Mahasiswa yang akan diwisuda itu adalah Mumtaz Muchtar. Mahasiswa S2 di Arab League University jurusan filologi angkatan 2001. Mumtaz lulusan IAIN Bandung. Menurut rencana, tgl 29 Januari , Mumtaz diwisuda.

Setelah kuliah sangat lama di Mesir, kabar wisuda itu merupakan kegembiraan yang luarbiasa bagi keluarga Mumtaz yang tinggal di daerah Kalibang Nangka, Perwira, Bekasi Utara, Jawa Barat. Rencana besarpun dipikirkan. Sejak Desember, keluarga mereka mengurus segala persiapan dokumen untuk berangkat ke Mesir. “ Selama kuliah di Mesir sejak 2001, Mumtaz jarang sekali pulang sehingga kami senang sekali Mumtaz diwisuda,” kata Ahmad Ustuhri, kakak Mumtaz.

Perjalanan mereka diurus jasa biro perjalanan. Ada 6 orang yang berangkat ke Mesir. Mereka adalah Sity Zuhro (ibu Mumtaz), Ery Mutawali (adik), Zihan Musliha (adik), Syaiful Anwar (menantu Sity Zuhro), Nurjanah (istri Mumtaz), dan Rayiza, balita 6 bulan. Mereka berangkat ke Mesir tgl 23 Januari. “Saat berangkat, kami tak punya firasat apa-apa. Kami masih belum menyangka bakal terjadi kerusuhan di Mesir,” cerita Ustuhri. Dia menambahkan, Mumtaz juga tidak bercerita tentang kondisi politik Mesir.

Dalam perkembangannya, hal yang benar-benar tak terduga terjadi. Akhir Januari, Mesir diguncang unjuk rasa. Jumlah pengunjuk rasa itu terus bertambah dan menuntut Presiden Hosni Mubarak turun dari kursi kekuasaannya.

Kerusuhan itu pun membuat keluarga Mumtaz di Indonesia, galau. “Kami kehilangan kontak dengan rombongan yang berangkat ke Mesir itu sejak Minggu pekan lalu (30/1),” kata Ustuhri.

Ustuhri mengetahui kerusuhan di Mesir tersebut melalui sambungan telepon. Selanjutnya dia melihat perkembangan Mesir dari media massa. “Sehari setelah kerusuhan terjadi, saya mendapat kabar dari sanak keluarga yang berangkat ke Mesir bahwa kondisi di sana kacau. Saat itu, mereka mengabarkan bahwa mereka dalam keadaan baik-baik,” katanya. “Tapi, sejak 30 Januari, kami nggak bisa menghubungi mereka,” imbuh Ustuhri.

Kabar saat kerusuhan terjadi, keluarganya bertahan di tempat tinggal Mumtaz, yakni di kawasan Nasser City, Distrik 10, Kairo, Mesir. Saat itu, lanjut dia, mereka tidak bisa keluar rumah lantaran ada pemberlakuan jam malam. Selain itu, aktivitas angkutan di seluruh jalan lintasan Mesir sepi. “Namun, sejak tak ada satu pun ponsel keluarga yang bisa dihubungi, kini saya sudah tidak tahu nasib mereka,” ungkapnya.

Dia tak bisa membayangkan bagaimana keluarganya saat berada di Mesir. “Ini adalah kali pertama mereka pergi ke Mesir. Baru pertama ke sana, sudah mengalami kejadian seperti ini,” ujar Ustuhri dengan mata berkaca-kaca.

“Wisuda gagal dan kami tidak tahu apakah ijazah adik saya bisa diambil atau tidak,” katanya. Dia juga berusaha mencari tahu nasib keluarganya melalui Departmen Luar Negeri. Nama mereka ada dalam daftar dengan klasifikasi turis. Tapi, sampai sekarang, dia belum mendapat konfirmasi kapan keluarga besarnya dapat kembali ke Indonesia. Yang bisa dia lakukan saat ini adalah berdoa untuk keselamatan keluarganya. (Indah W)

Untuk share atrikel ini klik www.KabariNews.com/?36286

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :