Sebut saja namanya Siska (29),
tinggal di daerah utara Jakarta. Lima tahun lalu ia pernah memiliki
pengalaman yang sampai kini tak bisa dia lupakan. Sebetulnya dia tak
ingin lagi mengingat-ingat masa kelam itu, tapi wanita berambut sebahu
ini memilih bercerita agar pengalamannya sebisa mungkin tak dilakukan
orang.

Siska pernah melakukan aborsi. Betul, Siska
mengakui sekaligus menyesalinya. Bahkan sesekali kerap terbersit
imajinasi dalam dirinya. Terutama ketika melihat anak-anak tetangga
yang sering main berlarian di depan rumahnya. Siska membayangkan, kalau
dulu dia tak menggugurkan kandungan, barangkali anaknya sekarang sudah
se-umuran mereka dan sedang asyik-asyiknya bermain.

Siska
lalu mulai bercerita dari awal ketika dia mengetahui dirinya hamil
diluar nikah, “Kita benar-benar bingung. Waktu itu terus terang kita
memang berbuat salah, tak bisa menuruti keinginan keluarga, mereka
maunya kita baik-baik saja dan menjadi orang yang berhasil, tapi
ternyata kita gak bisa menuruti apa yang mereka mau.” katanya.

Di
usia 24 tahun, Siska mengambil keputusan untuk aborsi, tak banyak
pertimbangan matang saat itu. “Ini pilihan tersulit dalam hidup saya,
saya ingin menjadi anak yang berbakti pada orangtua, tapi malah hamil
di luar nikah, saya malu dengan keluarga”

Setelah tahu
dirinya hamil, Siska benar-benar kalut dan bingung. Sampai berhari-hari
lamanya dia dan pacarnya belum memutuskan mau berbuat apa. Siska juga
mengaku sempat minder keluar rumah walaupun sebetulnya perutnya belum
kelihatan membesar. Dia benar-benar diguncang prahara dan menutup
rapat-rapat rahasia dirinya yang telah berbadan dua.

Tapi
akhirnya rahasia itu diketahui oleh kakak Siska, dengan sedikit
keberanian sepasang kekasih ini menceritakan permasalahan yang tengah
mereka hadapi. “ Semua campur aduk, takut, malu, sedih gak terbayang
waktu berani ngomong ke abang” katanya sedih. Air mata penyesalan pun
tidak terbendung, Siska menangis sedih. “Kami datang untuk meminta
solusi, pacar saya pun menujukan niat baiknya, akan bertanggungjawab
dan menikahi saya. Tapi karena beda ‘keyakinan’, kakak menolak rencana
itu. Dengan berat hati keputusan untuk menggugurkan pun diambil, meski
saya tahu itu sangat berat bagi kami termasuk kakak seorang rohaniwan
dan juga penyayang anak-anak karena dia guru sekolah minggu. Setelah
ada persetujuan dari kakak, kami mengambil keputusan yang sebenarnya
tidak saya inginkan. Dan ini pun berat bagi kakak,” ujarnya seraya
menahan isak.

Kemudian sedikit demi sedikit Siska
menceritakan bagaimana ia menjalani aborsi. Setelah menunda selama 2,5
bulan dengan berbagai pertimbangan, Siska mulai mencoba beberapa cara
aborsi. Seperti mengkonsumsi obat dan jamu peluntur sampai jus nanas
muda plus lada hitam, tetapi janin juga tidak keluar.

Lewat
seorang teman ia mendapatkan informasi tempat dimana klinik aborsi
berpraktek. Bersama sang pacar, mereka pergi ke klinik yang terletak di
bilangan Jakarta Pusat tersebut. Ia menuturkan suasana di sekitar
klinik sepi, padahal klinik itu persis didepan jalan utama menuju jalan
raya, awalnya bahkan dia tak percaya tempat itu menyediakan layanan
aborsi karena papan reklamenya bertuliskan klinik bersalin.
“Dua
teman kami hanya mengantar sampai di depan klinik, sementara kami
masuk. Ternyata di dalam saya sudah ada tiga pasien. Pertama masuk kami
mengisi formulir, karena saya mengaku sudah menikah maka saya
mencantumkan nama suami dan nama saya”.

Ia mengaku diminta
menandatangani sebuah perjanjian yang isinya menyatakan bahwa pihak
klinik tidak bertanggungjawab apabila terjadi kesalahan atau kegagalan
pada saat proses aborsi. “Tidak ada pertanyaan apapun saat berada di
meja pendaftaran, sepertinya segala sesuatunya sudah diset dan mereka
tahu maksud kedatangan kami.” ujarnya.

Setelah itu Siska diajak masuk kesebuah ruangan untuk di-USG, setelah melihat umur melalui USG, barulah ‘harga’ bisa ditentukan. Hasil USG
menyatakan usia kandungannya 11 minggu dan dikenakan biaya sebesar dua
juta rupiah. “ Waktu itu kami cuma punya 1,1 juta rupiah, itu pun uang
gabungan kami berdua dan tambahan dari kakak. Setelah nego akhirnya
pihak klinik meluluskan, dan mereka mau menangani aborsi dengan biaya
1, 1 juta rupiah,”ujar Siska.

“ Masuk dalam ruangan dan
dibaringkan diatas tempat tidur persalinan membuat saya tidak berdaya,
suntikan obat bius hanya membuat saya setengah sadar, tapi tidak
menghilangkan rasa sakit ketika janin saya disedot. Terasa sekali bahwa
seakan-akan separuh nyawa saya hilang. Saya Cuma ingat didalam kamar
itu hanya ada dokter, saya dan 2 petugas yang membantu dokter. Saya
tidak begitu memperhatikan wajah mereka yang ada didalam, karena yang
saya rasakan hanya sakit dan ingin cepat-cepat keluar dari ruangan
itu.” tutur Siska.

Wanita berbadan tegap ini mengaku tak
ingat berapa lama prosesnya, di benaknya hanya berpikir ingin segera
meninggalkan tempat. Setelah selesai dan dibersihkan, tidak ada lagi
obat yang diberikan dokter, ia hanya dipindah ke ruangan istirahat
untuk memulihkan kondisinya yang agak sedikit menurun. Karena ketakutan
dan merasa sangat bersalah, Siska memilih meninggalkan klinik itu meski
kondisinya belum stabil. Dibantu teman dan kekasihnya Siska dibopong
meninggalkan klinik dan memilih beristirahat di hotel di kawasan
Jakarta Timur. Disanalah mereka menginap satu malam untuk mengembalikan
kondisi sebelum kembali ke rumah.

Beberapa hari kemudian
Siska periksa ke bidan “Saya memberanikan diri periksa ke bidan dan
menceritakan semuanya. Bidan itu terkejut dan hanya geleng-geleng
kepala. Saya berani begitu karena saya tidak mau terjadi apa-apa dengan
diri saya nantinya, jadi saya mau diobati secara steril, saya minta di USG untuk memastikan apakah masih ada yang tersisa dirahim atau benar-benar sudah bersih.” katanya.

Karyawati
perusahaan swasta yang kini berusia 29 tahun ini, menganggap pengalaman
5 tahun silam adalah pengalaman yang sangat berharga, kini ia tumbuh
sebagai wanita matang dan lebih berpikiran jauh kedepan. Meski
penyesalan masih sangat terasa karena sekarang dia tak lagi berhubungan
dengan pacarnya yang menghamilinya dulu, tapi Siska berusaha tegar.
Siska mengaku benar-benar amat menyesal telah melakukan itu semua,
bahkan dia mengaku sering berdo’a dan meminta maaf kepada janin yang
pernah di buangnya dulu.

“Pengalaman ini begitu pahit,
tapi saya mencoba untuk ambil hikmah dan pelajaran, kalau saya diminta
aborsi lagi, saya akan katakan tidak”.

<object width=”425″ height=”344″><param name=”movie” value=”http://www.youtube.com/v/R4B-YhlO6kQ&hl=en&fs=1″></param><param name=”allowFullScreen” value=”true”></param><param name=”allowscriptaccess” value=”always”></param><embed src=”http://www.youtube.com/v/R4B-YhlO6kQ&hl=en&fs=1″ type=”application/x-shockwave-flash” allowscriptaccess=”always” allowfullscreen=”true” width=”425″ height=”344″></embed></object>

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?32836

Untuk melihat Berita Indonesia / Kisah lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket