tidak semuanya punya.  Harus mempunyai saksi atau teman yang masih hidup. Bagaimana mungkin juga kalaupun ada tidak ada dalam satu lokasi karena peperangan itu terjadi tidak hanya di satu tempat saja, kalaupun ada apakah masih ingat belum tentu juga mengingat usia yang sudah tua. Ketiga, harus punya baju seragamnya, dan keempat punya peninggalan berupa senjata yang membuktikan bahwa mereka pernah ikut perang. Terakhir, harus ada bukti bahwa dia pernah ikut perang, seperti contoh luka.

Apakah semua pejuang dapat memenuhi syarat tersebut? Jelas tidak! tegas Heri. Dia pun mencontohkan pernah ada satu keluarga yang memiliki kakek yang mudanya dulu disiksa oleh tentara Jepang dan tertusuk sangkur. Sangkurnya patah di dalam tubuhnya, umurnya saat itu 25 tahun sampai umur 60 tahun potongan sangkur itu masih di perutnya.

“Mereka sudah bilang ke dinas terkait, namun rontgen kan banyak memakan banyak biaya. Tentu  dia tidak mampu  untuk membayar rontgen sampai akhirnya dia meninggal” tutur Heri. Tak ayal, keluarganya sangat kecewa sekali,  sambil menggerutu perlu  bukti apa lagi yang harus ditunjukkan bahwa bapaknya merupakan seorang pejuang.

Akan halnya kasus yang Heri temukan di atas, KCPI pun berusaha untuk memfasilitasi para pejuang yang selama ini kurang mendapat perhatian atau sama sekali kurang mendapat perhatian dari pemerintah.” Ya, karena itu merupakan salah satu visi dan misi yang diemban oleh KCPI” kata Heri. Komunitas yang pernah menjadi 10 komunitas Inspiratif 2012 ini bergerak dengan memberikan santunan kepada para pejuang kemerdekaan yang masih tersisa.

Selain memberikan santunan,  KCPI pun kerap melakukan kegiatan dengan menggunakan kostum layaknya seorang pejuang kemedekaan. Hal ini dilakukan sebagai pengingat untuk masyarakat untuk kembali mengingat jasa-jasa para pejuang. “Agar masyarakat kita tidak lupa bahwa negara ini kan merdeka karena para pejuang-pejuang” katanya.

Menurutnya, pejuang itu sebenarnya tidak menuntut apa-apa, menurutnya,  hanya saja sebagai warga negara sudah selayaknya kita menghormati jasa-saja dan mengakuinya bahwa mereka pernah ikut mempertahankan kemerdekaan. “Mereka akan senang dan bangga, kalau kita bisa memberikan pengakuan kepada mereka  bahwa mereka pernah ikut perjuangan kemerdekaan Indonesia” pungkas Heri. (1009)

Klik disini untuk melihat Majalah Digital Kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?68795

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
____________________________________________

Supported by :

Asuransi Rumah