Seorang istri ditinggal suami untuk selamanya dapat bertahan hidup banyak terjadi. Tapi sekaligus membesarkan 8 anak kecil sendiri dan berhasil jadi orang baru sebuah inspirasi yang luar biasa. Semangat dan contoh itu ada pada diri Ny Badariah, perempuan kelahiran 28 Agustus 1940 dari Sungailiat, Bangka. Dengan kekuatan Tuhan, ibu yang setara lulusan Sekolah Dasar itu berhasil mengantarkan anak-anaknya jadi sarjana hingga master, meski untuk itu ia mesti jadi tukang cuci baju dan merantau ke Jakarta menjadi juru masak.

Kepada Kabari, Hj Badariah yang masih sehat dan enerjik itu dengan riang berbagi pengalaman hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Tawanya renyah, meski hampir sepanjang usianya menjalani ujian hidup yang sangat payah. Sikapnya sangat tenang dan keibuan. Sabar, berjuang dan berserah diri pada pertolongan-Nya menjadi kunci keberhasilannya menjadi ibu sekaligus ayah bagi kedelapan anaknya. Mereka telah berkeluarga, hidup mapan dan memberinya 15 orang cucu. Sebuah hidup yang berkah!

“Waktu bapaknya anak-anak meninggal dan dibaringkan di ruang tengah di rumah ini, Mak (Badariah memanggil dirinya dalam bahasa daerahnya—Red) tidak sedih. Allah sudah menuliskan takdir seperti ini, ya Mak terima semuanya dengan ikhlas. Mak tidak menangis. Tapi, begitu melihat 8 anak yang masih kecil-kecil, Ida si bungsu baru 2,5 tahun, duduk semua mengelilingi jenazah Bapak, wah… air mata ini tak terbendung. Mak sempat berpikir bagaimana sekolah mereka nanti,” kenang Badariah, membuka obrolan.

Masalah pendidikan anak jadi perhatian utama Badariah. Meski ia sendiri tak berpendidikan tinggi, ia ingin anak-anaknya menjadi sarjana. Berbekal pendidikan tinggi, orang bisa mengubah nasibnya, itulah yang dipesankan suaminya semasa hidup.

“Waktu itu saya langsung menguatkan hati ini. ‘Ya, saya coba! Saya harus bisa. Kata saya pada diri sendiri. Semua anak harus sekolah. Tidak boleh ada yang putus. Apa pun yang terjadi, saya harus menyekolahkan mereka dengan usaha sendiri. Saya tidak mau meminta bantuan siapa pun, supaya tidak utang budi,” kata Badariah.

Jadi Tukang Cuci Baju di Rumah 4 Tetangganya

Selesai pemakaman sang suami, Badariah langsung memutar otak, mencari celah apa saja yang bisa dikerjakannya untuk mendapatkan uang halal untuk menghidupi keluarga dan biaya sekolah anak-anak. Lulusan Sekolah Dasar itu memutuskan menjual jasa dan tenaganya dengan menjadi tukang cuci dan seterika di rumah tetangganya di Sungailiat.

“Mak datangi rumah mereka, mencari tahu siapa yang mau dibantu mencuci dan seterika. Ada yang mau, lalu dari satu rumah ke rumah lain, hingga sampai 4 rumah Mak bekerja setiap hari. Pukul 4 pagi, saat hari masih gelap, Mak sudah keluar rumah, cepat mencuci semua baju kotor dan menjemurnya. Selesai, pukul 6 pagi, masak sarapan. Anak-anak harus makan sebelum ke sekolah. Mak tidak beri mereka uang jajan, karena memang tidak ada uang yang mau diberikan,” kenang Badariah

Badariah tidak lantas istirahat. Ia masih membuat kue untuk dijual anak-anaknya keliling kampung dengan membawa dulang. Lalu memasak untuk makan siang dan membuat adonan mpek-mpek untuk dijual sore hari oleh anak-anak yang lebih besar. Pukul 2 siang, mengangkat jemuran kering dan menyeterikanya. Tiga jam selesai, kembali ke rumah untuk bersih-bersih rumah dan menemani anak-anaknya belajar.

Lebih lanjut kisahnya bergulir, ditingkah dengan canda tawa anak-anaknya, saling meledek. Namun intinya, semua punya peran dalam membantu agar roda kehidupan keluarga terus berputar. Dengan cara-caranya sendiri meringankan beban ibundanya. Kekompakan itu masih terus terpelihara hingga mereka dewasa dan berumah tangga kini. Melihat tingkah anak-anaknya yang riang itu, Badariah ikut tersenyum simpul.

Ikhlas Memuluskan Langkahnya

Demikianlah perjuangan Badariah terus berjalan dari tahun ke tahun. Putra sulungnya, H Yusroni Yazid, SE, MM (50), yang kini Bupati Sungailiat, Kabupaten Bangka, waktu ayahandanya meninggal berniat keluar sekolah saja, telah lulus kuliah S1. Ia sambil mengajar bahasa Inggris di SMP dan SMA untuk mencari uang. Dari honor yang didapat, ia mengambil alih tugas ibunya membiayai adiknya kuliah, Nurita, SSos, MKes (48) hingga lulus dan kini menjabat sebagai Kepala Kantor Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Bangka.

Anak nomor 2 ini ganti membiayai adik nomor 3, Drs Yunan Helmi, MSi (46) yang kini menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka. Terus bergulir, secara estafet, 4 anak terbesar memegang satu adik masing-masing hingga mereka lulus jadi sarjana dan master. Berturut-turut anak ke-4, Hj Yulianti, SH, MH (43) kini Pembantu Direktur II Akademi Kebidanan Sungailiat, kemudian anak ke-5, M Fauzie, SIP (41) menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bangka Belitung. Anak ke-6, M Firdaus, SPd, MSn (40), PNS di Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka, lalu adiknya M Rusyidi (37), bekerja di perusahaan swasta dan si bungsu Hj Nuraidah, SIkom, MSi (33), PNS di Inspektorat Kabupaten Bangka.

Menengok ke belakang, Badariah sungguh tak menyangka jika tugas membesarkan ke-8 anak bisa dijalaninya. Semua anak perlu sandang dan pangan juga biaya untuk pendidikan. Bila dipikir-pikir, jangankan biaya sekolah hingga perguruan tinggi, untuk biaya makan sehari-hari saja harus banting tulang. Bahkan ketika semua anak masuk usia kuliah, terutama 4 anak terkecil, ia menerima tawaran bekerja di Jakarta sebagai juru masak di sebuah keluarga dokter. Dari gaji yang diterimanya, ia gunakan untuk biaya kuliah mereka. Tak habis ucapan syukur ia sampaikan kepada Tuhan yang telah mengawal dirinya dan keluarga hingga seperti ke keadaan sekarang. Apa rahasianya?

“Menurut Emak, karena Mak ikhlas merawat anak-anak. Mak tidak pernah mengeluh, meski tiap hari hanya tidur 2-3 jam. Berangkat tidur pukul 11 malam sesudah membuat adonan kue untuk dijual di pagi hari. Lalu pukul 2 dini hari sudah bangun lagi, bertepatan ketika itu adonan kue sudah mengembang. Mak shalat Tahajjud sebentar, kemudian membuat macam-macam kue. Selesai, pukul 4 langsung ke empat rumah tetangga menjadi tukang cuci. Waktu itu mencucinya tidak pakai mesin cuci seperti sekarang, tapi memakai tangan,” kata Emak.

Sejak dini anak-anak itu melihat realita hidup yang harus diperjuangkan dengan kerja keras dan berdoa, maka mereka pun terbentuk menjadi pribadi yang serius. Mengerjakan tugas masing-masing dengan tekun. Tidak ada kata santai atau main-main. Dengan keteladanan yang ditunjukkan Badariah melalui sikap dan perbuatan, anak-anak pun tahu diri dan terpacu untuk menjadi orang. Mereka menunjukkannya dengan memberi contoh, ikhlas menjalani kehidupan.

“Kami sadar, kondisi kami berbeda dengan teman-teman. Dan kami tidak malu berjualan keliling. Kami ikhlas berjuang dengan Mak, karena kami melihat keikhlasan itu sangat kental pada diri Emak kami,” kata Yusroni, yang biasa disapa Yus. (1003)

Untuk nonton video Part 2, Klik disini

Untuk nonton video Part 3, Klik disini

Untuk share  artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?53555

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :