Irma suyarti

Namanya Irma Suryati (38), seorang tuna daksa yang sejak umur 4 tahun ia harus berjalan memakai tongkat. Lahir di Semarang, Jawa Tengah tetapi besar di Sumatera lantaran mengikuti orang tuanya transmigrasi. Tatkala masyarakat masih memandang sebelah mata pada orang seperti dirinya, ia justru bangkit membuka lebar mata mereka, bahwa orang cacat pun berhak sukses. Tidak berhasil sendiri, tetapi mengajak kaumnya jadi berdaya. Sebuah teladan!

Tak berlebih jika ibu lima anak yang bersuamikan penyandang cacat juga, diibaratkan sebuah cahaya bagi penyandang cacat. Sinar yang menerangi kehidupan para penyandang cacat yang terbiasa digayuti rasa keputusasaan. Pernah ditemukannya, seorang anak perempuan di Kalimantan nyaris bunuh diri karena tak sanggup selamanya berbaring di tempat tidur karena lumpuh total. Ia urungkan niatnya setelah membaca tulisan tentang Irma di sebuah blog.

“Dia menghubungi saya, lalu kami ngobrol lama sekali, bertukar pikiran. Dia pun bersemangat lagi, dan sekarang berjualan pulsa elektrik,” kata Irma, anak sulung dari dua bersaudara.

Lumpuh Setelah Jatuh

Irma Suryati-1Irma terlahir sehat dan normal, tetapi di usia 4 tahun ia terjatuh di kamar mandi. Sejak itu ia sakit-sakitan, sering demam dan dua tahun kemudian kakinya lemah hingga akhirnya lumpuh. Orang tuanya telah berusaha mengobatinya hingga menjual rumah dan tanah di Sumatera, tetapi tak ada hasilnya. Mereka pergi ke Jakarta, sedangkan Irma diasuh neneknya di Semarang.

Kata dokter, ia terkena polio, dan masuk ke SMP, usia sekitar 12 tahun, kakinya makin mengecil, lemah sekali dan dokter menyuruhnya memakai dua tongkat sebagai penyangga. Meski tak lagi sempurna fisiknya, ia tetap bersemangat untuk maju. Bahkan ia masuk ke Pusat Rehabilitasi (RC) Solo selama dua tahun untuk belajar keterampilan menjahit. Di situ rupanya Tuhan mempertemukannya dengan pria yang menjadi jodohnya, yaitu Agus Priyanto (37). Pria asal Kebumen itu juga tuna daksa, hanya di pusat pelatihan itu ia menekuni keterampilan elektronik.

Selesai pendidikan, Irma ke Semarang, Agus merantau ke Jakarta. Irma sedih sekali lamaran kerjanya selalu ditolak, meski cacat ia mampu menjalankan mesin jahit dengan mesin. Tapi ujian ini tak membuatnya melempem. Setelah dipersunting Agus pada 1966, Irma membuka usaha jasa menjahit. Ia datangi kantor Dinas Sosial Semarang untuk meminta bantuan modal dan mendapat satu mesin jahit.

Keset Kunci Pintu Rejekinya

Irma Suryati-2Bermodal satu mesin jahit dan uang ala kadarnya, cukup membeli kain perca, Irma membuka usahanya sendiri, dengan tekad harus berhasil. Ia sengaja pasang target, disiplin keras untuk mengejarnya, termasuk konsisten mematok jam kerja, yaitu mulai pukul 07.00 WIB hingga sore hari.

“Karena hanya punya kain perca, saya membuat alas lantai atau keset. Saya patok sehari harus jadi 30 buah, dan keset itu saya pasarkan sendiri ke toko-toko dan pasar. Tak berapa lama, laku keras, sehingga ia merasa perlu merekrut lima orang untuk membantunya memenuhi pesanan,” kata Irma.

Usaha Irma bertambah maju. Pada 2003, jumlah karyawannya dari 5 orang berlipat-lipat menjadi 30, dan hasilnya sampai Rp800 juta per bulan. Sang suami menyewa ruko di Pasar Karangjati, Semarang untuk jasa servis barang elektronik, juga menjual barang elektronik titipan. Kelimpahan rezeki hanya sebentar saja dinikmati, karena manajer yang dipercayanya itu justru mengkhianatinya dengan membawa kabur uang Irma. Ditambah ruko milik Agus jadi korban kebakaran pasar tersebut.

Modal habis, suami terlilit utang karena barang-barang yang dititipkan orang di tokonya ikut habis terbakar. Inilah ujian keimanan dan kesabaran. Atas kesepakatan bersama, rumah di Semarang dijual, lalu boyongan ke desa sang suami, Kebumen. Dua minggu di rumah mertuanya, Irma berusaha mencari langkah yang akan ditempuh.

“Setiap pemerintah kabupaten harus mengalokasikan anggaran untuk penyandang cacat. Nekat, proposal saya tulis tangan, lalu menemui Bupati Kebumen, tapi selalu ditolak, dikira minta dana. Akhirnya berhasil berbicara langsung dengan Pak Bupati. Saya ungkapkan gagasan untuk membuat pelatihan bagi para penyandang cacat di Kebumen, sesuai keterampilannya membuat keset. Toh prospek bisnis keset bagus,” ujar Irma, “Saya diminta bicara di hadapan ratusan penyandang cacat. Mereka wakil dari 26 kecamatan, dengan masing-masing mengirimkan 3 orang wakil. Saya motivasi mereka dan bertanggung jawab akan pelatihan.”

‘Ibu’ Para Penyandang Cacat

Irma Suryati dan Keluarga
Di luar dugaan, secara pribadi Pak Bupati menyumbang Rp.5 juta kepada Irma sebagai modal awal usaha, yakni membeli mesin jahit dan kain perca, dan mengontrak rumah di Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jawa Tengah. Di rumah kecil itulah, Irma membangun hidup bersama suami. Untuk kegiatannya, ia berkeliling ke kecamatan-kecamatan, menngunjungi para anak didiknya, memberi pelatihan dan binaan. Mereka membeli kain perca dari Irma.

Keset yang sudah jadi dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga dikirim ke Jakarta. Hasil penjualan menggemuk hingga mencapai Rp250 juta per bulan. Pencapaian ini, bagi Irma, lebih berkesan, karena ia tidak berpikir kepentingan diri sendiri, melainkan berbagi dengan para penyandang cacat. Akalnya selalu berputar bagaimana dapat membuat mereka mandiri.

Atas ketulusan dan kesungguhannya menolong kaum yang lemah, Irma meraih beberapa penghargaan, di antaranya pada 2009 dari Menpora Adyaksa Daud sebagai ‘Pemuda Andalan Bangsa’. Irma tambah semangat, menolong membangun rumah penampungan bagi penyandang cacat di belakang rumahnya, yang sesungguhnya masih tergolong sangat sederhana juga.

”Tuhan memberi kami rejeki dari sumber yang lain. Saya sering diundang ke luar kota, dan bila ada lebihnya dari donor yang diberi, saya tabung untuk membangun rumah penampungan itu. Kini ada 30 penyandang cacat yang tinggal dan bekerja dengan saya. Mereka adik-adik saya di RC Solo,” tuturnya.

Meski kini telah berhasil, Irma tak akan pernah berhenti untuk memberdayakan para penyandang cacat. Ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk menolong mereka, bukan mencela, bahkan menjahati. Irma bersyukur didampingi suami seperti Agus yang mau bersama-sama maju, baik menolong para penyandang cacat dan membesarkan anak-anak mereka. (1003)

Untuk share artike ini, Klik www.KabariNews.com/?57099

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :