Fahzam FadlilSelama ratusan tahun manusia menganggap lautan adalah tempat yang harus dihindari. Banyak alasan yang bisa diterima mengapa banyak berpikir seperti itu. Tak bisa dipungkiri bahwa lautan telah banyak menelan nyawa manusia. Tempat ini adalah wilayah dimana manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya saja untuk sebagian manusia dilahirkan sebagai petualang yang memiliki jiwa yang tidak bisa dikekang didalam ruang tertutup. Ketika bahaya di ambang mata, hidup ini menjadi sangat terfokus dan hal lain menjadi tidak penting. Jiwa seperti inilah yang mendorong sebagian manusia untuk mendaki gunung, menyeberangi lautan luas menantang bahaya.

Dan sebagian manusia itu adalah Fahzam Fadlil atau yang biasa disapa Sam. Pria yang dibesarkan di Pulau Buluh, Kepulauan Riau ini merupakan sedikit dari manusia Indonesia yang berani melakukan pelayaran dari Amerika ke Indonesia seorang diri. Pelayaran solonya dilakukan jauh sebelum beberapa orang Indonesia melakukan hal yang sama di tahun-tahun kemudian. Berbekal tekad, niat, pengetahuan akan dunia bahari, pantang menyerah, tak ketinggalan dengan rasa nekatnya Sam lepas jangkar dan berlayar pada awal dekade 1990-an. Kisah perjalanannya ini pun telah dibukukan dengan judul Mengejar Pelangi di Balik Gelombang. “Banyak yang lupa bahwa, nenek moyang orang Indonesia adalah seorang pelaut, jadi tidak melulu daratan dan jangan sekali-kali kita melupakan itu kata Sam kepada kabarinews.com (6/5).

Singkat kata Sam berkisah, perjalanan ini bermula dari impian yang telah dibawanya selama puluhan tahun. “Memang kota New York, adalah kota kedua saya di kota ini saya tinggal selama dua puluh tahun” katanya. Hanya saja, keinginan untuk menyebrangi laut biru dengan perahu layar semakin menggebu dari waktu ke waktu. Hingga sampai akhirnya Sam memutuskan untuk meninggalkan kota New York dan berlayar ke Indonesia. Adalah Desember 1992, setelah semua persiapan telah dilakukannya, Sam mencoba melakukan pelayaran pertamanya. Cuaca dingin mengawalnya melepaskan jangkar menuju lautan luas yang membentang di hadapannya. Terlintas dalam benaknya sementara dirinya mempertaruhkan nyawa meninggalkan tanah Amerika dengan perahu kecil, ribuan orang mungkin sedang mencoba memasuki Amerika dengan segala macam cara.

Hari pertama dan beberapa hari setelahnya, Sam lalui ditemani cuaca dan gelombang yang tidak menentu, hingga sampai ke malam ketujuhnya dilaut. Sam merasa gelombang kencang tak lagi dapat membuat dirinya bertahan. Terombang-ombang oleh gelombang. Perahu layarnya tak dapat lagi dikendalikan. Kondisi ini Sam hanya teringat pada yang Maha Kuasa dan Ibunya yang tak pernah menyangka anaknya sedang di lautan melawan ganasnya gelombang. Hingga pada satu titik, Sam menyerah dan memilih pulang kembali ke New York. Namun siapa yang menyangka, pelayaran pulangnya lebih buruk dari yang dibayangkan. Cuaca buruk lagi-lagi telah menanti di depannya. Layar perahu pun tak kuat menahan kencangnya angin hingga membuatnya patah. Sam tak menyerah, dia melakukan gerakan zig-zag untuk kembali ke New York. Hari kesebelas, dengan bantuan angin ditambah kondisi tenaga yang banyak terkuras melawan kekuatan alam, Sam pun berhasil berlabuh di pelabuhan New York. Pelayaran perdananya hanya berakhir pada kegagalan. Tetapi Sam merasa dia telah banyak belajar dari kegagalannya ini

Enam bulan kemudian tepatnya 6 Januari 1993, Sam kembali melakukan pelayaran yang kedua kalinya. Kali ini tentu Sam mengharapkan dirinya dapat menginjakkan kaki di tanah Indonesia dan bertemu dengan ibunya. Dalam pelayarannnya Sam menggunakan Kapal yang bernama Stray. Nama kapalnya mempunyai arti binatang jalanan yang terlantar. Nama ini mengingatkkan akan teman-temannya yang ditinggalkannya di Jalan Kota Brooklyn, New York. Stray adalah kapal fiberglass yang dibuat tahun 1972 oleh perancang terkenal Sparkman & Stephens. Mulanya kapal ini dibuat khusus untuk balapan dan dulunya merupakan kapal yang cukup terkenal karena sering juara pada perlombaan kapal jarak jauh. Beruntungnya Sam dapat menemukan kapal ini dalam kondisi yang bagus di kota Annapolis, Maryland. Perubahan dan perbaikan kapal pun dimulai oleh sama mengingat dirinya akan melakukan perjalanan jauh. Layar pun diganti dengan yang baru, berikut dengan berbagai alat keselamatan, konsumsi, alat pendeteksi gelombang radar, GPS dan yang lainnya.

Melewati Tantangan demi Tantangan

Sam mengarungi samuderaPersiapan teknis tidak seratus persen seperti yang diharapkan, namun kali ini dia yakin akan berlayar dengan selamat sampai tujuan. “ Bagi saya kegagalan yang lalu hanyalah satu cobaan atas diri saya” kata Sam. Walaupun dia merasa bukanlah pelaut yang ulung, tapi Sam merasa telah menjadi pelaut yang lebih baik dibandingkan sebelum dirinya melakukan pelayaran pertama yang gagal itu. Keyakinan atas kemampuan perahunya mengarungi samudera menghilangkan semua keraguan dalam dirinya. “Saya menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa untuk menentukan takdir apa yang telah Dia tentukan kepada saya” tutur Sam.

Kurang lebih lima belas ribu mil jarak yang harus ditempuh olehnya. “Sejauh itu jarak yang harus saya tempuh antara pelabuhan New York dan tempat tujuannya” kata Sam. Dalam pelayarannya dia harus melewati Samudera Atlantik, Laut Karibia, Terusan Panama, kemudian harus menyebrangi lautan luas di seluruh dunia yaitu Samudera Pasifik. Lantas setelah keluar dari Samudera Pasifik, Sam harus melewati Selat Tores atau selat Sulawesi sebelum memasuki laut Sulawesi.

Layar berkembang seraya Sam berkata Goodbye New York! You’ve been really good to me di pelabuhan New York suatu Juni 1993. Hari pertama adalah hari penyesuaian diri terhadap alam dan gelombang laut. Hari-hari berikutnya, penyesuaian diri telah dilalui dengan lancar. Sam pun melakukan kegiatan rutinnya Saat berlayar dan membuat jadwal sendiri yang akan dilaksanakannya. Rintangan pertama, Gulf Stream dan Sam harus melewatinya dalam rute perjalanannya dari New York ke Panama. Setelahnya Sam harus berlayar melewati Segitiga Bermuda yang terkenal dengan legenda mistisnya. Di perairan ini dia harus berjibaku dengan badai dan peralatan navigasi mengalami kerusakan. Baginya kerusakan biasa terjadi sebab jarang sekali pelaut yang menempuh perjalanan jauh akan baik-baik saja, pasti akan nada hambatannya. Halangan tak berhenti disini saja, GPS kapalnya pun mengalami kerusakan. Untungnya Sam cepat mengambil langkah untuk mengatatasinya.

Namun sial, keadaan menjadi bertambah buruk saat mesin yang dipakainya juga ngadat seperti GPSnya. Sam pun terapung-apung di tengah lautan. Sambil menunggu angin yang bisa membawanya berlayar kembali, dia banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. “Saya banyak menghabiskan waktu membaca buku teknik navigasi dan buku-buku lainnya, sedikit buku sejarah dan tidak untuk buku pornografi karena bisa bikin pusing kepala” kata Sam. Angin pun lalu berhembus tanpa terduga, saatnya Sam melanjutkan pelayarannya menuju Panama melalui Mona Passage. Sesampainya di Panama, perahu layarnya diperbaiki. Mesin perahunya harus dibongkar total dan beberapa onderdilnya harus diganti. Apesnya lagi, ongkos perjalanan yang dia miliki semakin menepis. Namun lagi-lagi, dewi fortuna berpihak kepada Sam, dengan bantuan teman-teman yang dia temui selama perjalanan ini, biaya pun akhirnya dapat terkumpul. Samudera Pasifik yang maha luas pun sudah siap dilayarinya kemudian.

Sampai di Indonesia

Pelayaran ini akan menempuh jarak 7000 mil laut, rencananya dari Panama Sam akan berlayar ke Selatan. Di sekitar kepulauan Galapagos, perahu begitu mendapatkan sepuluh derajat lintang selatan, kapal akan berbelok kekanan dengan harapan akan membawa perahu ke perairan Sulawesi. Hanya saja rencana tinggal di atas kertas dalam prakteknya, jalur pelayarannya banyak yang berubah. Sam akan memasuki perairan Indonesia melalui selat Torres. Namun terlebih dahulu dia singgah di Papua New Guinea. Tiga hari disana, Sam kemudian melanjutkan perjalanan menuju Selat Torres.

Walaupun banyak menguras tenaga, pelayaran melalui Selat Torres berlangsung lancar dan Sam pun akhirnya sampai ke laut Arafuru, Indonesia. Dari sana pulau Bali akan menjadi tempat berlabuhnya sementara dan pelabuhan Tanjung Priok menjadi tempat berlabuhnya Stray yang terakhir. Sesampainya di Bali, Sam buru-buru menelpon ibunya bahwa dia sudah berada di Indonesia. Sam mengatakan yang sebenarnya, ibunya pun berucap ‘sekarang aku tahu mengapa engkau tidak menelponku selama ini’, Sam pun meyakinkan ibunya akan sampai di Jakarta dalam waktu yang tidak lama. Sam sadar betul impian dapat diwujudkkan melalui kemauan kuat diiringi keras dengan kerja keras. Muka ini telah dimandikan oleh asinnya Samudera Atlantik, Pasifik dan Hindia. Tangan ini pernah memanjat tiang layar di tengah lautan biru. Kaki ini pernah menginjak tanah di puluhan negara dan sam berujar aku telah melakukan apa yang ingin aku lakukan.(1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?66019

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

Hosana