Menjadi Kiblat Mode Muslim Dunia di tahun 2020, adalah sebuah tantangan besar bagi Indonesia. Kendati masih ada yang meragukan, namun lebih banyak lagi yang semangat dan optimis mampu mencapainya. Tak kurang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, “Yes, kita bisa menjadi kiblat mode muslim dunia di tahun 2020. Ini harus jadi unggulan kita. Saya yakin industri ini tumbuh pesat!” saat membuka ajang Festival Busana Muslim: Indonesia Islamic Fashion Fair 2013 (IIFF), Kamis (30/5).

Gaya Tanpa Batas

Style unlimited. Begitulah tema yang diusung dalam pameran busana muslim terbesar di Jakarta yang berlangsung 30 Mei – 2 Juni 2013. Tema ini seakan melukiskan semangat inovasi dan kreativitas para desainer dan pelaku industri busana muslim Indonesia yang tanpa batas.
Pameran yang menampilkan busana-busana muslim karya lokal tampil penuh warna, gaya dan model. Mulai dari adibusana yang berseni tinggi hingga pakaian sehari-hari untuk muslimah. Pernak-pernik dan pelengkap busana pun tak mau kalah dengan tampil anggun, penuh kreasi dengan tetap fungsional.

Busana Muslim Indonesia

Busana Muslim Indonesia lahir dengan sejarah yang cukup panjang. Mulanya harus melalui perjuangan untuk mendapatkan izin agar boleh digunakan di sekolah dan kantor. Di tahun 80-an jilbab sempat dilarang untuk dikenakan. Setelah melewati masa-masa sulit itu, busana muslim akhirnya bisa mendapatkan tempat yang baik di kalangan muslimah di Indonesia dewasa ini. Banyak perempuan Indonesia saat ini memiliki keinginan untuk menggunakan hijab atau pakaian muslimah.

Perpaduan kreativitas tinggi, kebebasan mengembangkan gagasan serta inovasi dan cita rasa seni yang baik, kini terlihat perkembangan busana muslim yang berarti. “Busana muslim kita sudah sangat maju dan bagus. Bahkan orang luar pun seperti Malaysia, jika mencarinya datang ke Indonesia,” jelas Devi Permatasari, seorang artis yang kini memakai jilbab.

“Pesaing terberat untuk busana muslim Indonesia sebenarnya tidak ada. Namun, untuk gamis atau abaya memang dari Arab atau Dubai masih lebih bagus. Tapi, untuk mode busana muslimah di Indonesia lebih bagus,” lanjut Devi Permatasari yang kini membuka usaha aksesori untuk hijab. Sedangkan Devi Trisna Aviati, pemilik busana muslim berlabel Qirani menuturkan pesaing yang terberat berasal dari Cina, negara yang terkenal dengan produk barang dengan harga murah. “Cina mampu membuat barang serupa dengan harga yang lebih murah,” tandas Devi Trisna Aviati.

Walapun demikian, pengusaha muda Indonesia tampaknya sangat optimis menatap ke depan, “Indonesia memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan negara lain. Busana Indonesia memiliki ciri yakni lebih modis, lebih berani bereksperimen dengan bentuk dan gaya serta bahan baku, tetapi tetap dalam koridor nilai Islami,” ungkap Devi Trisna Aviati.

Memberi Ruang bagi Kaum Muda

Kaum muda bisa dibilang merupakan kalangan yang paling banyak mendapatkan manfaat dengan berkembangnya busana muslim di Indonesia. Mereka mendapat kesempatan mengenakan aneka ragam mode, gaya dan warna busana yang bervariatif. Berhijab namun dapat tampil modis, bergaya dan tetap cantik tentunya. Namun yang lebih penting, kaum muda berbakat pecinta mode muslimah mendapatkan ruang untuk berkreasi yang amat luas.

Banyak bakat-bakat muda yang berhasil menjadi desainer terkenal dan bahkan menjadi pengusaha sukses. Salah satunya adalah Devi Trisna Aviati yang usianya masih 30-an. Kreasinya berupa baju kaos berbahan katun sudah mencapai beberapa negara seperti Hongkong, Malaysia, Singapura, dan Ohio, Amerika Serikat. Satu lagi yang tergolong paling muda adalah, Dian Pelangi yang masih berusia 20-an dan sudah menjadi desainer terkenal bahkan di dunia internasional. Karya-karyanya yang berlabel Dian Pelangi pun banyak diminati.

Untuk aksesori pun masih terbuka peluang yang amat besar. Ini pula yang dibidik dengan amat baik oleh Pipit Akbari seorang pengusaha muda yang terjun membuat aksesori berlabel Cherie untuk jilbab seperti kalung, bros, head band, hiasan kepala, gelang dan juga cincin. Kini, iapun mencoba untuk membuat jilbab lengkap dengan hiasan hasil kreasinya.

Mengatasi Berbagai Kendala

Menggapai impian besar untuk menjadi kiblat mode muslim dunia tentu harus berhadapan dengan berbagai kendala. Kualitas bahan atau kain di Indonesia masih kalah dibandingkan buatan impor. Belum lagi dengan kemampuan teknologi pertekstilan Indonesia yang masih kalah dibandingkan dengan negara luar. Walau begitu, Pipit mensiasatinya dengan memadumadankan bahan lokal dan bahan impor. Sedangkan Devi Permatasari tetap optimis, untuk urusan bahan impor yang lebih bagus menurutnya itu hanya mindset saja. Ia yakin akan kualitas bahan Indonesia asal bijak memilihnya.

Untuk membuktikan kualitas hasil karya Indonesia, ke depan Indonesia perlu mengadakan pameran-pameran berskala internasional, serta ikut aktif dalam pameran-pameran di luar negeri. Kementerian sendiri juga memiliki agenda untuk memperkuat keberadaan mode muslim, “Harus memperkuat institusi, branding, memperkuat kualitas dan mengantarkannya. Semua itu komponen penting untuk mencapai tahun 2020. Kita akan jadi kekuatan di mode muslim”, beber Hatta Radjasa.

Devi Permatasari yang sangat senang dengan semakin besarnya minat muslimah menggunakan busana muslim, berharap agar perkembangann busana muslim tetap mengedepankan, menjaga nilai-nilai dan tidak melanggar batasan-batasan dalam Islam. (1008)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?56383

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :