KabariNews –  Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang terletak diujung timur di Provensi Jawa Timur. Letak georafisnya yang berbatasan lansung dengan Provinsi Bali, membuat Banyuwangi menjadi jalur lintasan trans Jawa – Bali, begitu juga sebaliknya. Arus angkutan darat yang menuju ke dan dari Pulau Bali harus melintasi Kabupaten Banyuwangi yang  sebelumnya menyeberangi selat Bali menggunakan kapal fery melalui pelabuhan Ketapang, Banyuwangi dan pelabuhan Gilimanuk, Bali.

Wilayah Kabupaten Banyuwangi terdiri dari daratan dan lautan. Wilayah daratan Kabupaten Banyuwangi terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi yang berbatasan sebelah selatan dengan Kabupaten jember, sebelah barat dengan Kabupaten Bondowoso dan sebelah utara dengan Kabupaten Situbondo. Wilayah lautan Kabupaten Banyuwangi yang membentang dari pesisir laut selatan hingga pesisir laut utara pulau Jawa.

Keistimewaan yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, yaitu mempunyai dua pesisir pantai selatan dan pantai utara, ini membuat laut di wilayah Banyuwangi memiliki keanekaragaman biota laut dan ekosistim laut yang masih terjaga dengan baik. Dari keneragaman itulah menjadi mata pencarian bagi penduduk sebagai nelayan di pesisir pantai selatan dan pesisir pantai utara Pulau jawa.

Nah, sebagian besar nelayan pesisir pantai utara Kabupaten Banyuwangi mempunyai pekerjaan sebagai nelayan penangkap ikan hias laut yang masih menggunakan cara kovensianal atau tradisional. Dengan peralatan yang sederhana mereka harus menyelam untuk menangkap ikan hias laut. Hanya dengan menggunakan ban dalam mobil sebagai perahunya, kacamata renang dan jaring, mereka harus menembus dalamnya laut hingga puluhan meter. Kalaupun ada, mereka menggunakan perahu, kacamata renang atau snorkling, sepatu katak dan jaring sebagai alat untuk menangkap ikan.

Walau dengan peralatan yang terbatas dan sederhana, mereka merasa bersyukur bisa menghidupi keluarga. Mereka menyadari bahwa pekerjaan itu penuh dengan resiko. Tak jarang mereka harus menghadapi faktor alam yang menghadang, menerjang ombak dan bergelut dengan arus bawah laut yang dingin dan deras. Belum resiko yang lainnya seperti terkena rami ubur-ubur atau tersengat ikan yang beracun. Menurut mereka itu masih dalam batas kewajaran.

Saat cuaca buruk dan arus bawah deras, mereka terpaksa  tidak turun kelaut untuk menyelam. Disamping arus yang deras, air laut pun menjadi keruh sehingga menutupi pandangan. Kajadian seperti itu bisa sampai berminggu-minggu. “Terpaksa kami harus mencari jalan keluar untuk menutupi kebutuhan keluarga” ujar Yusron, warga Desa Bangsring, Banyuwangi.

Resiko lain yang harus dihadapi mereka adalah kelumpuhan dan gangguan pendengaran, karena lalai dengan cara atau teknik menyelam bisa mengakibatkan kelumpuhan total dan gangguan pendengaran. Karena semakin dalam laut, akan semakin berkurang tekanan udara. “ Untuk itu, kami punya cara tersendiri” tutur Misran yang juga Desa Bangsring.

Tidak sama dengan Yusron dan Misran dalam melakukan kegiatan menangkap ikan hias laut. Ada beberapa nelayan menangkap ikan hias laut dengan menggunakan perahu yang di lengkapi dengan kompresor. Kompresor yang di pergunakan beberapa nelayan merupakan kompresor untuk menambah udara ban mobil atau motor pada umumnya. Kompresor akan dihubungkan dengan selang sepanjang puluhan meter, bahkan bisa sampai ratusan meter sebagai alat pernapasan pengganti oksigen seperti yang di pergunakan oleh penyelam profesional.

Dengan di bantu pemberat dari besi, nelayan perlahan-lahan turun ke dasar laut untuk menangkap ikan. “Kami tidak berani melakukan itu resikonya lebih besar dari yang kami lakukan” kata Yusron. Selain kelumpuhan dan gangguan pendengaran, juga resikonya ada pada paru-paru. Karena udara yang di pompa dari kompresor belum tentu sehat. Nelayan yang menyelam dengan menggunakan kompresor selalu meminum air susu setelah melakukan penyelaman. Hal itu untuk menetralisair racun dalam tubuh yang dihasilkan dari pompa kompresor.

Ditanya soal jenis ikan hias laut yang ditangkap, Misran menjawab, “tergantung dari permintaan pasar. Tapi pada umumnya jenis ikan yang cepat laku dan di perbolehkan untuk di tangkap oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)”. Walaupun soal tuntutan hidup terus membayangi, mereka selalu mengedepankan aturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku baik aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun oleh nelayan sendiri. Termasuk zona larangan untuk eksplorasi ikan dan jenis-jenis ikan yang di lindungi serta penggunakan bahan berbahaya untuk menangkap ikan.

Selama ini para nelayan ikan hias laut yang berada di pesisir Pantai utara Banyuwangi, menjual hasil tangkapannya ke pasar lokal untuk memenuhi permintaan bagi penghobi saja. Menurut mereka laut adalah ladang dan tempat untuk tumpuan hidup maka mereka harus menjaga dan melestarikannya.

Mereka menyadari akan pentingnya pelestarian dengan membatasi eksplorasi yang mereka lakukan. Bahkan komunitas para nelayan ikan hias laut di Banyuwangi dan Situbondo yang di dampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan BKSDA setempat sering melakukan pencangkokan coral sebagai langkah pelestarian terumbu karang sepanjang pantai utara Banyuwangi dan Situbondo.

Para nelayan desa ikan hias laut desa Bangsring, Banyuwangi, pernah mendapat pelatihan teknik penyelaman dari Dinas Pembinaan Potensi Maritim (Dispotmar) TNI angkatan laut, Lantamal V. Mereka mendapat pelatihan teknik-teknik penyelaman terutam penyelaman yang menggunakan kompresor agar terhindar dari resiko pendengaran atau Barotrauma telinga.