Wayan Purni Asih (21) mengalami kelainan tulang yang amat memprihatinkan. Bayangkan, dari usia 6 tahun, tulangnya tiba-tiba patah tanpa sebab. Dalam rentang 15 tahun, tercatat 17 kali sudah ia mengalami patah tulang. Ia, maupun orang tuanya tak paham akan apa yang terjadi, tapi harapan mereka besar, kelak kesembuhan dirasakan gadis itu. Selamat menyimak!

Keluarga dan teman-teman memanggilku Purni. Dari cerita ibu, aku lahir sehat dan tumbuh normal seperti bayi pada umumnya. Umur 12 bulan aku sudah berjalan. Dan, seiring dengan bertambahnya usia, aku juga bisa berlari-lari bebas seperti anak-anak seusiaku di kampung. Sampai suatu ketika, seingatku, waktu mau didaftarkan ke sekolah, kakiku tiba-tiba patah.

Umurku baru 6 tahun ketika itu. Ceritanya, aku sedang bermain seperti biasanya dengan teman-teman. Tanpa gejala yang jelas, tiba-tiba aku jatuh dan tidak bisa berdiri. Rasanya sakit sekali. Aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Juga aku sedih, karena kalau aku tak bisa berjalan, berarti aku tidak dapat bermain lagi dengan teman-teman. Oh, malang nian!

Masih terekam di ingatanku, orang tuaku, Nyoman Astika dan Komang Kemi, waktu itu cepat menolongku semampu mereka. Aku dibawa ke balian (dukun) tulang di kawasan Besakih. Syukurlah, setelah di urut, kakiku bisa diluruskan dan aku bisa berjalan seperti sebelumnya. Wah senangnya, aku juga bisa bermain kembali.

Tapi itu tak lama. Sekitar enam bulan berjalan, kaki kananku patah lagi. Lagi-lagi tidak ada sebab yang jelas. Ketika itu aku sedang berjalan kaki biasa, tahu-tahu, krek, tulangku patah. Kembali, aku dibawa ke balian.

Terus begitu keadaannya, sampai belum genap 10 tahun, aku sudah 16 kali mengalami patah tulang. Aku pun jadi ‘langganan tetap’ balian tulang. Dan, aku juga terpaksa tidak bersekolah. Ayah Ibu mengkhawatirkan keadaanku. Bagaimana mungkin bisa bersekolah kalau tulangku mirip guci keramik yang mudah pecah.

Jangankan aku, Ibu yang melahirkanku saja tak paham akan apa yang terjadi pada diriku. Karena saat aku masih dalam kandungan, Ibu rajin memeriksakan kandungan dan hasilnya dinyatakan sehat. Tidak ada sesuatu yang janggal atau mencurigakan. Hanya, memang saat usia kehamilan 7 bulan, beberapa kali Ibu terjatuh, lalu pingsan. Itu juga tanpa sebab yang jelas. Anehnya, ketika diperiksa, keadaan Ibu dan kandungannya baik-baik saja.

Karena sering patah tulang, pada umur 12 tahun Purni tak berani berdiri atau berjalan. Ia pilih merangkak. Syukur sakali datang seorang pengurus dari Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Mahatmya di Tabanan, Bali. Purni dimotivasi untuk percaya diri, bangkit dan mandiri. Selama dua tahun ia diberi latihan keterampilan menjahit. Dengan modal itulah, ia diharapkan bisa mandiri.

Menarik sekali, perlahan-lahan, tumbuh juga keberanian pada diri Purni untuk berdiri seperti teman-temannya. Ia tak trauma dan berlatih berjalan, melangkah dengan cara merambat dulu dan berpegangan pada dinding atau benda-benda di sekitarnya. Akhirnya Purni pun berhenti merangkak.

Dengan berbekal latihan menjahit yang kudapat, aku dinilai cukup terampil dan bisa mulai terjun ke lapangan. Mereka memasukkanku ke sebuah perusahaan baju jadi sebagai penjahit. Senang sekali, karena selain menambah pengalaman baru, aku juga mendapat uang dari upah menjahit. Dengan begitu aku bisa membantu keluargaku yang keadaannya sangat sederhana.

Sayangnya, ini tak berlangsung terlalu lama. Baru sekitar setahun berjalan, petaka itu terjadi lagi. Pagi-pagi waktu aku jalan perlahan-lahan menuju kantor, di pelataran aku terjatuh. Inilah ke-17 kalinya kakiku patah dan tak bisa berdiri lagi. Aku menangis terus, selain menahan sakit, aku juga sedih karena aku harus berhenti bekerja. Aku teringat kejadian pertama kali kakiku patah.

Orang-orang di kantorku panik bukan main, karena ngeri melihat tulang kakiku patah menyembul dari otot-otot kaki. Dengan segera mereka membawaku berobat ke tukang urut, tapi hasilnya kurang memuaskan. Aku hanya bisa pasrah. Pikiranku galau. Akhirnya, mereka mengantarku pulang ke rumah orang tuaku di kampung. Aku dirawat di puskesmas setempat yang tentu peralatannya sangat sederhana. Kemudian aku dikirim ke rumah sakit di tingkat kecamatan, lalu dirujuk lagi ke rumah sakit kabupaten yang memiliki fasilitas medis lebih lengkap.

Tim dokter terbaik di rumah sakit itu dikerahkan untuk menangani kasus pelik yang dialami Purni. Dari pemeriksaan, ia menderita Osteogenesis Imperfecta (tulang rapuh). Karena seringkali mengalami patah, tetapi tidak ditangani secara tepat, maka bentuk tulang kakinya pun melengkung menyerupai busur panah._

Untuk menolongnya, tim dokter akan melakukan tindakan operasi pelurusan kaki dengan menyambung tulang. Purni juga memerlukan alat penyangga agar tulang kakinya kuat. Jika semua rencana berjalan baik, diharapkan gadis ini bisa berjalan lagi. Dengan demikian, ia berpeluang menjadi insan yang produktif.

Aku ingin sekali cepat sembuh sehingga aku bisa menjahit lagi seperti kemarin-kemarin. Jadi, aku tidak seperti sekarang, hanya tiduran saja dan menjadi beban orang tua. Aku tidak tega melihat keadaan orang tuaku. Apalagi kini ayahku juga tak bisa bergerak bebas seperti orang lain. Kurang lebih seperti aku, tulangnya rapuh. Ayah merangkak agar tulangnya tak patah.

Betapa pun beratnya keadaanku, aku harus tetap kuat. Aku masih beruntung banyak pihak yang berbaik hati mau menolong mengobati penyakitku. Padahal biaya operasinya sangat mahal. Belum lagi kulihat dokter-dokter dengan sepenuh hati menangani pengobatanku. Mereka bersemangat sekali menolongku untuk sembuh, karena mereka ingin aku bisa menjalani hidup normal seperti anak-anak yang lain.
Untuk itu aku harus bersemangat juga. Katanya, semangat hidup dan ingin sembuh ini akan membantuku pulih lebih cepat.

Semoga segala sesuatunya berjalan lancar dan mendapat berkah-Nya. Rasanya sudah tak sabar ingin segera sembuh. Bila ini terjadi, aku akan bekerja lagi menjahit dan bisa mencari uang untuk orang tuaku. Dari uang yang kudapat, juga akan aku sisihkan untuk bantu membiayai sekolah adikku, Kadek Ayu Suci Lestari, yang kini duduk di sekolah menengah. Satu lagi yang sangat aku syukuri, adikku tumbuh normal. Tulangnya tak bermasalah, sehingga dia bisa menuntut ilmu. Tak terbayang jika keadaannya yang sebaliknya, pastilah orang tuaku bertambah susah. Ya, sepatutnya aku bersyukur kepada-Nya. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?49721

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :