Bripka SeladiKabariNews – Tumpukan barang rongsok jadi pemandangan pertama ketika Kabari berkunjung ke sebuah gudang tua di jalan Dr. Wahidin, Malang, Jawa Timur, Minggu (12/6). Bergelut dengan barang rongsokan dan bau tak sedap merupakan kesehariannya Brigadir Polisi (Bripka Pol) Saladi. Gudang yang disewa oleh Bripka Saladi, seorang anggota Polisi diunit Satuan Lalu-Lintas (Satlantas) Polresta Malang untuk menyimpan dan memilah barang-barang bekas yang ia pulung sebelum dijual.

Kisah ini berawal ketika pada tahun 2004, Bripka Saladi setiap bulannya menerima gaji sebagai anggota Polisi bukan berupa uang, tapi hanya selembar kertas rekapitulasi gaji bulanan. Sebelum diterima, gajinya telah dipotong untuk membayar cicilan hutang di koperasi dan sebuah Bank untuk memenuhi kebutuhan sekolah anaknya sehingga minus Rp 36 ribu. Itulah alasan kenapa setiap bulannya hanya menerima selembar kertas rekapitulasi gaji.

Dasar Bripka Saladi yang tak kenal menyerah pada keadaan dan pantang untuk menerima suap, ia memutar otak mencari penghasilan lain untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengumpulkan boto-botol bekas minuman untuk dijual.

“Saya pikir ini pekerjaan yang mulia dan halal. Buat apa saya malu untuk melakukannya, saya iklas. Yang penting tugas saya sebagai seorang Polisi tetap saya jalankan” tutur Saladi

Bripka Saladi melakukan profesinya sebagai seorang pemulung setelah jam kerja sebagai seorang Polisi usai. Ia pisahkan antara tugas sebagai seorang Polisi dan sebagai pemulung. Menjadi seorang Polisi adalah cita-citanya sedari dulu. Ia diterima di Intitusi Kepoliasian Republik Indonesia (POLRI) sejak tahun 1977 hingga sekarang masih aktif bertugas di Polresta Malang.

Memang pada awalnya banyak orang yang mencibir dan memandang sebelah mata tetang pekerjaannya sebagai pemulung. Namun ia terima dengan kesabaran dan ia tetap jalani pekerjaan itu. Bahkan ia pernah menerima cemo’ohan orang dengan pedas.

“Polisi kere (miskin-red)! Saya terima itu dengan lapang dada dan saya anggap sebagai suatu bentuk motivasi. Jangankan orang lain, istri dan anak saya awalnya juga merasa risih dengan pekerjaan sampingan saya” jelas Suladi.

Setelah Saladi memberikan pengertian kepada anak dan istrinya, akhirnya mereka menerima dengan lapang dada. Bahkan ke tiga anaknya dan istrinya Bripka Saladi bangga dan tidak malu akan pekerjaannya sebagai pemulung. Setiap hari usai bekerja sebagai Polisi, berkeliling memulung di sekitar kota Malang.

DSCN6925Ditanya soal tanggapan dari intitusi kepolisian sendiri? Bripka Saladi menjawab, awalnya saya melakukan pekerjaan sebagai pemulung dengan sembunyi-sembunyi, namun lama-kelamaan teman-teman saya dan komandan saya mengetahuinya. Pernah saya dipanggil oleh komandan untuk menghadap dan ditanya masalah pekerjaan saya sebagai seorang pemulung. Pada saat itu perkiraan saya, komandan akan memarahi, justru sebaliknya mengapresiasi dan memberikan kenang-kenangan sepeda untuk menunjang pekerjaannya. Sekarang komandan saya sudah jadi Jenderal.

“Saya tidak menyangka kalau komandan saya (Kapolri-red) menelpon saya, saat on air diacara talk show disebuah stasiun Radio swasta dan beliau mengapresiasi serta memberikan nasehat agar dalam bekerja memakai masker dan sarung tangan. Dan beliau berpesan jaga kesehatan” tutur Saladi.

Tidak hanya mementingkan diri sendiri dalam bekerja, Bripka Saladi juga mengajak beberapa pemulung untuk menempati gudang yang ia sewa. Ia ingin berbagi rasa dan berbagi rejeki kepada sesama pemulung.

“Mereka setelah memulung, memilah dan menata barang-barangnya serta menjual sendiri-sendiri. Ya, digudang ini mas, kasihan mereka” kata Saladi.

Kini Saladi telah mampu memberikan kehidupan yang layak bagi anak dan istrinya. Anaknya yang pertama, setelah lulus kuliah bekerja di sebuah Rumah Sakit swasta di kota Malang. Kemudian yang kedua, sedang menjalani tes atau ujian menjadi anggota Polri. Dan yang ketiga, masih duduk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bercita-cita ingin menjadi seperti bapaknya menjadi anggota Polisi.

Polisi kelahiran Malang ini, mempunyai cita-cita ingin mempunyai gudang sendiri dan memberikan tempat yang layak bagi sesama pemulung. (Yan-Jatim)