Siang itu, Kong Nasir, salah
seorang veteran’45, tengah beristirahat di rumahnya yang sederhana.
Rumah di Jl. Salak 12 B, Komplek Perumahan Seroja, Bekasi, ini mungkin
satu-satunya ‘kenang-kenangan’ paling layak yang ia terima sebagai
veteran dengan pangkat terakhir Serma (Sersan Mayor).

Kedua
matanya tak lagi bisa melihat. Pendengarannya pun terganggu karena
faktor usia dan akibat peluru yang dulu menembus telinganya. Tubuhnya
tak lagi kekar seperti ketika dengan gagahnya ia mengangkat senjata.
Meski begitu, ingatannya masih tajam, bahkan ia hafal ratusan ayat suci
Al-Quran. Setiap subuh hingga menjelang siang, aktivitas Kong Nasir
dihabiskan di Masjid, jika dulu ia mengajar ngaji untuk anak-anak
setempat, kini ia hanya tadarusan saja di Masjid. 31 Desember 1924
mulai bertutur, “Mata saya memang tak lagi bisa melihat, tapi saya
masih hafal benar ayat-ayat Al-Quran berdasarkan apa yang saya hafal,”
kata Kong Nasir yang kelahiran 31 Desember 1924 ini.
“Setelah
perang, saya belajar agama selama sepuluh tahun. Lalu mengajar Al-Quran
untuk anak-anak di Seroja ini selama 15 tahun, sampai akhirnya saya
benar-benar sudah tidak bisa mengajar lagi, hingga 2 tahun belakangan
ini” katanya lirih.

Mengenai kondisi matanya, ia mengaku
sudah dua kali dioperasi tapi hasilnya tak memuaskan, malahan dokter
memvonis matanya telah rusak karena efek tembakan dan baru dua tahun
belakangan ini Kong Nasir mengalami kebutaan.

Ia sendiri
lupa kapan pertempuran yang mengakibatkan kepalanya terserempet peluru
itu terjadi. “Yang jelas sebelum tahun 1945, perangnya di dalam kota
Jakarta ini, lawan Jepang” katanya lagi. Untungnya peluru tersebut tak
menembus otaknya. “Kalau kena otak mungkin saya sudah mati” ujarnya
mengenang.

Kemudian setelah Indonesia merdeka, sekitar
akhir tahun 1950 Kong Nasir dan teman-teman seperjuangan yang mengalami
cacat fisik akibat perang dikumpulkan di lapangan Ikada (Monas) oleh
Dinas Urusan Sosial. Mereka sengaja dikumpulkan untuk diberitahukan
bahwa Negara berterima kasih atas jasa dan pengorbanan mereka. Mereka
kemudian dianggap veteran dan diberikan dana kehormatan.

Sampai
saat ini Kong Nasir hidup sederhana dan bersahaja, ingatannya dalam
berbagai hal yang berbau perjuangan masih cukup melekat di benaknya.
Beliau masih bisa menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Bahkan ia hafal
lagu-lagu syairnya berbahasa Belanda, Inggris dan Jepang.
Kini Kong
Nasir Hidup pas-pasan bersama istri tersayang, Tarem (78). Sampai kini
mereka tidak memiliki keturunan. Mereka kemudian mengambil seorang anak
angkat yang telah memberi lima cucu.
“Saya ini orang kampung, tapi
karena saya banyak bergaul, maka saya bisa beradaptasi dengan yang
lain, baik orang Holland, Inggris atau pribumi sekalipun”. Menilik masa
lalu kakek dari lima cucu ini, banyak hal positif yang dapat menjadi
pelajaran. Ia orang tabah dan pasrah, tapi jika bicara nasib,
semangatnya tidak pernah padam.
Ketika ada upacara hari besar
nasional seperti Agustusan, Kong Nasir masih datang dan dengan sigapnya
memberi hormat pada sang Merah Putih. Kong Nasir berpesan,“ Bangsa ini
telah merdeka, jangan sia-siakan dan jaga baik-baik agar tidak direbut
orang lain”. (pipit)

Saksikan wawancara kami dengan Kong Nasir hanya di www.KabariNews.com/?31631 ( Part 1 )
www.KabariNews.com/?31641 ( Part 2 )
www.KabariNews.com/?31642 ( Part 3 )

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31675

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Gihan

601.W.Fifth Street, Suite 333-Los Angeles,CA 90071

Telp. (310) 203-2242 – Fax. (310) 203-2287

Email : gihanthomaslaw@yahoo.com