Panggil saja Mitha, ia adalah seorang mucikari yang rela
melepas masa remajanya di pelukan pria-pria hidung belang. Mitha mengaku
tidak pernah mimpi bekerja sebagai wanita penggoda. Kata ‘menyesal’
pun pernah terbesit di kepalanya, tapi Ia belum bisa lepas dari dunia
hitam itu karena masih punya banyak tanggungan, terutama untuk keluarga
di kampung.

Awalnya, remaja berusia 17 tahun ini diajak untuk mengadu nasib di
Jakarta oleh seorang kenalannya di kampung. Usai merayakan Idul Fitri
tahun 2010 lalu, ia nekad ke Jakarta, niatnya baik untuk mencari kerja
sebagai pembantu rumah tangga. Tapi keadaan berkata lain, iming-iming
uang banyak, hidup enak dan berbaur dengan orang-orang berduit
menggelapkannya kala itu.

Mengaku masih labil dan gelap mata, perempuan asal Tegal itu menerima
tawaran dari seorang kenalan baru saat di terminal bus Kampung
Rambutan. “Awalnya aku nunggu jemputan, tapi temenku ngga datang-datang,
sudah 1 jam lebih aku menunggu. Ada orang ngajak kenalan, namanya Boby
(nama disamarkan), dia menawarkan pekerjaan. Aku langsung terima, karena
aku butuh uang,” ujar Mitha mengenang kejadian setahun lalu.

Perasaan was-was dan takut dirasakan Mitha, tapi ia juga merasa
senang karena bisa mendapat pekerjaan padahal baru satu jam menginjakkan
kaki di Jakarta. Nasehat orang tua dan tetangga agar berhati-hati di
Jakarta tidak digubris. “Takut awalnya, tapi dalam hatiku berbisik ‘yang
penting kerja’ masalah jadi apa itu belakangan. Pokoknya aku besok
pulang kampung bawa uang” paparnya.

Mitha perlahan membuka kisah kelamnya, sejak dibawa ke pemukiman wanita tuna susila (WTS)
di kawasan Jakarta Timur oleh Boby, ia baru sadar bahwa ia akan
‘dijual’. “Rasanya mau berontak, tapi aku bisa apa. Aku sama sekali buta
soal Jakarta, uang tidak punya, mau tidur dimana, serba salah. Pokoknya
bingung,” akunya dengan mata berkaca-kaca.

Rasa bersalah, marah dan dendam bercampur jadi satu, apalagi saat
teringat bagaimana ia harus melepas kesuciannya kepada seorang pria tua
yang menurutnya lebih pantas jadi kakeknya. “Rasanya dendam, marah,
kalau ingat itu. Kita lanjut topik lain saja ya? Aku mau nangis kalo
inget kejadian itu,” katanya seraya mengalihkan pembicaraan

Tiga bulan menjadi mucikari, kehidupan dan gaya Mitha berubah cepat.
Dulu ia hanya seorang gadis desa yang kemana-mana jarang pakai alas
kaki, kini ke depan pintu saja ia wajib mengenakan sepatu bertumit
tinggi. Ia belajar berdandan dari teman sekerjanya, model bajunya pun
dirubah mengikuti gaya mutakhir. Rambutnya yang panjang terkepang
dipangkas habis seperti bintang film Demi Moore. Gaya bicaranya yang
khas Jawa “medok” pun lebih diperhalus, meski ciri khas itu tidak bisa
hilang sampai sekarang.

‘Seorang pangeran mengangkat saya dari lubang hina’

Sudah puluhan bahkan mungkin ratusan ia bertemu pria-pria hidung
belang, tapi tidak satu pun dari mereka membuat hati Mitha bergetar. Ada
beberapa pria yang mencoba mendekatinya dan ingin memperistrinya, tapi
remaja lulusan SMP ini menolak. “Buat saya
kerja jadi perempuan penghibur sudah sangat menyakitkan, apalagi
diperistri tapi suami sukanya nongkrong di tempat beginian (tempat
pelacuran, red) aduh bisa stres aku. Ngga deh” akunya.

Pertemuannya dengan tukang sayur, sebut saja Boy (30) punya makna
tersendiri bagi Mitha. Di usianya yang sangat belia, ia punya keahlian
dalam memasak. Maklum dulu waktu di kampung ia sering membantu bibinya
memasak untuk Pak lurah. Demi hemat pengeluaran, Mitha memasak semua
bahan makanannya, karena uang hasilnya menjajakan diri ia kirim untuk
keluarganya di kampung. “Tukang sayur ganjen, dia selalu nawarin aku
sayur. Jadi dari pada beli aku masak sendiri, lumayan uangnya bisa
dikirim ke kampung untuk biaya sekolah adik-adik, dan makan
sehari-hari,” ungkapnya.

Boy yang ia kenal sangat santun, meski kadang suka genit kalau
sayurannya ditawar. Tapi dari situlah ia mengenal dan dekat dengan
penjual sayur itu. Setiap malam mereka mengaku sering berkomunikasi
melalui telepon, alasannya pesan sayuran untuk esok hari, lama-lama
kedekatan mereka terjalin, sampai akhirnya Boy melamar Mitha. “Aku
sempat kaget, masa ada orang baik-baik mau nikahin perempuan seperti
aku. Aku tolak, bukan jual mahal tapi aku ngga mau dia kecewa,” aku
Mitha.

Boy masih lajang, dan mengaku tahu apa pekerjaan wanita yang
dicintainya. Sejak pertama bertemu Mitha ia mengaku sudah jatuh hati, ia
pun tahu Mitha sebenarnya wanita baik-baik, hanya kebetulan bernasib
tidak baik. Segala akibatnya pun akan diterima Boy termasuk gunjingan
banyak orang yang menilai dirinya ‘bodoh’. “Biarin mba orang mau ngomong
apa, wong saya suka. Mereka yang ngomong kan ngga ngerti gimana rasanya
jatuh cinta, ya anggap saja itu motivasi agar kita bisa lebih baik
lagi,” ungkap Boy saat datang menjemput calon istrinya.

Kalau dulu ia menjajakan ‘kenikmatan sesaat’ kini Mitha lebih fasih
menawarkan sayuran segar untuk para ibu rumah tangga. Sudah tiga bulan
Mitha menjalani pekerjaan barunya ini. Ia senang dengan hasil
keringatnya yang sekarang, bisa menyisihkan uang untuk kebutuhan
keluarganya di kampung termasuk pribadi. “Ini semua karna si Mas, dia
bagai pangeran yang mengeluarkan saya dari lubang hitam. Aku perempuan
beruntung, disaat khilaf ada yang menyadarkanku,” paparnya terbata-bata.

Air mata kebahagiaan bercucuran, Mitha merasa hidupnya telah kembali.
“Aku bahagia dengan hidup sekarang. Biar pun untung dari berjualan
sedikit, tapi aku tidak takut kekurangan karena ada Mas yang memberiku
semangat. Aku tidak akan menyia-nyiakan hidupku lagi. Cukup enam bulan
aku kehilangan arah. Dan sekarang ini adalah hidup baruku” imbuhnya.

Untuk bisa hidup layaknya orang biasa, perlu penyesuain diri. Memang
tidak semua orang tahu pekerjaan kelam Mitha, tapi Mitha mengaku ada
saja pihak yang selalu menyudutkannya dan membuatnya merasa bersalah.
“Kalau ada yang mencaci aku hanya bisa menangis. Aku hanya berdoa semoga
Tuhan memaafkan aku dan lingkungan menerima aku. Aku sadar aku salah
jalan, tapi aku berusaha bertobat, Mas Boy membantuku” ungkapnya.

Bulan November 2011 rencananya mereka akan menikah. Dengan uang yang
telah dikumpulkan, mereka berencana membangun rumah mungil dan memajukan
usaha sayur yang akan dibuka di pelataran rumah. (Pipit)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37399

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :