Seperti Bali yang selalu mempesona, tari Balipun tak kalah
mempesona. Tari Kebyar, Pendet, Kecak , Rejang dan Legong sering menjadi
daya tarik wisatawan. Seperti yang ditampilkan oleh Bengkel Tari Ayu
Bulantrisna milik Dr. A. A. Ayu Bulantrisna Djelantik , Ph.D, Sp.THT
pada acara Indonesia’s Culture Dining Series di Lara Djongrang Resto
Jakarta yang bernuansa etnik dan dinikmati puluhan penikmat tari dari
mancanegara.

Legong Mintaraga adalah salah satu ciptaan Ayu Bulantrisna. Tari
ini dengan konsep legong dimana setiap penari dapat berubah peran, tanpa
berganti busana, dengan atau tanpa atribut. Busananya juga khas, dengan
kamboja menjulang sebagai hiasan kepala.

Walaupun terikat dengan aturan ketat tarian, setiap penari tetap
dapat membawakan watak karakter dengan penjiwaan tari yang mendalam.
Tarian ini menggambarkan petikan Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa,
seorang pujangga pada abad ke-13. Cerita ini menggambarkan tentang
Pandawa 5 (lima) bersaudara yang terusir dari kerajaannya.

Saat mereka mengembara di dalam hutan, Arjuna menerima petuah dari
orang suci, Bhagawan Abhyasa – untuk meninggalkan saudara-saudaranya dan
bertapa di dalam gua bernama Mintaraga guna mendapatkan pertolongan
dari Yang Kuasa. Arjuna teguh menghadapi cobaan rayuan para bidadari –
yang turun dari kayangan dipimpin Dewi Supraba. Ia baru terbangun dari
bertapanya karena serangan babi hutan raksasa dan bertanding dengan
Satria misterius-cobaan para Dewa. Atas keteguhannya, Arjuna mendapat
senjata Pasopati yang akan melindungi Arjuna dan saudaranya (Pandawa) di
kemudian hari. Senjata itu akan digunakan oleh Arjuna dan
saudara-saudaranya untuk mendapatkan kembali kerajaan mereka. Karya ini
menyajikan perlunya keteguhan hati mengalahkan hawa nafsu duniawi agar
menjadi pemimpin yang baik.

Tak mudah menarikan Legong. Legong adalah sekelompok tarian klasik
Bali yang memiliki perbendaharaan gerak yang sangat kompleks terikat
dengan struktur tabuh pengiring yang merupakan pengaruh dari gambuh.
Legong berasal dari kata “leg” yang artinya gerak tari yang luwes atau
lentur dan “gong” yang artinya gamelan. “Legong” berarti gerak tari yang
terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya.
Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong umumnya dinamakan Gamelan
Semar Pagulingan.

Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh
kedua. Tari ini sempat tenggelam karena berkibarnya tari Kebyar. Idenya
berasal dari seorang pangeran dari Sukawati (Gianyar) yang dalam keadaan
sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai
diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari
sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam bentuk tarian dengan gamelan
lengkap.

Kini terdapat sekitar 18 tari Legong. Diantaranya Legong Kraton,
Legong Jobong, Legong Legod Bawa, Legong Kuntul, Legong Smaradahana,
Legong Sudarsana dan Topeng Legong.

Awal mulanya, penari legong baku adalah dua orang gadis yang belum
mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman
keraton yang biasanya memiliki pohon besar. Kedua penari ini disebut
legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Namun konsep
panggung ini sudah mulai ditinggalkan mengingat banyaknya Legong yang
ditarikan di panggung acara resmi.

Legong Mintaraga merupakan sebuah tari Legong kreasi yang ditarikan
oleh enam orang penari dengan gaya khas Peliatan (Ubud-Gianyar). Legong
Mintaraga pertama kali dipentaskan pada tahun 1997. Pencipta Legong
Mintaraga, Ayu Bulantrisna Djelantik adalah murid didikan langsung
Niang Sengog, maestro tari dari Peliatan- Ubud.

Sejak tahun 1960 an, Ayu Bulantrisna Djelantik adalah seorang penari
Bali yang kerap diundang presiden Soekarno menari di Istana Presiden.
Juga ikut keliling dunia dalam misi kebudayaan Indonesia. Bulantrisna
adalah seorang bangsawan keturunan raja Karangasem yang belajar tarian
Bali sejak kanak-kanak. Dia juga menjadi salah satu dokter ahli Telinga
Hidung Tenggorok (THT) untuk organisasi kesehatan dua WHO (World Health Organization) dan mengelola sebuah bengkel tari di Bandung.

(Indah) foto by: bramastya

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37633

Untuk melihat artikel Seni lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :