Korban KDRTTak ada perempuan yang sama saat ke pelaminan, berpikir akan bercerai. Semua pengantin membayangkan hidup mereka akan bahagia selamanya seperti dalam cerita dongeng kanak-kanak karya penulis asal Denmark, Hans Christian Andersen. Tapi, setiap manusia punya kisah hidupnya masing-masing, termasuk Ria (bukan nama sebenarnya—Red).

Malam itu sekira pukul 1 dini hari, sesuai kesepakatan, KABARI menemui Ria (bukan nama sebenarnya) yang ditemani pamannya bernama Irwan (nama samaran). Kota Bogor, Jawa Barat kala itu relatif sepi, meski di sana-sini tampak masih ada kehidupan. Ria sempat seperti ragu saat masuk ke dalam mobil. Dalam bahasa Sunda, sang Paman mengingatkan keponakannya, bahwa dengan berbagi kisah hidupnya, batinnya seolah terobati dan menjadi lega.

“Saya tidak dibawa ke kantor polisi ‘kan Om?” kata Ria, traumatis.

Setelah diyakinkan lagi, barulah kisah miris yang dialami perempuan berusia sekitar 30 tahun itu mengalir dari mulutnya. Begitu apa adanya, sejujurnya. Bagaimana ia terseok-seok, terlepas dari Eros, mantan suami, yang senang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pahit dikatakannya pahit. Selanjutnya, ia mundur teratur dari pernikahan sirinya dengan seorang aparat atas permintaan istrinya. Hingga akhirnya, ia menjadi penjaja seks demi memberi makan keempat anaknya!

Perjodohan Demi Bisnis

Selingkuh

Pangkal dari keruwetan hidup yang dialami Ria adalah pernikahannya dengan Eros, rekan bisnis ayahnya. Kala itu ia masih remaja, baru duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Usia Eros jauh lebih tua di atasnya. Tentu saja Ria menolak perjodohan itu, tetapi ayahnya tetap dengan pendiriannya. Ibu yang disayanginya tak dapat membela, karena ia telah wafat tatkala Ria masih kanak-kanak.

“Sudah, kamu terima pinangan Eros. Hidupmu pasti akan terjamin. Bapak lihat bisnisnya maju. Dia itu mediator jual-beli aspal pada proyek-proyek besar,” kata sang Ayah.

“Tapi aku mau sekolah dulu, Pak. Bapak tega ya menikahkan aku dengan duda sudah tua, yang lebih pantas jadi ayahku,” tolak Ria.

Ayah Ria makin keras mendesak anaknya untuk menurut. Sedikit mengancam, ia menyuruh Ria tidak melawannya. Dalihnya, demi masa depan Ria dan kelancaran bisnis ayahnya, maka ia ingin Eros jadi menantunya. Belum lagi dalam waktu dekat, kata si Ayah, ada tender proyek pengerjaan jalan di salah satu daerah. Eros ini punya peran penting.
Ayahnya mengatur strategi, meminta dengan lemah lembut. Ria pun menyerah. Ditanggalkannya seragam sekolah untuk kemudian menggantikannya dengan busana pengantin.

Pernikahan Ria-Eros awalnya berjalan mulus. Eros menunjukkan perilaku yang baik, juga cenderung menuruti semua permintaan Ria. Tampaknya ia sadar betul kalau Ria merasa terpaksa dengan perjodohan itu. Dia pun berusaha ‘membeli’ cinta Ria dengan memberinya banyak hadiah. Tapi ternyata itu tak berlangsung lama. Saat Ria mulai hamil, Eros pun mulai menjadi pelit. Uang belanja dijatahnya. Sering Ria kehabisan uang untuk belanja, sehingga ia meminta uang pada ayahnya. Ini pun dilakukannya dengan pura-pura mengatakan kalau Eros sedang keluar kota, lupa tinggalkan uang belanja.

Anak pertama mereka, laki-laki, lahir dengan selamat. Perangai Eros tambah menjadi-jadi. Tiap kali ia gusar dan berkata kasar bila dimintai uang belanja. Tamparan dan tendangan pun jadi santapannya sehari-hari. Yang menjijikkan lagi, kata Ria, sudahlah kasar tapi setiap kali ia minta dilayani hubungan intim. Bila menolak, pasti rambut Ria ditarik, lalu dibenturkan ke tembok. Keanehan lainnya, dia melarang Ria memakai alat kontrasepsi. Alhasil, setiap dua tahun Ria melahirkan. Tak heran jika dalam 10 tahun perkawinan, empat anaknya lahir.

Alih-alih ayah Ria yang ingin putrinya menikah dengan Eros untuk mendapat kehidupan yang mapan, tetapi yang didapat justru sebaliknya. Eros yang balik merongrong ayah Ria. Katanya, mertuanya itu belum membagi keuntungan bisnis dari proyek pembuatan jalan di sebuah kota di Jawa Barat dua tahun silam. Ria sendiri tak paham akan kesepakatan kerja yang terjalin di antara mereka.

Untuk mencari kejelasan duduk perkara sebenarnya, atas inisiatif Ria, ia mendatangi kantor Eros, yaitu sebuah intansi pemerintah daerah. Apa yang didapatnya? Ria, yang kala itu ditemani sepupunya, sangat terperangah. Ternyata Eros bukan kontraktor, apa lagi seorang pembuat keputusan! Ia adalah kepala supir di perwakilan pekerjaan umum daerah. Selama ini dia memanfaatkan kedekatannya dengan kepala kantor pekerjaan umum di situ, sehingga dipercaya menjadi mediator tender dalam pengadaan bahan baku jalan.

Di situ Ria membulatkan tekadnya untuk bercerai. Jadi, tatkala Eros pergi ke Batam, Ria memanfaatkan kesempatan itu untuk mengurus perceraian. Empat anak dibawanya pulang ke rumah orang tuanya. Bagaimana reaksi Eros? Begitu pulang dan tahu dirinya digugat cerai, Eros mengamuk. Ia meneror Ria dengan mengancam akan membunuhnya beserta keluarganya. Ayah Ria sangat terkejut mengetahui situasi perkawinan anaknya yang disembunyikan Ria selama ini. Ia pun langsung melaporkan aksi teror Eros ke kantor polisi, lalu ia dihukum.

Masuk ke Pelukan Aparat Beristri

Singkat cerita, di kantor polisi untuk mengurus kejahatan Eros itu, Ria bertemu dengan seorang aparat, sebut saja Usman (bukan nama sebenarnya). Laki-laki 10 tahun lebih tua darinya itu membantunya menyelesaikan proses keluarnya surat cerai. Ria plong sekali. Berarti ia telah terbebas dari belenggu Eros. Laki-laki yang digadang-gadang akan membahagiakan dia, ternyata tak lebih dari seorang penipu dan penyiksa perempuan.

Setelah bercerai, Ria membiayai kehidupannya bersama anak-anak sendiri. Syukurlah, ayahnya memiliki tambak ikan mas, dan ia membantu di sana. Mengurus tambak dan mengurus transaksi penjualan. Setahun berjalan, ayah Ria meninggal dunia. Tinggal Ria sendiri harus membangun hidupnya. Kakak-kakaknya tinggal di luar kota, sibuk dengan urusan rumah tangga masing-masing.

Rupanya Usman menaruh hati pada Ria. Diam-diam ia memantau kondisi Ria. Saat ayah Ria wafat, ia datang mendampinginya, lalu mengajaknya menikah. Empat tahun Ria merasakan bahagianya berumah tangga dengan laki-laki yang bertanggung jawab. Semua kebutuhan keluarga, Ria dan anak-anaknya, ditanggungnya, 100%! Hingga suatu hari datang istri Usman berdua anaknya, seorang perempuan. Dengan lembut, mereka meminta Ria menjauhi Usman. Untuk itu mereka akan menanggung biaya hidup Ria dan anak-anaknya. Ria masih punya hati. Ia pun menyingkir, meski harus kehilangan Usman yang menanggung kehidupannya selama itu.

Jatuh ke Lembah Hitam

Korban Perselingkuhan

Tak enak hati menjadi tanggungan anak sulung Usman, Ria memutuskan kembali ke rumah orang tuanya yang telah kosong. Yang menjadi kepusingannya kini, tak ada penghasilan untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya. Melamar kerja di kantoran, bahkan melamar menjadi tukang bersih-bersih saja tak ada yang menerimanya. Apa lagi Ria sendiri sekolah menengah atas saja tak lulus. Umur menjelang 30 tahun, beranak empat, tentu mustahil bekerja seperti orang-orang kebanyakan, pikirnya.

Di tengah kekalutan itu, Ria main ke rumah Sita (bukan nama sebenarnya), sahabatnya di sekolah. Mereka ngobrol ke Barat ke Timur, lalu Ria mencurahkan kesulitan hidupnya. Entah setan dari mana, muncul gagasan dari Sita yang sudah menjanda juga.

“Tuh si Abi (bukan nama sebenarnya) baru bermasalah sama istrinya. Dia kesepian. Temani saja dia, ngerti maksudku, kan?” Sita menawarkan ‘jasa’ prostitusi terselubung.

Mendengar hal itu, bergidik juga Ria. Tapi kegalauan itu ditepisnya kuat-kuat. Yang diingatnya hanyalah wajah empat anaknya yang kelaparan, perlu makan. Anak-anak harus hidup, harus bersekolah, katanya dalam hati sambil menyiapkan makan siang dengan uang yang diberikan Abi. Demi mereka, Ria rela menanggung risikonya, meski harus menggadaikan dirinya. Akhirnya, bak piala bergulir, lepas dari pelukan Abi, Ria pindah ke dada puluhan teman dan kenalan laki-lakinya.

Delapan bulan Ria mencari uang sebagai penjaja seks. Uang yang didapatnya untuk keluarga. Anak sulungnya, yang telah duduk di SMA, mencuci mobil untuk membayar uang sekolah. Bahagiakah Ria dengan kondisinya kini?

“Tersiksa, Om… aku sungguh terpaksa melakukannya. Mau bagaimana lagi? Anak-anak harus makan, mesti hidup. Ampun, jangan sampai mereka tahu ibunya berjuang untuk mereka dengan menjual diri. Aduh…,” ujar Ria, miris.

Kepada KABARI sang Paman menyampaikan, kalau ia bersama saudara yang lain telah patungan, mengumpulkan uang untuk Ria. Buka warung kecil-kecilan di depan rumah. Ia juga berusaha mencarikan kerja yang halal bagi Ria. Tapi sampai kini belum ada titik terang.

Ria menyampaikan harapannya, “Aku ingin jadi istri yang baik, tinggal manis di rumah, mengurus keluarga. Tidak menjajakan diri seperti sekarang. Mohon doanya Om,” ujar Ria, mengakhiri bincang malam itu.(1003)

Untuk share artike ini, Klik www.KabariNews.com/?56386

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :